Hutan Buluhcina, Lahir dari Kearifan Lokal


Minggu,06 Agustus 2017 - 12:38:48 WIB
Hutan Buluhcina, Lahir dari Kearifan Lokal Kawasan Hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. (foto: Parlindungan)

Di sebuah desa yang bernama Desa Buluhcina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Desa yang memiliki budaya ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan ini, memiliki kekayaan alam yang turun-temurun masih tetap terlestarikan. Dia adalah Kawasan Wisata Alam Hutan Buluhcina. Hutan Wisata Buluhcina ini luasnya 1.000 hektare.

Sepintas kita melihat hutan ini dari kejauhan hanyalah seperti hutan biasa. Namun, hutan ini memiliki kelebihan dari hutan-hutan lain. Dengan usianya yang sudah ratusan tahun ini, dia berada di tengah-tengah budaya keikhlasan warga Desa Buluhcina untuk merawat dan mempertahankan bentuk keasrian, keutuhan, dan kekayaan kandungan flora dan fauna tropis yang ada di dalamnya.

“Sejarah terbentuknya hutan alam ini sebagai hutan wisata alam, sejak Gubernur Provinsi Riau, HM Rusli Zainal mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: kpts.468/ix/2006 tentang Penunjukan Kelompok Hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Seluas 1.000 Hektare sebagai Kawasan Wisata Alam,” terang Kepala Desa Buluhcina, Muhammad Ralis, Sabtu, (15/7/2017) di ruang kerjanya.

Menurut Ralis, 1.000 hektare lahan ini merupakan lahan warga Desa Buluhcina yang mereka ikhlaskan untuk dijadikan kawasan hutan wisata alam tanpa diganti-rugi sepeser pun. Makanya, hutan Buluhcina ini lahir dari masyarakatnya yang arif lokal.

SK Gubernur Riau Nomor: kpts.468/ix/2006 diterbitkan berdasarkan Surat Lembaga Musyawarah Besar atau lMB Buluhcina Nomor 367/lMN/xi–2004 tentang Permohonan Perencanaan dan Pengembangan 1.000 Hektare Hutan Konservasi di Buluhcina, yang menyatakan, “Pucuk adat Desa Buluhcina telah menyerahkan tanah ulayat kepada Gubernur Provinsi Riau, HM Rusli Zainal seluas 1.000 hektare untuk dijadikan Taman Wisata Alam”.

Tidak itu saja, berdasarkan pertimbangan teknis dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau, dengan surat Nomor 522.1/PR/8217 yang menyatakan, “Tanah ulayat yang diberikan ke Gubernur Provinsi Riau seluas 1.000 hektare, dapat ditetapkan sebagai hutan wisata.  

Berdasarkan pertimbangan ini, sejak Gubernur Provinsi Riau mengeluarkan SK tertanggal 6 September 2006, maka Hutan Wisata Alam Buluhcina yang memiliki 7 danau ini dikelola oleh masyarakat adat di bawah koordinasi Ninik Mamak Desa Buluhcina.

“Syaratnya, melarang warga atau siapa pun untuk membuka ladang baru atau menebang kayu untuk dijual, apalagi merusaknya. Landasan ini juga didasari atas Musyawarah Besar lMB II Tahun 2000,” kata Ralis, mantan Komandan Satgas Hutan Buluhcina.

Di Riau memang terbilang banyak tempat-tempat wisata yang patut diacungkan jempol dari segi keaslian alam dan keindahannya. Tempat-tempat wisata di Riau tidak saja indah dengan nuansa laut, danau, situs-situs peninggalan sejarah belaka. Tapi kita coba melihat potensi wisata kekayaan alam yang tidak semua orang tahu.

Desa Buluhcina. Sebuah desa yang luasnya sekitar 2.500 hektare ini letaknya memang terbilang daerah pinggiran dari ibukotanya, Bangkinang. Kalau dari Bangkinang, jaraknya sekitar 80 kilo meter, namun, kalau dari Kota Pekanbaru, bisa ditempuh dengan waktu sekitar 25 menit dari tengah pusat Kota Pekanbaru. Sekitar 25 kilo meter.

Desa Buluhcina adalah sebuah desa yang aman, penduduknya yang ramah, dan pola kehidupannya yang masih mengedepankan kehidupan adat-istiadat, tentunya menandakan desa ini adalah desa yang belum banyak tersentuh westernisasi atau kebarat-baratan

Jumlah penduduk di desa sekitar 400 kepala keluarga dan terdiri dari 1.500 jiwa. Sebahagian besar penghasilan mereka adalah bertani dan nelayan. Desa ini juga memiliki dua suku, yakni Suku Domo dan Suku Melayu.      

Berladang Boleh, Merusak Diberi Sanksi

Lalu, bagaimana dengan dengan warga yang sudah membuka ladang atau berkebun di area hutan wisata ini sebelum penetapan ini dibuat? Hasil muyawarah juga merekomendasi, kalau ladang atau kebun warga tidak diganggu-gugat sama sekali. Hak mereka atas tanah ladang atau kebunnya tetap diakui dan dibenarkan berladang, dengan syarat tidak merusak hutan walaupun dengan dalih perluasan kebun atau ladangnya.

Kala itu, sejak pemberlakukan hutan Buluhcina dinobatkan sebagai Hutan Wisata Alam, ini semata-mata untuk kepentingan semua warga Buluhcina, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Melihat keberadaan Hutan Wisata Alam Buluhcina yang tetap gagah berdiri di tengah porak-porandanya bentuk sebahagian hutan di Riau yang habis dibabat secara liar, tentunya kita teringat dengan sosok yang berjasa atas terbentuknya hutan wisata alam ini menjadi hutan yang berpotensi di sektor pariwisata. Dia adalah Makmur Hendrik. Makmur Hendrik merupakan Ketua Lembaga Musyawarah Besar atau lMB Desa Buluhcina, Kabupaten Kampar pada masa itu.

Dialah yang menggagas hutan Buluhcina menjadi Hutan Wisata Alam. Dia juga yang memberikan keyakinan ke sebahagian besar warga Desa Buluhcina untuk merelakan lahannya yang berada di 1.000 hektare untuk dimasukkan dalam kategori Hutan Wisata Alam tanpa diganti-rugi. Itu yang mereka namakan kearifan lokal.

Menurut Makmur Hendrik, hutan Buluhcina hingga saat ini masih asri dan terawat. Bahkan, katanya, di dalam hutan ini, terdapat banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan obat-obatan tradisional dann hewan-hewan langka. “Makanya, kita sangat menekankan kepada warga setempat untuk tidak merusak ekosistem di hutan tersebut,” tegasnya.

Bagi masyarakat yang dengan sengaja merusak atau memanfaatkan hasil hutan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, kata Makmur, ada sanksi tegas yang diberlakukan. “Sanski tersebut berupa sanksi adat yang ditentukan bentuk sanksinya berdasarkan putusan ninik mamak,” ujarnya lagi.

Agar hutan ini menjadi lokasi kunjungan wisatawan yang lebih ramai lagi, kata Hendrik, selain pemerintah mensosialisasikan keberadaan hutan Buluhcina ini dengan baik, pemerintah harus melakukan pengembangan lagi sarana dan prasarana penunjang lainnya.

Hutan Ratusan Tahun

Untuk melihat kondisi Hutan Alam Buluhcina ini, ada banyak pohon-pohon besar yang usianya rata-rata ratusan tahun. Ada pohon rengas, pohon bacanti, pohon balan, pohon kandis, dan sebagainya. Besarnya pohon ini, tak mampu memeluk penuh pohon-pohon itu.

Menurut Kepala Desa Buluhcina, Muhammad Ralis, kalau dalam waktu-waktu tertentu, dirinya beserta sejumlah anggotanya memantau kondisi keamanan kelestarian hutan dan danau. “Sejak dirinya menjadi Satgas, sejak itu pula saya beserta teman-teman saya dan masyarakat Buluhcina mencintai Hutan Buluhcina ini. Kami jaga hutan kami dengan baik,” ujarnya penuh semangat.

Sejak dibentuknya hutan Buluhcina ini sebagai Hutan Wisata Alam pada 2006, Ralis menjelaskan, pemuda dan masyarakat Desa Buluhcina mulai terbantu dari segi perekonomiannya. Sebab, dengan hadirnya wisata alam ini, sedikit banyaknya wisatawan yang datang, tetap memberdayakan pemuda dan masyarakat tempatan. Ada sebagai pemandu wisatawan, menghidangkan makanan wisatawan, dan bahkan, ada wisatawan yang memanfaatkan rumah warga sebagai tempat penginapan.  

Ralis juga mengatakan, kalau Hutan Wisata Alam Buluhcina ini juga memiliki pantangan-pantangan yang wajib dipatuhi bagi siapa saja yang memasuki hutan ini. “Berpacaran tidak dibenarkan, meminum minuman beralkohol, bahkan bagi pria juga dilarang mengenakan singlet di dalam kawasan itu. Mau tahu kenapa demikian, itulah adat yang ninik mamak mereka tetapkan,” papar Ralis.

Belajar dari cara melestarikan dan sikap kearifan lokal masyarakat Desa Buluhcina ini,  tinggal lagi bagaimana kita mencintai alam ciptaan Tuhan dengan cara melindungi dan melestarikan nilai-nilai adat istiadat dan alam.

Hutan wisata alam ini masih alami. Dari kondisinya yang sangat masih membutuhkan sentuhan sarana dan prasarana penunjang serta sosialisasi yang baik, dia sangat menarik dikembangkan menjadi potensi pariwisata handalan Riau.

Hutan Wisata Alam Buluh Cina hingga kini tetap menjadi hutan yang gagah bediri di kala sebahagian besar hutan di Riau sudah disulap menjadi kawasan industri dan tanaman sawit atau karet. Melihat kondisi ini, tentunya kita banyak belajar, tentang betapa arifnya masyarakat Desa Buluhcina, yang sudah mengikhlaskan lahannya disumbangkan begitu saja kepada pemerintah daerah untuk dijadikan kawasan wisata alam, selanjutnya mereka juga menjaganya agar hutan ini tetap terlestarikan.

Saat ini, Hutan Wisata Buluhcina dikelola sepenuhnya oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau. Dasar kebijakan ini dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI agar Hutan Buluhcina bisa terjaga kelestarian alamnya dan tidak ada upaya pemanfaatan hutan untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Ada Tujuh Danau yang Memukau

Untuk mengetahui lebih jauh tentang 1.000 hektare Hutan Wisata Alam Buluhcina ini, kami menyusurinya melalui jalur darat dan jalur sungai, yakni Sungai Kampar. Sungai ini merupakan arena pacu sampan tingkat internasional yang diselenggarakan sekali dalam setahun. Biasanya diselenggarakan jelang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, 17 Agustus.

Penelusuran awal, kami akan melihat danau-danau yang ada di dalam kawasan hutan wisata ini. Ada tujuh danau yang memukau pengunjung. Sebagai tujuan pertama kami adalah melihat Danau Pinang Luar. Kalau mau menuju Danau Pinang Luar, kita harus melewati sebuah muara.

Di sisi kanan dan kiri terdapat pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan yang masih alami. Bahkan, di atasnya juga terdapat banyak pohon yang menutup aliran anak sungai ini dari cahaya matahari, sehingga ia membentuk seperti lorong. Memang kelihatannya seram, tapi aman.

Setibanya kami di Danau Pinang Luar, terlihat danau ini berbeda dengan bentuk danau-danau lainnya. Bentuknya tidak kelihatan tepian daratnya, tapi ia juga dikategorikan danau. Danau Pinang Luar ini memiliki panjang sekitar 500 meter dan lebar 100 meter. Danau Pinang Luar yang bentuknya memajang ini, ternyata kerap dimanfaatkan warga setempat untuk mencari ikan.

Tak lama setelah itu, kami menuju danau yang kedua, yaitu Danau Pinang Dalam. Sambil menuju perjalanan ke Danau Pinang Dalam. Kami menikmati perjalanan yang tak pernah kami lalui. Jarak antara Danau Pinang Luar ke Danau Pinang Dalam sekitar 50 meter.  

Menuju danau kedua ini, terlihat di sisi kanan dan kiri banyak potensi tanaman rotan yang patut dijaga. Lalu juga banyak bunga anggrek yang melingkari pohon-pohon tertentu. Jangankan memetik bunga angrek, mematahkan ranting saja di kawasan itu tak dibenarkan.

Lalu juga terlihat hewan-hewan bebas berkeliaran. Ada bangau, monyet, dan burung-burung unik yang tak bisa diketahui namanya. Kebebasannya seakan-akan menandakan, kalau hewan-hewan ini yakin tak akan diganggu oleh manusia. Ini sebagai bukti, kalau kawasan ini masih terbebas dari tangan-tangan jahil untuk merusak habitat hewan, sungai, dan hutan. Kebijakan kepribadian yang luar biasa. Kalaulah semua hutan dan kekayaan alam diberlakukan demikian, pastilah sumber daya alam kita tetap terlestasrikan.

Setibanya kami di Danau Pinang Dalam, bentuknya hampir serupa dengan Danau Pinang Luar. Danau Pinang Dalam ini memiliki panjang 1 km, lebar kurang lebih 50 meter. Setelah puas melihat Danau Pinang Dalam ini, untuk menuju danau selanjutnya, kami harus keluar lagi menuju Sungai Kampar.

Untuk melihat danau yang ketiga, yakni Danau Tanjung Putus, kami tidak lagi menaiki sampan pompong, cukup dengan berjalan kaki. Kurang lebih satu jam dua puluh menit setelah dari dua danau tersebut menuju Danau Tanjung Putus. Khusus di tepian danau ini sudah dilengkapi fasilitas umum, seperti tempat singgah, kamar mandi dan WC, pompa air, listrik, dan jalan setapak yang sudah di semenisasi.

Dalam Kawasan Hutan Wisata Buluhcina ini terdapat tujuh danau, yakni Danau Pempinang Luar, Danau Pempinang Dalam, Danau Baru, Danau Tanjung Putus, Danau Lubuk Siam, Danau Atehutan, dan Danau Tatangah.(***)

Parlindungan | 3180

 

Penulis adalah:

Parlindungan

Jurnalis Peduli Lingkungan

Alumni Meliput Daerah Ketiga Angkatan II Tahun 2015 diselenggarakan oleh Lembaga Pers Dr Soetomo dan Kedutaan Besar Norwegia. Meraih berbagai prestasi karya tulis tingkat nasional maupun lokal. Beberapakali mendapatkan penghargaan penulisan ilmiah, jurnalistik, sastra, maupun karya populer. (prestasi terlampir)   


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]