DPRD Riau menyayangkan minimnya serapan anggaran yang selalu terjadi dari tahun ke tahun dari APBD yang ada, padahal bulan ini sudah merupakan triwulan kedua. Tidak hanya terjadi di Provinsi Riau, namun juga terjadi di seluruh provinsi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman, yang menyesalkan birokrasi di Indonesia terlalu panjang dan berbelit- belit. Akibatnya, serapan anggaran minim karena program - program yang dirancang belum dapat di realisasikan oleh Pemprov Riau.
"Setiap tahun selalu seperti ini, walaupun APBD sudah kita sahkan dari jauh hari, tapi tetap saja untuk penyerapannya perlu proses - proses lain lagi. Jadinya ya, program-program itu belum bisa dijalankan, karena masih harus menunggu proses dalam birokrasi itu," ujarnya, baru-baru ini seperti dilansir goriau.com.
Noviwaldy menyebutkan, akibat birokrasi yang bertele-tele ini, program - program yang 'tersendat' itu baru mulai bisa dijalankan pada triwulan ke dua. Meskipun, belum diketahui sudah berapa persen dana yang terserap dalam triwulan pertama 2018 ini. "Kita kan harus mengikuti aturan, makanya program - program itu baru bisa dijalankan pada triwulan kedua ini. Birokrasinya lama," tegasnya.
Sementara itu, dari informasi yang beredar dana APBD 2018 sampai triwulan pertama diantaranya telah diserap untuk belanja pegawai. (*)