Merasa Ada yang Janggal, 2 Komisaris Garuda Tolak Laporan Keuangan 2018


Kamis,25 April 2019 - 08:41:43 WIB
Merasa Ada yang Janggal, 2 Komisaris Garuda Tolak Laporan Keuangan 2018 sumber photo detik.com

2018 menjadi tahun yang membanggakan bagi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Maskapai pelat merah itu tiba-tiba meraup laba dari sebelumnya bertubi-tubi merugi.

Menurut laporan keuangan GIAA 2018, perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Padahal di kuartal III-2018 Garuda Indonesia masih mengalami kerugian sebesar US$ 114,08 juta atau atau Rp 1,66 triliun jika dikalikan kurs saat itu sekitar Rp 14.600.

Ternyata ada yang aneh dengan laporan keuangan tersebut. Dua komisaris perusahaan pun menyatakan keberatan dan tidak menandatangani laporan keuangan tersebut.

Ada transaksi aneh yang sebenarnya masih bersifat piutang namun dimasukkan sebagai pendapatan oleh manajemen. Alhasil kinerja Garuda Indonesia berbalik arah di bulan-bulan terakhir 2018.

Berijut berita rangkumannya di detikFinance:

Ada dua komisaris yang tidak setuju dengan penyampaian laporan keuangan GIAA tersebut. Kedua komisaris itu yang merupakan perwakilan dari pemegang saham PT Trans Airways yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.

Chairal mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan surat keberatan atas laporan keuangan Garuda Indonesia. Pihaknya juga meminta agar surat itu dibacakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar kemarin.

"Tapi tadi dibacakan suratnya, karena tadi pimpinan rapat merasa cukup dinyatakan dan dilampirkan saja di annual report," ujarnya di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Menurut dokumen yang diterima awak media, kedua komisaris itu merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia. Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah pernyataan standar akutansi keuangan (PSAK) nomor 23.

Sebab manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$ 239.940.000, yang diantaranya sebesar US$ 28.000.000 merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari PT Sri Wijaya Air. Padahalan uang itu masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan.

"Bukan masalah kecewa enggak kecewa. Ini hak hukum. Saya punya pendapat, cuma sampai itu saja. Secara hukum sampai situ aja (menyampaikan pendapat tidak setuju)," tambahnya.

Kedua komisaris itu menilai hal itu akan menimbulkan kerancuan dari publik untuk membaca laporan keuangan garuda yang berubah signifikan dari sebelumnya rugi tiba-tiba untung. Dengan begitu ada potensi penyampaian kembali laporan keuangan dan dapat merusak kredibilitas perusahaan.

Meski begitu, RUPS yang digelar hari ini telah mengesahkan laporan keuangab Garuda Indonesia 2019. Namun dengan catatan perbedaan 2 opini.

Melansir laporan keuangan perusahaan, pada tanggal 31 Oktober 2018, Grup Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) mengadakan perjanjian kerja sama yang telah diamandemen, terakhir dengan amandemen II tanggal 26 Desember 2018, mengenai penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten. 

Mahata menyetujui membayar biaya kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan untuk 50 pesawat A320, 20 pesawat A330, 73 pesawat Boeing 737-800 NG dan 10 pesawat Boeing 777 sebesar US$ 131.940.000 dan biaya kompensasi atas hak pengelolaan layanan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten untuk 18 pesawat A330, 70 pesawat Boeing 737-800 NG, 1 pesawat Boeing 737-800 MAX dan 10 pesawat Boeing 777 sebesar USD 80.000.000 kepada Grup setelah ditandatangani perjanjian kerja sama.

Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Fuad Rizal tidak memungkiri bahwa uang itu masih dalam bentuk piutang. Namun menurutnya hal itu dilakukan tidak melanggar kaidah penyajian laporan keuangan.

"Soal laporan keuangan memang secara PSAK 23 itu memang dimungkinkan dicatatkan di 2018. Walaupun belum ada pendapataan yang diterima," ujarnya di Garuda City Center, Cengkareng, Tangerang, Rabu (24/4/2019).

Dia juga menegaskan bahwa laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 juga melalui proses audit oleh auditor independen dan mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian.

"Sudah diaudit dan dapat predikat WTP," tegasnya.

Transaksi itu yang membuat laporan keuangan Garuda Indonesia berubah 180 drajat. Bayangkan, di kuartal III-2018 perusahaan masih mengalami kerugian US$ 114,08 juta atau atau Rp 1,66 triliun jika dikalikan kurs saat itu sekitar Rp 14.600. Kerugian sebesar itu bisa ditutupi dalam waktu hanya 3 bulan.

Menjawab hal itu, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Fuad Rizal tidak memungkiri bahwa uang itu masih dalam bentuk piutang. Namun menurutnya hal itu dilakukan tidak melanggar kaidah penyajian laporan keuangan.

"Soal laporan keuangan memang secara PSAK 23 itu memang dimungkinkan dicatatkan di 2018. Walaupun belum ada pendapataan yang diterima," ujarnya di Garuda City Center, Cengkareng, Tangerang, Rabu (24/4/2019).

Dia juga menegaskan bahwa laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 juga melalui proses audit oleh auditor independen dan mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian.

"Sudah diaudit dan dapat predikat WTP," tegasnya, dikutip dari laman detik.com.

Fuad berpendapat masalah ini hanya sekadar perbedaan pandangan saja dari para pemegang saham. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar hari ini pun, laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 telah disahkan dengan catatan perbedaan 2 opini. (wili)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]