Efek Buruk Membiarkan Anak Nonton Film Rating "R"


Jumat,04 Oktober 2019 - 15:38:58 WIB
Efek Buruk Membiarkan Anak Nonton Film Rating

Film bisa menjadi media belajar dan hiburan bagi anak. Namun, orangtua perlu cukup ketat mengawasi, agar anak menonton film sesuai dengan usianya. Salah satu film yang tidak boleh ditonton oleh anak di bawah usia 17 tahun adalah Joker, film karya sutradara Todd Phillips yang juga sudah tayang di tanah air.

Dilansir dari situs Lembaga Sensor Film (LSF), lsf.go.id, film layar lebar Joker diklasifikasikan untuk penonton umur 17 tahun ke atas. Begitu pula di Amerika Serikat, Motion Picture Association of America (MPAA) memberi film ini rating R atau Restricted (terbatas).

Di Indonesia, seperti berita dilansir kompas.com, peringatan agar anak tidak menonton film Joker disampaikan lewat berbagai media, termasuk media massa cetak dan elektronik. Sayangnya, banyak anak justru ingin menonton filn tersebut karena penasaran. Nah, menonton film dengan rating R ternyata punya dampak buruk bagi anak, lho. Apa saja dampaknya? Psikolog anak dan keluarga, Samanta Ananta, M.Psi menyebutkan, ada sejumlah dampak psikologis yang akan diterima anak jika menonton film kategori restricted tersebut.

1. Trauma tidak langsung

Anak mungkin saja belum siap untuk melihat adegan-adegan mengerikan atau kalimat yang membutuhkan pemahaman lebih dalam film tersebut. Akibatnya, anak tidak  "Penyerapan yang diambil dari film tanpa ada diskusi lebih lanjut dengan orang dewasa pun akan meninggalkan jejak trauma tidak langsung di sistem otak anak," kata Samanta kepada Kompas Lifestyle, Jumat (4/10/2019). Beberapa dampak yang terjadi sebagai bentuk trauma di antaranya mimpi buruk, anak mengalami kecemasan, ketakutan, dan dampak terburuk adalah emosi serta pola pikir tokoh dalam film memengaruhi kehidupan mereka di kemudian hari.

2.  Meniru tingkah laku dalam film

Ketika emosi dan pola pikir tokoh dalam film sudah memengaruhi anak, dikhawatirkan perilaku anak secara tidak disadari ikut terpengaruh. Apalagi jika anak hanya memahami film lewat visual, bukan dari analisa adegan atau tokoh-tokoh di dalamnya. Padahal, sebuah film diberi kategori restricted karena di dalamnya mengandung unsur kekerasan berdarah-darah, perilaku mengganggu, bahasa, dan/atau gambaran seksual singkat.

"Anak bisa tiba-tiba bertingkah laku atau mengimitasi sifat buruk dari tokoh di film dalam kehidupan sehari-hari," ucap Samanta. Baca juga: Nonton Film Horor, Baik Atau Buruk bagi Kesehatan? Oleh karena itu, sebaiknya orangtua mampu memberi pengertian mengapa film itu tidak boleh ditonton oleh anak dan menjelaskannya secara rasional. Wawasan orangtua tentang film juga sangat penting dalam hal penyampaian kepada anak.

Selain dapat menceritakan tentang tokoh-tokoh dalam film tersebut, orangtua juga lebih bisa memilih cara penyampaian yang asyik dan mudah diterima oleh anak. Hal terpenting, buatlah suasana menjadi tidak terlalu formal dan kaku. "Ini dapat diceritakan dalam suasana yang informal agar dapat diterima oleh anak lebih legowo," katanya.

Jika anak sudah menonton film rating "R" Jika anak sudah terlanjur menonton film dengan kategori "R" tersebut, amatilah perubahan perilaku anak dalam rentang waktu enam bulan setelahnya. Jika ada perubahan perilaku yang menetap selama enam bulan, segeralah membawa anak untuk berkonsultasi dengan psikolog. Pastikan perubahan perilaku tersebut tetap berada pada batas normal.

Anak mungkin membutuhkan pertemuan berikutnya, jika memang terlihat ada indikasi perubahan perilaku yang tidak normal. "Pertemuan berikutnya dapat dilakukan jika dirasakan perlu oleh psikolog setelah pertemuan pertama dengan orangtua," kata Samanta. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]