Fakta-Fakta Koruptor di Indonesia Makin Bisa Bernapas Lega


Selasa,10 Desember 2019 - 09:23:35 WIB
Fakta-Fakta Koruptor di Indonesia Makin Bisa Bernapas Lega sumber foto merdeka.com

Hari Anti korupsi Sedunia jatuh tiap 9 Desember. Di Indonesia, peringatan hari Antikorupsi juga selalu diperingati tiap tahunnya. Meski begitu, bukan berarti Indonesia sudah terbebas dari korupsi. Sebab, masih banyak para pejabat yang terciduk kasus rasuah.

Dikutip dari laman merdeka.com, bahkan, belakangan para koruptor seakan mendapat angin segar tinggal di Indonesia. Berikut ulasannya:

Revisi UU Pemasyarakatan Permudah Koruptor Dapat Remisi

DPR dan pemerintah menyepakati revisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Bila revisi UU Pemasyarakatan disahkan, maka Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 tidak berlaku lagi.

PP 99 Tahun 2012 mengatur tentang prasyarat pemberian remisi bagi narapidana kasus kejahatan berat, seperti napi tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi dan kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional dan terorganisasi.

Pasal 43A PP 9 Tahun 2012 itu mengharuskan, napi bakal mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, ketika bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukum dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi 1/2 dari masa pidana yang dijalani dan menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan.

Sementara ayat (3) Pasal 43B itu mensyaratkan rekomendasi dari KPK sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan remisi.

UU KPK Direvisi

Selain Revisi UU Pemasyarakatan yang menguntungkan para koruptor, Revisi UU KPK yang sudah ditetapkan menjadi UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK juga menguntungkan koruptor sekaligus bentuk dari pelemahan KPK.

Di mana KPK berwenang untuk melakukan penghentian Penyidikan dan Penuntutan sebagaimana diatur dalam Pasal 40 yang berbunyi (1) Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan. (3) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik.

(4) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.'

Mantan Napi Korupsi Boleh Maju Pilkada

Mantan koruptor boleh maju Pilkada setelah KPU menerbitkan PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU No 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Salah satu isinya yang menjadi sorotan, KPU tegas terhadap mantan narapidana narkoba dan kejahatan seksual anak. Kedua mantan napi kategori ini dilarang mencalonkan di Pilkada. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 Huruf H. Bunyinya, 'Bukan Mantan Terpidana bandar narkoba dan bukan Mantan Terpidana kejahatan seksual terhadap anak.'

Namun untuk mantan napi korupsi, KPU hanya mengimbau. Dalam PKPU itu, diimbau bagi partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Aturan itu dituangkan dalam Pasal 3A ayat (3) dan (4).

Bunyinya, 'Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.'

KPK Prihatin Mantan Napi Koruptor Boleh Maju Pilkada

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo prihatin terkait keputusan KPU tak tegas melarang mantan napi koruptor maju sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2020. Keputusan KPU itu diatur dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 Pasal 3A ayat (3) dan (4).

"Ya prihatin saja. Kalau orang pernah jadi koruptor apalagi terpidana dalam perjalanannya kita tahu orang tersebut mentalitasnya seperti apa," kata Agus usai peringatan Hari Peringatan Anti Korupsi Sedunia di gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12).

Agus menyayangkan koruptor masih dipertahankan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin. Dia pun menyarankan KPK agar pencalonan koruptor itu tegas dilarang. "Jadi untuk untuk apa pencalonan berikutnya? mestinya dilarang. Mestinya aturan itu harusnya konsisten," pungkas Agus. (GA)

 

 

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]