RI Boleh Kebal Corona, Tapi Tak Akan Tahan dengan Dampaknya


Selasa,18 Februari 2020 - 09:02:23 WIB
RI Boleh Kebal Corona, Tapi Tak Akan Tahan dengan Dampaknya sumber foto cnbcindonesia.com

Serangan virus corona menghantui dunia. Berbagai negara sudah menjadi korbannya, tetapi tidak dengan Indonesia. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Senin (17/2/2020) pukul 22:43 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 71.902. Kasus terbanyak adalah di China yaitu 70.554.

Dilansir dari laman cnbcindonesia.com, disusul oleh Singapura (77), Jepang (66), Hong Kong (58), Thailand (35), Korea Selatan (30), Malaysia dan Taiwan (22), Jerman dan Vietnam (16), Australia dan Amerika Serikat/AS (15), Prancis (12), Makau (10), Uni Emirat Arab dan Inggris (9), Kanada (8), Italia, Filipina, dan India (3), Rusia dan Spanyol (2), serta Nepal, Kamboja, Belgia, Finlandia, Swedia, Mesir, dan Sri Lanka (1). Plus kasus di kapal pesiar Diamond Princess (454).

Lihat, tidak ada nama Indonesia sebagai negara yang terjangkit virus corona. Bahkan belum ada laporan kasus corona terhadap 87 orang Warga Negara Indonesia (WNI) di kapal Diamond Princess. Begitu pula dengan 285 WNI yang dijemput dari China dan sempat menjalani masa observasi selama 14 hari di Natuna, semua dinyatakan sehat.

"Selama kita mengandalkan Yang Maha Kuasa, itulah hasil yang kita dapatkan sekarang. Kenapa malu mengandalkan Yang Maha Kuasa?" ujar Terawan Agus Putranto, Menteri Kesehatan.

Keandalan Indonesia dalam menangkal virus corona juga sudah diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). "Indonesia telah melakukan langkah-langkah konkret dan WHO meyakini bahwa Indonesia sudah siap menghadapi situasi ini," kata Navaratnasamy Paranietharan, Perwakilan WHO di Indonesia, seperti dikutip dari Reuters.

Pemerintah Indonesia memang sudah menempuh sejumlah upaya untuk mencegah masuknya virus corona ke Ibu Pertiwi. Kementerian Perhubungan hingga saat ini masih memberlakukan penutupan sementara rute penerbangan dari dan ke China, termasuk yang melalui transit. Sedangkan Kementerian Perdagangan melarang impor hewan hidup asal Negeri Tirai Bambu.

Namun meski Indonesia sejauh ini mampu membentengi diri dari penularan virus corona, tetapi sepertinya sulit untuk tidak merasakan dampak ekonominya. Sebab, dampak ekonomi dari virus ini memang luar biasa.

Perlambatan Ekonomi China Mulai Terasa

Penyebaran virus corona membuat aktivitas ekonomi menjadi terbatas. Dihantui virus mematikan, masyarakat dan dunia usaha tentu sebisa mungkin menghindari aktivitas di luar rumah. Akibatnya, roda perekonomian tidak mampu melaju kencang. Ini terjadi terutama di China, episentrum dari virus corona.

Data ekonomi terbaru di China memberi konfirmasi akan perlambatan ekonomi. Pada Januari 2020, penanaman modal asing (Foreign Direct Investment/FDI) di China tumbuh 4% year-on-year (YoY). Walau masih tumbuh, ini adalah laju terlemah sejak Desember 2018. China adalah perekonomian terbesar di Asia dan nomor dua di dunia. Kalau perekonomian China melambat, maka dunia akan merasakan akibatnya.

"Pada akhir 2019, kami memproyeksikan akan ada pemulihan dan tekanan yang terjadi pada 2018-2019 bakal berakhir. Namun kemudian virus menyerang. Terjadi gangguan terhadap aktivitas bisnis, kantor-kantor tutup, dan mobilitas terbatas. Ada ketidakpastian, bukan hanya soal penyebaran virus tetapi juga dampak terhadap perekonomian global," tulis riset Citi.

Mengutip riset Citi, corona memiliki dampak yang lebih parah ketimbang kala SARS menghebohkan dunia pada 2002-2003. Dua negara yang diperkirakan bakal mengalami dampak paling parah adalah Hong Kong dan Singapura.

Citi meramal setiap penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 50 basis poin (bps), maka pertumbuhan ekonomi Hong Kong dan Singapura akan berkurang masing-masing 37 bps dan 34 bps.

Bagaimana dengan Indonesia? Citi memperkirakan jika pertumbuhan ekonomi China melambat 50 bps, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terpangkas sembilan bps.

Ekspor dan Investasi Jadi Jalan Masuk

Dampak perlambatan ekonomi China terhadap Indonesia setidaknya akan terlihat dari dua sisi yaitu perdagangan dan investasi. Di sisi perdagangan, China adalah negara tujuan ekspor terbesar buat Indonesia.

Pada Januari 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor non-migas Indonesia ke China adalah US$ 2,1 miliar. Angka ini adalah 16,69% dari total impor non-migas.

Ini yang disebut karena nila setitik rusak susu sebelanga. Saat permintaan dari China seret karena penurunan aktivitas ekonomi, ekspor Indonesia secara keseluruhan bisa terpengaruh mengingat begitu besarnya peranan Negeri Panda.

Jalur kedua adalah dari sisi investasi. Sepanjang 2019, investasi China di Indonesia tercatat senilai US$ 4,74 miliar yang tersebar di 2.130 proyek. China hanya kalah dari Singapura yang berada di posisi pertama.

Ketika aktivitas bisnis di China lesu karena virus Corona, tentu sulit berharap investasi dari negara tersebut akan masuk ke Indonesia. Ditambah lagi Singapura yang merupakan investor terbesar di Indonesia terancam resesi, juga gara-gara virus Corona.

Oleh karena itu, sulit untuk berharap ekspor dan investasi bakal berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika konsumsi rumah tangga dan pemerintah tidak bisa didongkrak, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia niscaya akan melambat. Apakah pertumbuhan ekonomi nasional bisa di bawah 5% lagi seperti pada kuartal IV-2019? Semoga tidak, tetapi jangan kaget kalau itu terjadi. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]