Poin-poin Draf RUU Ketahanan Keluarga yang Bikin Menganga


Rabu,19 Februari 2020 - 09:15:04 WIB
Poin-poin Draf RUU Ketahanan Keluarga yang Bikin Menganga sumber foto news.detik.com

Draf RUU tentang Ketahanan Keluarga telah beredar. Sejumlah pasal dalam RUU itu membuat publik heran. Ada pasal yang mengatur soal BDSM hingga kewajiban istri dalam keluarga.

Dilansir dari laman new.detik.com, sebagaimana diketahui, RUU Ketahanan Keluarga telah menjadi usulan draft. RUU ini termasuk dalam prolegnas prioritas 2020. Dikutip detikcom pada Selasa (18/2/2020), berikut ini beberapa poin pasal RUU Ketahanan Keluarga yang membuat publik heran:

Donor Sperma dan Ovum Bisa Dipidana

Seseorang yang dilarang mendonorkan sperma atau ovum untuk keperluan mendapatkan keturunan. Hal ini berlaku untuk yang sukarela maupun yang komersial.

Pasal 31
(1) Setiap Orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.
(2) Setiap Orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.

Barangsiapa yang melanggar ketentuan Pasal 31 bisa terancam pidana. Mereka yang mendonorkan sperma dan ovumnya, terancam pidana lima tahun penjara hingga denda mencapai Rp 500 juta.

Pasal 139
Setiap Orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 140
Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

BDSM Hingga Homosex Wajib Direhabilitasi

UU Ketahanan Keluarga mengamanatkan untuk menjaga ketahanan keluarga. Salah satunya menangani penyimpangan sosial lewat rehabilitasi.

Pasal 85
Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf f berupa:
a. rehabilitasi sosial;
b. rehabilitasi psikologis;
c. bimbingan rohani; dan/atau
d. rehabilitasi medis.

Lalu, apa yang dimaksud dengan penyimpangan seksual? Dalam penjelasan Pasal 85, penyimpangan seksual ialah penyimpangan kepuasan seksual, seperti sadisme, masokisme, dan homoseks. Sadisme dan masokisme kerap disingkat BDSM.

Pasal 85
Ayat (1)
Yang adalah dimaksud dorongan dengan "penyimpangan kepuasan seksual" seksual yang ditunjukkan tidak lazim atau dengan cara-cara tidak wajar, meliputi antara lain:
a. Sadisme adalah mendapatkan cara kepuasan seseorang untuk seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.
b. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
c. Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas
sosial dimana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama.
d. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

Praktik Sewa Rahim Bisa Dipidana

Selanjutnya, ada Pasal 32 yang melarang setiap orang melakukan surogasi atau praktik sewa rahim. Begini bunyi pasalnya:

Pasal 32
(1) Setiap Orang dilarang melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.
(2) Setiap Orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.

Dalam penjelasan Pasal 32, yang dimaksud dengan 'surogasi' adalah praktik sewa-menyewa rahim secara komersial atau pinjam-meminjam rahim secara sukarela yang dilakukan oleh seorang individu atau lembaga atau jaringan terorganisasi untuk keperluan memperoleh keturunan reproduksi bantuan.

Orang yang melakukan surogasi baik komersial atau sukarela terancam pidana penjara 5 tahun hingga denda Rp 500 juta. Sedangkan sanksi untuk membujuk untuk melakukan surogasi bisa terancam 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Ketentuan ini termaktub dalam Pasal 141 dan Pasal 142:

Pasal 141
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan surogasi untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 142
Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain agar bersedia melakukan surogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) untuk memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tahun) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Kewajiban Istri dan Suami

Kemudian dalam Pasal 25 ayat (2), dipaparkan bahwa tugas suami ialah bertanggung jawab atas keutuhan dan kesejahteraan keluarga hingga musyawarah dalam menangani masalah keluarga.

Pasal 25

(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;
b. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta
d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Sementara itu, dalam ayat selanjutnya, istri memiliki tugas yang berbeda dengan suami. Salah satu kewajiban istri ialah mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tanggapan DPR

Baleg DPR menjelaskan bahwa RUU Ketahanan Keluarga ini sifatnya masih berupa draf usulan. Ada 5 Anggota DPR yang mengusulkannya.

"(RUU Ketahanan Keluarga) masih draf. Jadi itu draf diusulkan oleh 5 pengusul. Itu kan diusulkan judul dan naskah akademiknya ketika penyusunan Prolegnas Prioritas 2020 dan itu masuk. Karena sudah disahkan di paripurna (prolegnas prioritas) maka ibarat taksi argonya itu mulai jalan. Tahapan untuk menuju RUU itu sudah bisa dilakukan," kata Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi saat dihubungi, Selasa (18/2/2020). Lalu, siapa saja pengusul draf RUU Ketahanan Keluarga itu?

"(Ledia Hanifa PKS, Sodik Mudjahid Gerindra) Ali Taher, terus Endang Golkar. Ada lagi PKS-nya," sebut Awiek. Dalam dokumen yang diterima, satu pengusul dari Fraksi PKS yang dimaksud Awiek adalah Netty Prasetiyani. Sebagai salah salah satu pengusul, Anggota DPR Fraksi PKS Netty Prasetiyani menjelaskan alasannya mengusulkan RUU itu.

"Karena memang kita semua menyadari, keluarga-keluarga di Indonesia ini adalah batu bara, bahan bakar untuk mewujudkan peradaban Indonesia. Namun, di antara kesadaran itu kita juga melihat, tidak semua keluarga Indonesia ini ada pada profil sejahtera, pada situasi yang ideal," kata Netty saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Lebih lanjut, Netty mengatakan dirinya bersama para pengusul RUU Ketahanan keluarga ingin agar ketahanan keluarga bisa bermuara pada ketahanan nasional. Anggota Komisi IX DPR itu juga menampik jika RUU tersebut akan mengatur soal LGBT. "Nah kita ingin keluarga dalam situasi apapun mampu keluar dari krisis, dan kemudian itu dilakukan, karena apa? Karena mereka memiliki sistem ketahanan keluarga yang ujungnya nanti bisa bermuara pada ketahanan nasional," kata Netty.

"Nilai-nilai radikalisme, nilai-nilai yang membahayakan, itu kan bisa diantisipasi, bisa dicegah mulai dari keluarga. Itu yang kita harapkan. Nah kalau yang ditanyakan tadi (soal mengatur LGBT) nggak ada di pasal," lanjut dia. Sementara itu, Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid, menjelaskan alasannya mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga. Sodik menilai keluarga adalah lembaga dasar bagi proses pendidikan hingga pembinaan moral.

"Keluarga adalah awal dan dasar dari semua proses, baik pendidikan, pembinaan, perilaku, moral, ketahanan nasional, dan seterusnya," kata Sodik kepada wartawan, Selasa (18/2/2020). "Jika ada UU pengaturan tentang sekolah, tentang ormas, tentang pembinaan kelembagaan, maka harus ada RUU penguatan, pembinaan, dan pengaturan keluarga. Karena keluarga sekali lagi adalah lembaga awal, lembaga dasar," imbuhnya.

Sodik juga meluruskan soal isi pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga, salah satunya soal 'istri wajib mengurus rumah tangga'. Sodik tak menampik jika disebut hal itu ada dalam pasal, tapi yang dimaksudnya adalah kewajiban setara suami dan istri.

"Istri dan suami sama-sama wajib mengurus rumah tangga, dengan perbedaan fungsi," kata Sodik. Sodik juga menjelaskan soal isi pasal 'pelaku seks sadis wajib direhabilitasi'. Menurut Sodik, pendekatan dalam pasal tersebut adalah konteks perlindungan dan edukasi keluarga. "Seks sadis bukan hanya melalui pidana, tapi juga harus mendapat rehabilitasi. Saya lupa pasalnya, tapi semangatnya seperti itu. Pendekatannya adalah dalam konteks perlindungan, ketahanan, dan dan edukasi keluarga," jelasnya. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]