Tiga Syarat Menuju The New Normal Versi Epidemiolog UI


Rabu,20 Mei 2020 - 14:25:02 WIB
Tiga Syarat Menuju The New Normal Versi Epidemiolog UI sumber foto cnnindonesia.com

Ahli Epidemiologi dan Biostatisik Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menjelaskan tiga syarat yang harus terpenuhi jika negara ingin menerapkan the new normal di Indonesia.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, kepada cnnindonesia.com, Pandu menjelaskan salah satu kriteria yang mesti terpenuhi adalah terjadinya penurunan kasus terkonfirmasi positif dan penurunan kasus meninggal dunia di Indonesia. Untuk melihat penurunan atau peningkatan kasus, Pandu menyarankan ada evaluasi setiap dua pekan agar pemerintah memiliki data yang akurat.

"Pertama kita melihat syarat epidemiologi yaitu ada penurunan kasus, Orang Dalam Pemantauan (ODP) menurun, kasus Meninggal Dunia menurun, kalau konsisten menurun baru bisa terapkan new normal," ujarnya, Rabu (20/5). 

Kemudian syarat kedua adalah tersedianya layanan test corona baik menggunakan rapid test maupun Polymerase chain reaction (PCR). Contact tracing juga harus terus dilakukan untuk melihat perkembangan kasus di berbagai wilayah sehingga bisa memetakan zona merah dan hijau dari corona.

Syarat terakhir adalah akses pelayanan kesehatan yang memadai termasuk kesediaan alat-alat kesehatan. Rumah sakit serta tenaga medis harus siap siaga menghadapi kondisi new normal, sebab akan ada pasien Covid-19 dan ada pasien non Covid-19. 

"Ada kesiapan dan kesiagaan layanan kesehatan dan rumah sakit, termasuk alkes seperti APD harus tersedia, optimalisasi Intensive Care Unit (ICU) untuk berbagai kondisi pasien," ucapnya.

Jika ketiga prasyarat itu terpenuhi, menurut Pandu kehidupan new normal bisa diterapkan di Indonesia. Namun perlu menjadi catatan, keadaan 'normal baru' tersebut dilakukan dalam beberapa tahap dan dievaluasi setiap dua pekan. 

Pada tahap pertama, pemerintah bisa melonggarkan PSBB dan mulai mengkaji jenis pekerjaan yane beresiko rendah untuk tertular. Tahap pertama dilakukan selama dua minggu kemudian dievaluasi. 

"Evaluasi mencakup apakah kasus konfirmasi positif menurun atau justru meningkat? kasus meninggal dunia, kasus ODP PDP, kalau tidak ada pertambahan kasus boleh lampu hijau ke tahap dua," ujarnya. 

Di tahap kedua, menurut Pandu kelonggaran diberikan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan. Kegiatan belajar-mengajar boleh terlaksana sambil menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak, pakai masker dan rajin mencuci tangan. Setelah dua pekan, akan dievaluasi berdasarkan penilaian epidemiologi seperti pada tahap pertama.

Jika selama dua tahap ini diterapkan angka kasus positif Covid-19 tidak menunjukkan tren kenaikan, serta tidak ada kasus meninggal dunia dan pertambahan ODP PDP maka pelonggaran sepenuhnya bisa dilakukan.  Menurut Pandu, kondisi perkembangan kasus corona di Indonesia masih menunjukan peningkatan kasus positif. Meskipun jumlah PDP, ODP dan kasus kematian menurun. Sedangkan agar dapat menerapkan new normal kasus konfirmasi positif harus menurun.

"Salah satu faktor yang memengaruhi adalah disiplin masyarakat, jika masyarakat disiplin melakukan social distancing dan diam di rumah, angka pertambahan kasus mungkin bisa menurun," kata Pandu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga memberikan pedoman bagi negara-negara soal penerapan the new normal.

Inti dari pedoman transisi tersebut yakni pemerintah suatu negara harus membuktikan transmisi Covid-19 telah dikendalikan. Kemudian, kapasitas sistem kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit memadai untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan mengarantina pasien. Selanjutnya risiko penularan wabah telah diminimalkan, terutama pada lokasi dan kondisi masyarakat dengan kerentanan tinggi.

Jika sebuah negara tidak bisa memastikan pedoman transisi tersebut terpenuhi, harus berpikir kembali sebelum memutuskan melonggarkan pembatasan dan memasuki kondisi the new normal. WHO sendiri menentang strategi kekebalan kelompok (herd immunity) yang diterapkan sejumlah negara untuk mengatasi pandemi virus corona. Cara itu dinilai berisiko diterapkan sepanjang belum ada vaksin untuk corona.

WHO juga memperingatkan dunia untuk bersiap dengan potensi kemunculan kembali infeksi virus corona Kepala teknis tim tanggap corona WHO, Dr. Maria Van Kerkhove mengatakan peringatan tersebut dikeluarkan setelah ada laporan kemunculan lagi corona di sejumlah negara. 

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Hermawan Saputra berpendapat mengenai kemunculan second wave corona di Indonesia. Hermawan menilai kebijakan pemerintah mengenai pelonggaran bepergian dan pelonggaran PSBB bisa menyebabkan munculnya gelombang kedua corona. Ia menjelaskan, gelombang kedua virus corona bisa saja terjadi akibat penegakan kebijakan yang tidak tepat, terutama dalam mengatur mobilitas warga. 

Pengelolaan kebijakan dan aturan yang parsial juga dinilai menjadi salah satu halangan untuk menekan angka penularan. Padahal jika kasus konfirmasi positif bertambah maka Indonesia tidak bisa menerapkan the new normal sebab syarat epidemiologi tidak terpenuhi. "Syarat epidemiologi yang utama harus terpenuhi dulu, baru bisa new normal," katanya.

Protokol Kesehatan Baru

Koordinator Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,  Andre Rahadian mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan protokol new normal di kalangan relawan Covid-19, baik relawan medis maupun relawan nonmedis. "Jadi memang kita semua mengumpulkan data dan menyiapkan protokol dalam menghadapi new normai," ujarnya di Graha BNPB, Rabu (20/5).

Salah satu langkah persiapan menghadapi situasi new normal yang dilakukan relawan Covid-19 adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat sehingga bisa tetap bekerja di saat pandemi.  Menurut Andre, sudah ada relawan yang bergerak ke pasar untuk memberikan edukasi soal new normal kepada pedagang dan pembeli. Lebih lanjut, Andre menjelaskan akan memberikan edukasi ke sekolah-sekolah agar bisa beradaptasi dengan keadaan pandemi virus corona.

"Ke depannya kita juga tidak hanya memberikan informasi, tapi juga perlengkapan kesehatan seperti face shields," kata Andre. Menurutnya virus corona tidak bisa dihindari.  Hingga tersedia vaksin untuk virus ini, seluruh pihak harus bisa beradaptasi hingga keadaan bisa kembali seperti sedia kala.

"Situasi ini tidak bisa kita hindari, sampai vaksinnya ditemukan kita tidak bisa kembali seperti sedia kala, maka butuh kerja sama dari semua pihak," imbuhnya. Pemerintah telah meminta agar masyarakat di Indonesia dapat lebih terbiasa dengan tatanan hidup normal yang baru untuk menghadapi penyebaran virus corona (Covid-19) yang hingga masih merebak di Indonesia.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menegaskan bahwa cara hidup yang baru itu kemudian nantinya menjadi satu-satunya cara untuk dapat mengendalikan penyebaran Covid-19 tersebut dengan baik.

Dengan tetap fokus pada penerapan protokol kesehatan, kata dia, maka dapat terlihat pengendalian terhadap angka penambahan kasus positif baru yang secara sistematis akan terus menurun. "Kita harus tetap produktif dan aman dari Covid-19, ini yang disebut normal yang baru," pungkas dia. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]