Membedah Tantangan Dunia Pendidikan Hadapi New Normal


Jumat,12 Juni 2020 - 10:27:38 WIB
Membedah Tantangan Dunia Pendidikan Hadapi New Normal sumber foto merdeka.com

Pemerintah saat ini tengah mengkaji aturan kenormalan baru atau new normal di sektor pendidikan. Salah satu opsi yang muncul adalah aturan tentang hanya sekolah dan perguruan tinggi di daerah dengan status hijau yang boleh menggelar proses belajar mengajar secara tatap muka. Itupun tetap dengan syarat harus mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.

Dilansir dari laman merdeka.com, "Insya Allah dalam waktu dekat panduannya akan diterbitkan, tadi masih dibahas oleh Mas Menteri (Nadiem Makarim) bersama pejabat eselon satu di Kemendikbud. Salah satunya keputusan hanya sekolah dan perguruan tinggi di daerah dengan status hijau yang boleh menggelar belajar mengajar dengan tatap muka," ujar Prof. Aris Junaidi, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Ditjen Dikti Kemendikbud, yang mewakili Mendikbud Nadiem saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar dengan tema 'Menyiapkan Pendidikan untuk SDM Unggul Era Covid-19 (The New Normal)' yang digelar oleh FKIP Universitas Jember bekerja sama dengan Dewan Pakar Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje), Kamis (11/6).

Meski demikian, akan ada pengecualian tertentu. Seperti untuk mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir diberikan kesempatan untuk tetap belajar di kampus. "Karena mereka harus melakukan penelitian, perlu akses ke laboratorium atau mencari referensi ke perpustakaan, dan tentu berkonsultasi dengan pembimbingnya," lanjut Aris.

Opsi tersebut didukung oleh Rektor Universitas Jember (Unej), Iwan Taruna, yang juga menjadi salah satu pemateri. Menurutnya, dari 31.796 mahasiswa aktif Unej, sekitar 76 persen di antaranya berasal dari daerah yang berstatus merah di Jawa Timur. Sehingga jika proses belajar mengajar secara tatap muka dilaksanakan di Unej, maka dikhawatirkan kampus akan menjadi episentrum baru penularan Covid-19. "Kita sangat berhati-hati dalam memutuskan akan membuka kampus atau meneruskan belajar secara daring," ujar Iwan.

Unej kini sedang mematangkan dua skenario menghadapi era new normal. Skenario pertama adalah blended learning di mana kuliah dilakukan dengan kombinasi antara tatap muka dan daring. "Skenario ini berlaku dengan asumsi pandemi Covid-19 sudah mereda. Mahasiswa akan berada di kampus selama tiga bulan dan melanjutkan belajar secara daring untuk tiga bulan selanjutnya di rumah masing-masing," ujar doktor dalam bidang teknologi pangan ini.

Tetapi jika ternyata pandemi Covid-19 belum mereda, maka mau tidak mau proses belajar mengajar selama satu semester akan dilakukan sepenuhnya secara daring. "Keselamatan dan kesehatan warga kampus adalah yang utama," tegas Iwan.

Tantangan Pendidikan di Era New Normal

Selain soal kapan dimulainya pendidikan secara langsung, tema lain yang menjadi perbincangan pada webinar tersebut adalah terkait kendala dan peluang menyiapkan SDM di era New Normal. Menurut Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Aris Junaidi, pandemi Covid-19 mendorong pendidikan secara daring (e-education) cepat berkembang.

"Kini tantangannya adalah bagaimana menyiapkan SDM yang mampu adaptif dalam era new normal. Khusus bagi perguruan tinggi bagaimana dalam mencetak lulusan melibatkan proses belajar mengajar yang menitikberatkan pada penggunaan teknologi canggih, namun sekaligus berpusat pada manusia yang mengutamakan proses pendidikan dengan cara interaktif, komunikasi dua arah, kolaboratif dan didasari semangat long life learning," papar Aris.

Di sisi lain, Dekan FKIP Unej, Prof Dafik menilai, pembelajaran secara daring hanya bisa untuk transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kompetensi terkait praktik, sikap dan nilai perilaku, masih harus membutuhkan proses pendidikan dengan cara tatap muka.

"Seperti kami di FKIP, setiap tahun bisa mengirimkan seribuan mahasiswa untuk melaksanakan praktik mengajar di sekolah-sekolah. Sejak ada pandemi Covid-19 maka kegiatan tersebut untuk sementara ditiadakan. Padahal mahasiswa FKIP sebagai calon guru memerlukan praktik mengajar di depan kelas," kata Dafik.

Hal ini juga diamini oleh Achmad Djunaidi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo yang juga menjadi peserta webinar. Pembelajaran secara daring di Situbondo, terkendala beberapa hal. Mulai dari akses listrik yang terbatas, sinyal internet yang buruk hingga SDM guru yang belum semuanya terbiasa dengan internet. "Kondisi wali murid juga latar belakangnya beragam, baik dari sisi ekonomi maupun pendidikan. Karena itu perlu intervensi pemerintah menghadapi kendala di daerah," ujar Djunaidi.

Pentingnya kehadiran negara juga diamini oleh pengamat politik LIPI, Siti Zuhro. Koordinasi dan kerja sama antara pemerintah pusat dengan daerah ke depan harus lebih diperkuat. Dengan wilayah yang luas dan kondisi tiap daerah yang berbeda, maka tidak mungkin menyamaratakan kebijakan penanganan Covid-19 untuk semua daerah di Indonesia. Termasuk dalam mengaplikasikan kebijakan pendidikan.

"Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan evaluasi bersama antara setelah tiga bulan penanganan pandemi Covid-19. Saya usul agar penanganan pandemi Covid-19 bermula dari desa dan kelurahan dengan memperhatikan kondisi masing-masing wilayah," jelas Ketua Dewan Pakar Kauje ini.

Webinar kali ini diikuti oleh 451 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, yang didominasi para pemerhati dan insan pendidikan. Anggota Ombudsman Republik Indonesia yang juga alumnus FH Unej, Ninik Rahayu didaulat sebagai moderator acara.  (GA)

 

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]