Rentetan Polemik RUU HIP Berujung Seruan Tunda Pembahasan


Rabu,17 Juni 2020 - 15:58:59 WIB
Rentetan Polemik RUU HIP Berujung Seruan Tunda Pembahasan sumber foto cnnindonesia.com

Rencana DPRmembahas rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) berujung kontroversi di tengah masyarakat. Ada sejumlah keberatan yang diungkap atas RUU inisiatif DPR tersebut seperti isu komunisme, pengerucutan Trisila hingga Ekasila, serta posisi TNI-Polri aktif dalam Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) pun telah mengeluarkan keberatan mereka secara resmi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama. Merespons rentetan keberatan tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD pun menyatakan pemerintah telah meminta DPR RI menunda pembahasan RUU HIP.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan Pancasila wajib memiliki lima sila sebagai satu kesatuan. Pasalnya, rumusan Pancasila adalah rumusan yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

"Enggak bisa disebut satu sila, dua sila, tiga sila, empat sila, tapi lima sila sekaligus sebagai satu kesatuan," kata Mahfud, di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (16/6) malam.

Di tingkat DPR sendiri, RUU HIP ini cuma mendapat dukungan penuh dari 7 fraksi dalam Rapat Paripurna 12 Mei lalu. Fraksi PKS mulanya setuju dengan catatan harus ada perubahan dari draf semula, namun karena catatan-catatan tersebut tidak digubris pimpinan Baleg, sikap akhir FPKS menolak. Sementara Demokrat menyatakan tak akan ikut dalam pembahasan RUU.

Berdasarkan dokumen risalah rapat Baleg DPR RI dari situs resmi dpr.go.id, Rabu (22/4), catatan pertama yang diberikan Fraksi PKS ialah RUU HIP tidak boleh mempertentangkan prinsip ketuhanan dengan prinsip kebangsaan.

PKS juga meminta RUU HIP mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai konsideran.

Kemudian, PKS meminta pasal 6 yang mengatur Trisila dan Ekasila dicabut dari RUU HIP. Kemudian penjelasan umum alinea 1 diminta hanya mengacu kepada Pancasila sebagaimana dimaksudkan di dalam Pembukaan UUD 1945.

Dari luar Senayan, MUI menduga RUU HIP ingin melumpuhkan unsur Ketuhanan pada sila pertama Pancasila secara terselubung dan berpotensi membangkitkan komunisme. MUI mengatakan unsur-unsur dalam RUU HIP mengaburkan dan menyimpang dari makna Pancasila, salah satunya bagian Trisila dan Ekasila yang dinilai sebagai upaya memecah Pancasila.

"Memeras Pancasila menjadi Trisila lalu Ekasila yakni 'gotong-royong' adalah nyata-nyata upaya pengaburan makna Pancasila sendiri," demikian Maklumat MUI Pusat dan MUI se-provinsi Indonesia. "Dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama," katanya lagi.

MUI juga mempertanyakan dan memprotes tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam draf RUU. MUI mengingatkan keberadaan RUU HIP bisa jadi merupakan upaya PKI menghapus citra buruknya dalam sejarah Indonesia, sehingga mereka menilai RUU tersebut wajib ditolak tanpa kompromi.

Sementara itu, Ketua PBNU Bidang Hukum dan Perundang-undangan Robikin Emhas menyampaikan Pancasila merupakan perjanjian agung, tersusun dari lima sila yang memuat nilai-nilai luhur yang saling menjiwai dan satu kesatuan. Ia menyatakan sila Ketuhanan menjiwai Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial itu tidak bisa diperas lagi menjadi trisila atau ekasila.

"Upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila akan merusak kedudukan Pancasila, baik sebagai philosophische grondslag (falsafah dasar) maupun staatsfundamentalnorm (hukum dasar) yang telah ditetapkan pada 18 Agustus 1945," kata Robikin dalam keterangan resminya seperti dikutip dari situs nu.or.id Rabu (17/6).

Robikin juga menyebut ada obsesi untuk menafsirkan Pancasila secara ekspansif, yang bisa menimbulkan ekses negatif berupa menguatnya kontrol negara dalam kehidupan masyarakat.

"Obsesi untuk menafsirkan Pancasila secara ekspansif akan menimbulkan ekses negatif berupa menguatnya kontrol negara dalam kehidupan masyarakat. Penguatan eksesif kelembagaan BPIP dapat melahirkan kembali BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di zaman Orde Baru yang praktiknya menjadi alat sensor ideologi masyarakat," kata dia.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyatakan Pancasila merupakan fundamental norm, atau norma yang esensial. Jika RUU HIP disahkan, kata dia, maka bisa menurunkan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.

"Dengan dibuat Undang-Undang ini justru Pancasila itu kedudukannya akan sama dengan UU lainnya, padahal di dalam sistem hukum kita itu Pancasila yang tertinggi," kata Abdul di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (15/6).

Selain itu, dia juga mengatakan Muhammadiyah menilai nirpencantuman TAP MPRS No XXV/1966 merupakan masalah serius dalam pembentukan RUU HIP. Abdul mengatakan pihaknya masih terus akan mengkaji dan menginventarisasi berbagai macam problematika yang ada di dalam RUU ini. Menyikapi, kritik untuk menghapus pasal yang mengatur ciri pokok Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila dalam RUU HIP, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto angkat bicara.

Ia menyebut sikap itu diambil karena partainya mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat terkait polemik RUU HIP yang sedang dibahas di DPR RI. "Dengan demikian terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Minggu (14/6).

Hasto menyampaikan PDIP juga menerima aspirasi terkait ketiadaan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme sebagai konsideran. PDIP sepakat RUU HIP melarang paham-paham seperti komunisme.

"Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terjadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan," tuturnya.

Di luar itu, Mahfud MD kemarin mengatakan surat resmi pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP itu sedang disiapkan Menkumah Yasonna H Laoly untuk dikirim ke DPR. (GA)

 

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]