Kaleidoskop 2020: Pandemi Menghentikan Semua, Kecuali Pilkada dan Korupsi

Senin,28 Desember 2020 - 10:37:16 wib
Kaleidoskop 2020: Pandemi Menghentikan Semua, Kecuali Pilkada dan Korupsi
sumber foto merdeka.com

Dunia diserang virus mematikan Covid-19 sepanjang 2020. Sedikitnya, 1,73 juta orang meninggal akibat terinfeksi virus tersebut. Desember 2019, virus bermula dari seorang pedagang pasar di Wuhan, China. Tak sampai setahun, 78,7 juta orang terjangkit di hampir seluruh negara dunia.

Dilansir dari laman merdeka.com, dunia heboh. Hampir seluruh sendi kehidupan manusia terganggu akibat pandemi ini. Ekonomi paling terdampak. Banyak negara mendeklarasikan diri dilanda resesi. Termasuk Indonesia.

Maret 2020, virus SARS-CoV-2 ini terdeteksi masuk ke Indonesia untuk pertama kalinya. Hingga Desember 2020, kasus Covid-19 di Tanah Air terus meningkat, bahkan terus tembus rekor tertinggi penambahan kasus dalam 24 jam terakhir.

Sejumlah even besar skala dunia pun berguguran. Rencana raup keuntungan gagal. Misalnya, Olimpiade Tokyo yang seharusnya digelar tahun ini, terpaksa ditunda hingga 2021. Kemudian Formula E yang akan dihelat di Jakarta juga turut terdampak penundaan. Bahkan, Federasi Sepakbola Eropa (UEFA) mengumumkan Piala Eropa 2020 yang sedianya digelar pada 12 Juni-12 Juli juga mengalami penundaan.

Sekolah ditutup. Para siswa diminta belajar dari rumah dengan skema online atau daring, termasuk di Indonesia. Salat Jumat di masjid ditiadakan, demi menekan angka penularan yang kian tak terkendali.

Seluruh mall diminta tutup. Restoran dibatasi. Pintu keluar masuk di sejumlah daerah dibatasi. Akibatnya, terjadi PHK dimana-mana. Kerugian besar tak terelakan lagi. Banyak perusahaan dan UMKM yang bangkrut. Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) hingga Juni 2020, setidaknya 5,4 juta pekerja harus terkena PHK dan 600 ribu pekerja dirumahkan lantaran pandemi.

Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) memilih metode ‘gas dan rem’ dalam penanganan pandemi. Kesehatan dan ekonomi berjalan beriringan. Lockdown tak diterapkan, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dianggap menjadi solusi.

Kampanye menggunakan masker, mencuci tangan dan mejaga jarak (3M) juga terus dikumandangkan. Bansos untuk masyarakat miskin disalurkan. Sejumlah keringanan pajak juga dilakukan.

9 Bulan setelah kasus Covid-19 pertama masuk, angka penularan Covid-19 terus meningkat. Data Kemenkes mencatat pada Kamis (24/12), terjadi penambahan 7.514 kasus baru. Total kasus tercatat 686 ribu dan menyebabkan 20.408 kasus kematian.

Dalam upaya menyelesaikan pandemi, ilmuwan di dunia kini berlomba, berpacu dengan waktu untuk membuat vaksin Covid-19 yang aman dan efektif secepatnya. Ada yang gagal seperti di Australia, vaksinya justru memicu penyakit mirip HIV. Ada juga yang berhasil, seperti Pfizer Amerika Serikat yang diklaim efektif lebih dari 90 persen melawan Covid-19.

Indonesia sendiri telah bersiap melakukan vaksinasi pada awal 2021. Vaksin Sinovac asal China, yang dipilih Indonesia untuk menekan laju penularan Covid-19 di Tanah Air. Semua kegiatan dan event besar dihentikan di seluruh dunia. Namun, tidak untuk Pilkada serentak dan perilaku korupsi di Indonesia.

Pilkada dan Korupsi Jalan Terus

Di tengah upaya menekan penyebaran virus corona, pemerintah memutuskan tetap melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. Padahal, dalam setiap Pilkada, masyarakat berpesta pora dan melakukan kampanye, sehingga menyebabkan kerumunan.

Keputusan tersebut menuai pro dan kontrak di tengah masyarakat. Aktivis dan organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat membuat petisi untuk menolak pemilihan Kepala Daerah tahun 2020, melalui laman charge.org.

Mereka memandang Perppu Nomor 2 Tahun 2020, tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Penyelenggara Pemilu sehubungan dengan penyelenggaraan Pilkada serentak yang diatur untuk dilaksanakan pada bulan Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19.

Kekhawatiran tersebut ditepis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman. Dia memastikan, pelaksanaan Pilkada 2020 ini tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia. Hal itu dibuktikan dari jumlah pelanggaran Protokol kesehatan (Prokes) yang hanya 2,2 persen.

Namun, buktinya 63 dari 1.470 bakal calon peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang sementara ini telah terkonfirmasi positif Covid-19. Bahkan, empat kandidat meninggal dunia karena dinyatakan positif Covid-19 sebelum penyelenggaraan Pilkada pada Rabu, 9 Desember 2020.

Tak sampai di situ, berdasarkan data yang dikumpulkan 2-7 Desember 2020, sebanyak 79.241 dari 1.739.618 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dinyatakan reaktif Covid-19. 10.087 Orang di antaranya telah melakukan isolasi mandiri. Kemudian, ada 19.897 orang melakukan swab, sehingga 4.824 petugas telah diganti.

Kemudian terdapat 5.511 orang melakukan tes ulang rapid dan sisanya 39.318 orang masih menunggu laporan tindak lanjut. Adapun total KPPS saat Pilkada 2020 sebanyak 2.054.045 orang dan yang sudah melakukan rapid test sebanyak 1.739.618 orang. Selanjutnya, ada 19.631 surat keterangan influenza, sedangkan 294.796 orang masih dalam proses input data.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat ada 2.126 pelanggaran protokol kesehatan pencegahan virus corona (Covid-19) dalam dua bulan terakhir masa kampanye Pilkada 2020. Tingginya angka pelanggaran lantaran metode kampanye dengan tatap muka masih paling diminati, yaitu mencapai 91.640 kegiatan.

Satu hal lagi korupsi. Kegiatan pencurian uang rakyat oleh pejabat negara justru kian marak terjadi di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, dua menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin ditangkap KPK.

Pertama yakni Edhy Prabowo yang ditangkap saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia disebut korupsi ekspor baby lobster. Pascaditangkap, Edhy meminta maaf dan memilih mundur dari kursi menteri dan pengurus Partai Gerindra, tempatnya bernaung.

Kedua, Politikus PDIP Juliari Batubara juga ditangkap KPK. Lebih ironis lagi, dia ditangkap karena korupsi bantuan sosial untuk rakyat miskin dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Juliari diduga memotong Rp10 ribu dari total anggaran yakni Rp 300 ribu per paket sembako untuk dibagikan ke jutaan rakyat miskin. Baik Edhy maupun Juliari kini tengah mendekam di penjara akibat perbuatannya. (GA)

 

BERITA LAINNYA