Harga Pupuk Nonsubsidi Naik 120 Persen, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Senin,01 November 2021 - 11:37:29 wib
Harga Pupuk Nonsubsidi Naik 120 Persen, Pemerintah Diminta Turun Tangan
sumber foto liputan6.com

Pemerintah berkomitmen menjaga stok dan keterjangkauan harga pupuk baik subsidi maupun nonsubsidi untuk meningkatkan produktivitas lahan petani. Di sektor perkebunan, petani sawit meminta intervensi pemerintah karena harga pupuk nonsubsidi naik signifikan 70 persen-120 persen.

Dilansir dari laman liputan6.com. Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI Gunawan menjelaskan bahwa pupuk sebagai salah satu sarana produksi yang sangat strategis bagi pertanian. Tidak saja mempengaruhi capaian produksi. Tetapi berdampak sosial sangat luas karena menjangkau sekitar 17 juta petani, pada 6063 Kecamatan, 489 Kabupaten dan 34 Provinsi.

Hal ini diungkapkan dalam webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan Perbaikan Tata Kelola Pupuk: Realitas dan Fakta.

Berkaitan pupuk bersubsidi, dikatakan Gunawan, tata kelolanya menjadi perhatian seluruh pihak terkait. Di era 4.0 dimana transparansi publik dan pertanggungjawaban sosial selalu menjadi sorotan. Hal ini menjadi tantangan yang luar biasa bagi petugas yang menangani pupuk bersubsidi.

Menurut Gunawan upaya peningkatan produktivitas pertanian dapat terwujud salah satunya dukungan dari kegiatan pemupukan.”Proses pemupukan yang tepat sasaran berkontribusi tinggi dalam pencapaian produksi pertanian seperti padi,” ujar.

Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan RI, kebutuhan pupuk untuk petani mencapai 22,57 - 26,18 juta ton atau senilai Rp 63-65 triliun dalam lima tahun terakhir. Tetapi, keterbatasan anggaran pemerintah hanya dapat mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 8,87 juta- 9,55 juta ton dengan nilai anggaran Rp 25-32 triliun.

Muhammad Hatta menjelaskan ada lima potensi masalah yang menjadi persoalan pupuk bersubsidi yaitu perembesan antar wilayah, isu kelangkaan pupuk, mark up Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk di tingkat petani, alokasi menjadi tidak tepat sasaran, dan Produktivitas tanaman menurun.

“Memang masalah tadi akan berdampak lebih lanjut bagi turunnya produktivitas tanaman. Disebabkan petani tidak menggunakan tepat waktu dan jumlahnya,” kata Hatta.

Kebijakan tata kelola untuk pupuk bersubsidi meliputi lima tahapan. Pertama, perencanaan. Dalam menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian, terutama penyusunan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) oleh kelompok tani didampingi penyuluh, termasuk menginput data, verifikasi, validasi melalui sistem e-RDKK.

Kedua, pengadaan dan penyaluran pupuk oleh PT.PIHC dari Lini I-II-III-IV-Petani (yang terdaftar padai sistem eRDKK) sesuai Permendag No. 15/2013.

Ketiga, pelaksanaan supervisi secara berjenjang mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten Propinsi dan Pusat, Pengawasan oleh Tim KP3 (Unsur Dinas dan aparat hukum).

Keempat, kegiatan verifikasi dan validasi penyaluran dilakukan secara berjenjang oleh Tim Verval mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pusat melalui Dashboard Bank (Kartu Tani) dan sistem eVerval (KTP) berbasis android/T-Pubers.

Kelima adalah pembayaran meliputi PT PIHC mengajukan usulan pembayaran dilengkapi dokumen sesuai persyaratan. Namun sebelumnya dilakukan verifikasi dokumen dan lapangan (sampling) oleh Tim Verval Kecamatan sampai Pusat. “Nah pengajuan pembayaran ke KPPN,” ujarnya.

Berpijak dari tahapan tadi, Hatta menegaskan Kementerian Pertanian melibatkan multi pihak dalam pengaturan tata kelola pupuk bersubsidi. Artinya, tidak bekerja sendiri dalam mengurus pupuk bersubsidi. Seperti di tingkat perencanaan dijalankan Kementan, penyaluran PIHC, verifikasi dan monitoring dibantu pemerintah daerah.

Di perkebunan sawit, petani meminta pemerintah untuk melindungi tata kelola pupuk non subsidi. Pasalnya, harga pupuk melonjak tinggi dalam delapan bulan terakhir. Harga pupuk baik tunggal dan majemuk naik antara 70 persen-120 persen. (RF) 

 

BERITA LAINNYA