Rupiah Berpotensi Melemah pada Perdagangan Selasa 26 Juli 2022

Selasa,26 Juli 2022 - 10:38:23 wib
Rupiah Berpotensi Melemah pada Perdagangan Selasa 26 Juli 2022
sumber foto liputan6.com

Pada perdagangan Senin (25/7/2022) Rupiah ditutup menguat 20 poin walaupun sempat menguat 40 poin di level Rp 14.993. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 15.013. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Selasa, 26 Juli 2022.

Dilansir dari laman liputan6.com. "Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.980 hingga Rp 15.020,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Senin, 25 Juli 2022. Secara internal, Ibrahim menuturkan, kondisi ekonomi global saat ini menghadapi tekanan yang sangat besar akibat tingginya harga komoditas, inflasi yang terus menanjak, dan risiko pembengkakan utang dan mengarah terhadap risiko resesi secara menyeluruh.

Indonesia pun turut terpengaruh oleh berbagai tekanan dan gejolak yang ada, terutama tingginya inflasi yang memacu banyak bank sentral global menaikkan suku bunga. Namun, risiko perekonomian Indonesia berasal dari tekanan luar negeri, bukan dari dalam negeri, karena fundamental dan kinerja sejauh ini yang cukup baik.

"Dilihat dari tingkat inflasi Indonesia tergolong masih rendah dari kondisi negara-negara lainnya, karena masih cukup dekat dengan harapan pemerintah, yakni di kisaran 4 persen. Kondisi itu bisa terjadi di antaranya karena bauran kebijakan fiskal dan moneter, oleh Pemerintah dan Bank Indonesia," ujar Ibrahim. Di sisi lain, menurut Ibrahim, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dan terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

Dolar AS Menguat

Indonesia pun menuai berkah dari tingginya harga komoditas, karena merupakan eksportir batu bara dan crude palm oil (CPO). Meskipun begitu, Indonesia tetap menanggung besarnya beban subsidi akibat harga minyak global yang membengkak.

Sedangkan fundamental ekonomi Indonesia ada dalam kondisi baik, sehingga mampu menjaga perekonomian tumbuh di rentang 5 persen. Dan Indonesia dapat melanjutkan tren positif pada tahun ini, di tengah berbagai tekanan global. Sementara itu, Dolar AS berada pada pijakan yang kuat pada Senin, karena para pedagang bersiap untuk kenaikan suku bunga AS yang tajam minggu ini dan mencari keamanan karena data menunjukkan melemahnya ekonomi global.

Federal Reserve AS mengakhiri pertemuan dua hari pada hari Rabu dan pasar memperkirakan kenaikan suku bunga 75 basis poin (bp), dengan sekitar 9 persen peluang kenaikan 100 bp.

“Perlambatan telah mendorong para pedagang untuk menarik kembali ekspektasi pengetatan, khawatir ekonomi yang goyah hanya dapat menahan begitu banyak kenaikan suku bunga, tetapi investor belum menurunkan dolar terlalu jauh dari tonggak tertinggi mengingat prospek global begitu suram,” pungkas Ibrahim.

Kurs Rupiah Amblas 4,9 Persen, Bank Indonesia Masih Tenang

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 20 Juli 2022 nilai tukar rupiah terDepresiasi atau melemah 4,9 persen dibandingkan posisi akhir 2021. Kendati begitu, Kepala Grup Dept. Ekonomi & Kebijakan Moneter Bank Indonesia Wira Kusuma, mengatakan, depresiasi rupiah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan mata uang negara-negara berkembang lainnya.

“Namun kalau kita bandingkan tingkat depresiasi negara-negara tetangga, kita relatif lebih baik dibanding negara lain. Contoh, sampai 20 Juli secara point to point kita terdepresiasi 4,9 persen, namun negara seperti Malaysia 6,42 persen, India 7,05 persen, Thailand 8,93 persen, jadi relatif kita lebih baik dari hal itu,” kata Wira dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (25/7/2022).

Hal itu disebabkan karena ketidakpastian di pasar keuangan yang masih tinggi, sehingga menyebabkan aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia menjadi tertahan. “Tapi secara umum sektor eksternal kita yang digambarkan oleh neraca pembayaran Indonesia itu masih solid. Namun karena portofolio terjadi capital outflow itu menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar,” ujarnya.

Waspadai Inflasi

Meski demikian, yang perlu diwaspadai Indonesia adalah inflasi. Sebab hingga kini inflasi terus meningkat, tercatat pada Juli mencapai 4,53 persen. “Tapi kita lihat sumber inflasinya itu disebabkan oleh imported inflation dengan harga komoditas global yang meningkat,” katanya.

Imported inflation adalah salah satu jenis inflasi yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar sehingga berdampak pada naiknya harga impor dari luar negeri.

Disisi lain, Wira menegaskan, untuk komponen inflasi yang lain, seperti core inflasi atau inflasi inti masih pada sasarannya. Kemudian, adanya exchange rate pass-through membuat nilai tukar yang semakin terdepresiasi. “Hal ini juga menyebabkan menambah tekanan inflasi. Hal-hal inilah yang harus menjadi pertimbangan kita,” ujarnya. Sebagai informasi, Exchange rate pass-through (ERPT) adalah persentase perubahan harga (domestik, impor maupun ekspor) sebagai akibat dari perubahan satu persen dalam kurs.

(RF)

BERITA LAINNYA