Ini Cara Bank Sentral Brasil "Bantai" Dolar, Bisa Ditiru BI?

Rabu,30 November 2022 - 09:28:54 wib
Ini Cara Bank Sentral Brasil
sumber foto cnbcindonesia.com

Nilai tukar rupiah masih terus tertekan melawan dolar Amerika Serikat (AS) menjelang berakhirnya 2022. Sepanjang tahun ini, Mata Uang Garuda tercatat merosot 9,3%, melansir data Refinitiv. Faktanya, sepanjang tahun ini hanya ada 3 mata uang saja yang menguat melawan dolar AS. Rubel Rusia menjadi yang terbaik dengan penguatan lebih dari 20%, disusul peso Meksiko 5% dan real Brasil sekitar 4%. Penguatan rubel menjadi mata uang terbaik di dunia sudah tak asing lagi, perang Rusia - Ukraina berdampak pada sanksi negara-negara Barat ke berbagai sektor, alhasil Presiden Vladimir Putin menerapkan kebijakan capital control.

Dilansir dati laman cnbcindonesia.com. Selain itu, tingginya harga energi plus menurunnya impor akibat sanksi membuat Rusia menikmati surplus neraca perdagangan yang jumbo. Capital control tentunya tidak bisa diterapkan di Indonesia, sebab akan mempengaruhi persepsi investor. Aliran modal asing berisiko seret. Sementara itu, real Brasil dan peso Meksiko mampu menguat berkat suku bunga acuan yang tinggi. Imbal hasil (yield) obligasinya pun tinggi, selisih dengan yield Treasury AS menjadi lebar. Suku bunga acuan di Brasil saat ini sebesar 13,75% dan di Meksiko 10%. Brasil sudah menaikkan suku bunga sejak Maret 2021 lalu dari 2%. Kali terakhir suku bunga dinaikkan pada Agustus lalu sebesar 50 basis poin. Artinya bank sentral Brasil sejak kuartal I-2021 sudah menaikkan suku bunga sebesar 1175 basis poin.

Kenaikan tersebut tentunya jauh dari The Fed (bank sentral AS) yang sejauh ini menaikkan 375 basis poin. Sementara bank sentral lainnya, termasuk Bank Indonesia (BI)kenaikan suku bunganya lebih sedikit ketimbang The Fed. Kenaikan sangat agresif yang dilakukan bank sentral Brasil membuat yield obligasi tenor 10 tahun melesat ke atas 13%, yang tentunya menjadi atraktif bagi investor asing untuk mengalirkan modalnya ke Brasil. Bandingkan dengan yield Treasury AS yang saat ini berada di kisaran 3,7%, selisihnya sangat lebar. Sementara negara-negara lainnya, termasuk Indonesia selisihnya semakin menyempit. Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 6,9%, selisihnya dengan Treasury hanya 3,2% saja.

Tingginya suku bunga dan yield di Brasil memicu aksi carry trade, di mana pelaku pasar meminjam dolar AS dan menginvestasikannya di obligasi Brasil. Mata uang real pun menjadi perkasa, sepanjang tahun ini menguat sekitar 4% melawan dolar AS. Langkah agresif bank sentral Brasil mungkin bisa ditiru oleh Bank Indonesia, tetapi tentunya tidak tepat. Suku bunga yang terlalu tinggi akan membuat perekonomian terpukul, apalagi kali sampai menyentuh dua digit tentunya akan terjadi guncangan yang besar. Kenaikan suku bunga BI memang jauh lebih rendah dari The Fed, tetapi sudah bisa meredam pelemahan rupiah lebih dalam lagi. Melihat The Fed masih akan menaikkan suku bunga hingga awal tahun depan, BI pun sepertinya akan mengimbangi.

Selain itu, guna menjaga stabilitas rupiah, BI perlu untuk bisa menarik devisa hasil ekspor yang berada di luar negeri. Seperti diketahui neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus dalam 30 bulan beruntun. Pada periode Januari - Oktober 2022, surplus tercatat lebih dari US$ 45 miliar. Namun, hal tersebut belum tercermin di cadangan devisa Indonesia yang justru terus mengalami penurunan. Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri. Sementara itu, real Brasil dan peso Meksiko mampu menguat berkat suku bunga acuan yang tinggi. Imbal hasil (yield) obligasinya pun tinggi, selisih dengan yield Treasury AS menjadi lebar.

Suku bunga acuan di Brasil saat ini sebesar 13,75% dan di Meksiko 10%. Brasil sudah menaikkan suku bunga sejak Maret 2021 lalu dari 2%. Kali terakhir suku bunga dinaikkan pada Agustus lalu sebesar 50 basis poin. Artinya bank sentral Brasil sejak kuartal I-2021 sudah menaikkan suku bunga sebesar 1175 basis poin. Kenaikan tersebut tentunya jauh dari The Fed (bank sentral AS) yang sejauh ini menaikkan 375 basis poin. Sementara bank sentral lainnya, termasuk Bank Indonesia (BI)kenaikan suku bunganya lebih sedikit ketimbang The Fed. Kenaikan sangat agresif yang dilakukan bank sentral Brasil membuat yield obligasi tenor 10 tahun melesat ke atas 13%, yang tentunya menjadi atraktif bagi investor asing untuk mengalirkan modalnya ke Brasil.

Bandingkan dengan yield Treasury AS yang saat ini berada di kisaran 3,7%, selisihnya sangat lebar. Sementara negara-negara lainnya, termasuk Indonesia selisihnya semakin menyempit. Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 6,9%, selisihnya dengan Treasury hanya 3,2% saja. Tingginya suku bunga dan yield di Brasil memicu aksi carry trade, di mana pelaku pasar meminjam dolar AS dan menginvestasikannya di obligasi Brasil. Mata uang real pun menjadi perkasa, sepanjang tahun ini menguat sekitar 4% melawan dolar AS. Langkah agresif bank sentral Brasil mungkin bisa ditiru oleh Bank Indonesia, tetapi tentunya tidak tepat. Suku bunga yang terlalu tinggi akan membuat perekonomian terpukul, apalagi kali sampai menyentuh dua digit tentunya akan terjadi guncangan yang besar.

Kenaikan suku bunga BI memang jauh lebih rendah dari The Fed, tetapi sudah bisa meredam pelemahan rupiah lebih dalam lagi. Melihat The Fed masih akan menaikkan suku bunga hingga awal tahun depan, BI pun sepertinya akan mengimbangi. Selain itu, guna menjaga stabilitas rupiah, BI perlu untuk bisa menarik devisa hasil ekspor yang berada di luar negeri. Seperti diketahui neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus dalam 30 bulan beruntun. Pada periode Januari - Oktober 2022, surplus tercatat lebih dari US$ 45 miliar. Namun, hal tersebut belum tercermin di cadangan devisa Indonesia yang justru terus mengalami penurunan. Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.

(iv)

BERITA LAINNYA