Dolar AS Diramal Menguat 3 Bulan ke Depan, Rupiah Terpuruk?


Jumat,08 Juli 2022 - 17:13:16 WIB
Dolar AS Diramal Menguat 3 Bulan ke Depan, Rupiah Terpuruk? sumber foto cnbcindonesia.com

Dolar Amerika Serikat (AS) sedang kuat-kuatnya. Selain karena kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif, isu resesi juga membuat dolar AS menjadi primadona. Hal ini membuat para analis memprediksi dolar AS masih akan terus menguat setidaknya dalam 3 bulan ke depan. Tentunya ini menjadi kabar buruk bagi rupiah.

Dilansir dari laman cnbcindonesia.com. Hasil survei yang dilakukan Reuters pada periode 1 - 6 Juli menunjukkan 37 dari 48 analis analis memperkirakan dolar AS masih akan menguat 3 bulan ke depan. 19 di antaranya memproyeksikan penguatan bisa berlanjut hingga 10 bulan, 10 orang mengatakan 12 bulan. Bahkan masing-masing 4 analis memperkirakan the greenback bisa menguat setidaknya 1 dan 2 tahun ke depan.

The Fed hingga Juni lalu sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%. Bulan ini, bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali menaikkan sebesar 50 - 75 basis poin, dan di akhirnya tahun suku bunga diproyeksikan berada di kisaran 3,25% - 3,5%. Hal ini tentunya menopang penguatan dolar AS.

Belum lagi dengan isu resesi yang semakin santer. Status dolar sebagai aset safe haven dan "menguasai" dunia membuatnya menjadi primadona. The greenback menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Harga aset juga mayoritas dipatok dengan dolar AS.

Berdasarkan data dari Atlantic Council yang mengutip data dari bank sentral AS (Federal Reserve/The) pada periode 1999-2019, penggunaan dolar AS dalam transaksi internasional di wilayah Amerika Utara dan Selatan mencapai 96,4%. Kemudian di Asia Pasifik nilainya mencapai 74%. Porsi penggunaan dolar AS hanya lebih kecil di Eropa yakni 23,1% saja. Maklum saja, Eropa memiliki mata uang tunggal yakni euro yang kontribusinya terhadap perdagangan ekspor impor di Eropa mencapai 66,1%.

Di sisa dunia lainnya, penggunaan dolar AS mencapai 79,1%. Belum lagi melihat porsinya di cadangan devisa global yang hampir 60%, terlihat jelas bagaimana dominasi dolar AS di dunia finansial. Artinya, dolar AS bisa diterima di mana-mana. Hal ini membuat permintaannya selalu tinggi, apalagi dengan The Fed yang agresif menaikkan suku bunga, aliran modal tentunya masuk ke Negeri Paman Sam.

Meski demikian bukan berarti rupiah bisa terpuruk. Meski sempat menembus ke atas Rp 15.000/US$ pada Rabu lalu, kinerja rupiah sebenarnya cukup bagus dibandingkan mata uang kawasan Asia lainnya. Apalagi ada kabar baik dari dalam negeri, saat inflasi menanjak, konsumen Indonesia masih pede terhadap outlook perekonomian.

Seperti diketahui Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini melaporkan inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%. Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.

Kelompok volatile menjadi pemicu kenaikan inflasi yang tinggi tersebut. Kenaikan harga kelompok volatile menembus 2,51% (mtm) dan 10,07% (yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir. Jika dilihat lagi inflasi volatile meroket di item bahan makanan yang mencapai 2,3% (mtm) dan 9,57% (yoy). Meski inflasi tinggi, apalagi harga pangan, ternyata konsumen masih optimistis, terlihat dari laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Bank Indonesia (BI) kembali merilis hasil survei konsumen, Hasilnya IKK pada Juni 2022 berada di 128,2, sedikit menurun dibandingkan sebelumnya yakni 128,9.

IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang. Pada IKK Mei 2022, survei IKK yang bertepatan pada Hari Raya Idul Fitri berada di 128,9, naik tajam dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pada Juni, IKK tetap berada pada level optimis.

IKK yang masih tinggi membuat outlook perekonomian masih bagus. Sebab, semakin tinggi IKK, konsumen cenderung akan semakin banyak belanja yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya. Belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022.

Selain itu, tingginya harga komoditas yang membuat surplus neraca perdagangan dan transaksi berjalan juga menjadi modal yang bagus untuk rupiah. Belum lagi cadangan devisa BI yang besar. Kemarin BI melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu berada di US$ 136,4 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 135,6 miliar.

Cadangan devisa merupakan "amunisi" bagi BI untuk melakukan intervensi terhadap pergerakan rupiah jika mengalami tekanan yang besar. BI memiliki kebijakan triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, obligasi, dan domestic non-deliverable forward (NDF). Selain itu, BI sampai saat ini belum menggunakan senjata pamungkasnya yakni suku bunga. Jika suku bunga akhirnya dinaikkan, maka sentimen terhadap rupiah akan terdongkrak. (RF)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]