OPEC Bikin Rupiah Melemah Sendirian di Asia


Kamis,06 Oktober 2022 - 14:00:09 WIB
OPEC Bikin Rupiah Melemah Sendirian di Asia sumber foto cnbcindonesia.com

Kurs rupiah sempat stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), kemudian terkoreksi tipis pada pertengahan perdagangan Kamis (06/10/2022). Namun, terkoreksinya rupiah terjadi ketika mayoritas mata uang di Asia bergerak menguat terhadap si greenback. Mengacu pada data Refinitiv, rupiah stagnan pada pembukaan perdagangan di Rp 15.190/US$. Sayangnya, rupiah kembali terkoreksi meski tipis aja 0,01% ke Rp 15.192/US$ pada pukul 11:00 WIB. Pada Rabu (5/10), ADP telah merilis laporan data tenaga kerja yang mengukur perubahan tenaga kerja sektor swasta non-pertanian yang bertambah 208.000 pekerjaan pada September 2022. Angka tersebut melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 200.000 pekerjaan.

Dilansir dari laman cnbcindonesia.com. Meski data tersebut merupakan berita baik, tapi pada situasi saat ini menjadi berita buruk. Pasalnya, pasar tenaga kerja yang ketat, membuat inflasi sulit diredam dan bisa bertahan lebih lama, sehingga akan menekan The Fed untuk kembali agresif dengan menaikkan suku bunga acuannya. Berita tersebut akhirnya menekan pasar, sehingga imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun kembali naik 16 basis poin (bps) ke 3,7729% pada Rabu (05/10), setelah sempat turun di bawah 3,6% pada hari sebelumnya. Hal tersebut juga meningkatkan permintaan akan dolar AS, apalagi dolar AS merupakan salah satu mata uang safe haven yang biasa dicari ketika situasi ekonomi sedang tidak bersahabat. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS bergerak menguat 0,75% ke posisi 110,89.

"Saya pikir itu hanya mengingatkan orang bahwa Anda mungkin agak terlalu dini dalam mencoba menilai penurunan suku bunga di AS," kata Ahli Strategi Mata Uang Westpac Imre Speizer dikutip Reuters. "Itu mendorong kenaikan suku bunga dan mendorong dolar AS, ketika langkah agresif Federal Reserve untuk mengendalikan inflasi menetapkan langkah bagi bank sentral di seluruh dunia," tambahnya. Katalis negatif di pasar global bertambah ketika perkumpulan negara-negara produsen minyak mentah dunia yang tergabung dalam OPEC+ telah menyetujui untuk memangkas produksi 2 juta barel per hari yang akan dimulai pada November 2022. Pemangkasan produksi tersebut menjadi yang terbesar sejak 2020. Langkah ini tentunya akan membatasi pasokan minyak mentah di pasar yang memang sudah ketat.

Produksi yang lebih sedikit tersebut diprediksikan akan memulihkan harga minyak mentah dunia yang sempat drop ke US$ 90 dari US$ 120 pada tiga bulan yang lalu. Langkah tersebut mencerminkan keinginan negara-negara penghasil minyak mentah untuk membendung penurunan harga global baru-baru ini, dengan membatasi pasokan minyak mentah sehingga harga akan tetap tinggi. Setelahnya, harga minyak mentah jenis Brent naik 1,7% ke US$ 93,37 per barel dan menjadi posisi tertinggi sejak 15 September 2022. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melesat 1,4% ke US$ 87,76 per barel dibandingkan dengan harga di perdagangan sebelumnya. Sementara itu, dari dalam negeri tampaknya investor perlu mencermati rilis data cadangan devisa yang dijadwalkan akan dirilis pada Jumat (7/10/2022). Cadangan devisa yang baik tentunya dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.

Persediaan minyak mentah yang semakin ketat tentunya akan menambah beban pada angka inflasi hampir di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Apalagi notabennya, Indonesia merupakan net importir minyak mentah. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Petralite dan solar bersubsidi pada awal September 2022, berdampak langsung pada melonjaknya angka inflasi. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada periode September mencapai 1,17%. Dengan demikian inflasi secara tahunan atau year on year (yoy) mencapai 5,95%. Secara lebih rinci, inflasi yang melonjak didorong oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), antara lain Pertalite, Solar dan Pertamax pada awal September oleh pemerintah. Terlihat inflasi harga diatur pemerintah 13,28%.

Maka dari itu, jika kecenderungan harga minyak mentah dunia berada di US$ 100 per barel, maka yang ditakutkan yakni angka inflasi akan kembali naik. Di Asia, rupiah terkoreksi sendirian meski tipis saja. Sementara mayoritas mata uang di Asia berhasil menguat, di mana baht Thailand menguat terbesar 0,61% dan menjadi mata uang berkinerja terbaik di Asia. Disusul oleh dolar Singapura dan dolar Taiwan yang terapresiasi masing-masing 0,25% terhadap dolar AS. Sementara dolar Hong Kong stagnan dan tertahan di HKD 7,849/US$.

 

Mata Uang

Kurs Terakhir

% Perubahan

USD/CNY

7.1135

-0.09%

USD/HKD

7.8496

0,00%

USD/IDR

15,192

0.01%

USD/INR

81.6200

-0.01%

USD/JPY

144.57

-0.04%

USD/MYR

4.6280

-0.02%

USD/SGD

1.4217

-0.25%

USD/THB

37.24

-0.61%

USD/TWD

31.482

-0.25%


(iv)


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]