Pimpinan KPK Minta Ada Standar Aturan soal Alat Bukti Elektronik


Rabu,08 Juli 2020 - 15:56:06 WIB
Pimpinan KPK Minta Ada Standar Aturan soal Alat Bukti Elektronik sumber foto news.detik.com

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan dalam acara hukum pidana kini sudah mengenal alat bukti elektronik. Namun ia menyebut belum ada standar aturan yang jelas mengenai alat bukti elektronik itu.

Dilansir dari laman news.detik.com, "faktanya, saat ini setiap kejadian kita kadang sudah ada CCTV, kadang ada komunikasi kita sudah terkoneksi dengan orang lain sehingga mengakibatkan kita dalam UU ITE Pasal 5 ayat 1 kita sudah mengenal alat bukti elektronik," kata Nurul Ghufron dalam acara webinar bertema 'Urgensi Kerangka Hukum Pengaturan Bukti Elektronik di Indonesia', Rabu (8/7/2020).

Ia mengatakan, dalam perspektif hukum suatu alat bukti harus memenuhi dua persyaratan yakni syarat materiil dan formil. Karena itu, ia berharap ada standar aturan yang kemudian bisa menegaskan bahwa alat bukti elektronik sudah memenuhi kedua syarat itu.

Pertama, menurut Ghufron, terkait persoalan originalitas dari alat bukti elektronik itu. Ia meminta ada standar aturan untuk mengukur alat bukti elektronik seperti apa yang disebut original dan otentik.

"Yang perlu didiskusikan ke depan kami berharap bicara secara materiil, alat bukti itu tentu perlu memberi ukuran alat bukti elektronik seperti apa yang kemudian originalitas atau otentik, maka kemudian suatu alat bukti elektronik itu seberapa valid. Validitas itu diukur dari originalitas dan otentik alat bukti itu. Bagaimana menjaminnya? tentu yang paham elektronik bisa beri standarnya hukum, kita belum berikan standarnya, alat bukti elektronik seperti apa yang memiliki originalitas dan otentik," jelasnya.

Kedua, menurut Ghufron, terkait standar aturan soal ukuran keutuhan alat bukti elektronik. Sebab, ia menilai selama ini ada sejumlah alat bukti elektronik yang durasinya harus dipotong karena terlalu panjang.

"Kedua, soal komprehensifnya atau keutuhannya. Banyak kali yang kadang alat bukti itu kemudian durasinya satu jam yang semula utuh ke potong. kepotong itu kan menggambarkan ketidakkomprehensifannya," sebutnya.

Ketiga, aturan soal ketersediaan dari alat bukti elektronik itu. Sebab, ia mengatakan alat bukti elektronik itu sangat mudah diduplikasi sehingga kadang keoriginalannya diragukan.

"Ketiga aspek materiil yang didiskusikan adalah ketersediaannya. alat bukti elektronik itu kan dapat kemudian direplikasi dapat copy bagaimana prosedur ketika kemudian membuat duplikasi yang benar dan terjamin original," kata Ghufron.

Selain itu, menurut Ghufron, harusnya ada prosedur operasi standar (SOP) soal alat bukti elektronik itu. SOP itu mencakup bagaimana cara alat bukti elektronik diterjemahkan sebagai fakta dan siapa yang berhak menerjemahkan itu.

"Itu seharusnya menjadi objek yang kita bicarakan ke depan. Sehingga, selain tadi, prosedur ataupun SOP peralihannya, maupun secara personel, personelnya memiliki kemampuan atau tidak. Jadi saya kira kemudian ada prosedur SOP-nya, persyaratan personel yang mengambil kemudian menerjemahkan dalam fakta. Karena bahasa mesin atau bahasa elektronik ada yang kemudian perlu diseminasinya dalam bahasa-bahasa hukum yang bisa dipahami. Itu secara formil," tuturnya. (GA)

 

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]