Dari KMP Vs KIH hingga Riuh UU KPK

Bagaimana Nilai DPR 2014-2019?


Rabu,02 Oktober 2019 - 08:07:47 WIB
Bagaimana Nilai DPR 2014-2019? detik.com

Masa tugas DPR 2014-2019 telah selesai pada 30 September kemarin. Selama lima tahun masa tugas itu, DPR dipenuhi berbagai manuver politik. Bagaimana kualitas mereka?

"Jika boleh menggunakan terminologi lain, kualitas kinerja hanya pada lavel sedang-sedang saja, tidak ada legacy yang sifatnya monumental," kata pakar hukum tata negara, Prof M Fauzan saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/10/2019).

"Mungkin catatan penting yang tidak terlalui baik dapat dilihak pada awal-awal periode DPR 2014-2019, drama 'perebutan' kursi pimpinan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang memunculkan 'DPR tandingan'," sambung Fauzan.

Dilansir berita laman detik.com, berdasarkan ketentuan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR sebagai salah satu lembaga perwakilan memiliki 3 fungsi, yakni fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi budgeting/anggaran. Memperhatikan hal tersebut, maka untuk menilai kenierja DPR periode 2014-2019 dapat dilihat salah satunya dari pelaksanaan ketiga fungsi tersebut.

Untuk legislasi, DPR telah menyelesaikan 91 RUU yang terdiri dari 36 RUU dari daftar Prolegnas 2015-2019 dan 55 RUU kumulatif terbuka. Jika memperhatikan produktifitas kinerja DPR, jumlah RUU yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 jauh lebih sedikit dari DPR periode 2019-2014 yang berhasil mengesahkan 125 UU.

"Namun jika berbicara kualitas UU, maka tentu bukan berkaitan dengan berapa jumlah UU yang dihasilkan pada suatu periode, namun kualitas produk DPR berupa UU dapat dilihat dari seberapa banyak UU dilakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika akhirnya oleh Mahkamah Konstitusi dianggap bertentangan dengan UUD, maka dapat dikatakan bahwa UU tersebut tidak berkualitas," ujar guru besar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.

Adapun fungsi kulitas pengawasan, DPR periode 2014-2019 terkesan sangat cepat menyetujui RUU KPK. Yang apabila dikaji dari UU No 12 Tahun 2011 terkesan tidak dilaksankan sebagaimana mestinya dalam proses pembentukan UU.

"Banyaknya demonstrasi yang menuntut pembatalan UU KPK menunjukan bahwa ada yang 'tidak beres' dalam prosedur pembenatukann dan penetapan RUU KPK menjadi UU. Belum lagi ketaatan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bebas dari korupsi. kolusi dan nepotisme, ternyata ada 30 anggota DPR periode 2014 s/d 2019 yang berurusan dengan KPK, belum lagi banyaknya unsur pemerintah baik gubernyr maupun bupati yang terkena OTT KPK. Termasuk ketaatan dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)," papar Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Wilayah Jawa Tengah itu.

Adapun kualitas fungsi budgeting, fungsi ini sarat dengan kepentingan anggota DPR 2014-2019 yaitu disetujuinya hak pensiun selama hidup anggota DPR , yang terasa sangat tidak adil jika dibandingkan dengan hak pensiun yang diperoleh para birokrat pemerintahan.

"Sebagai wakil rakyat idealnya adalah orang yang sangat minimal kemungkinan melakukan hal-hal yang tidak baik. Dia bukan hanya harus berintegritas tetapi juga harus memiliki kemampuan/kapasitas untuk memahami tupoksi secara komprehensif. Ke depan harus ada perbaikan sistem rekruitmrn anggota DPR atau legislatif pada umumnya, mulai dari mekanisme yang ada di parpol itu sendiri," pungkas Fauzan. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]