Tentang RUU HPP: Aturan Baru PPN, PPh Hingga Tax Amnesty!


Jumat,01 Oktober 2021 - 13:24:22 WIB
Tentang RUU HPP: Aturan Baru PPN, PPh Hingga Tax Amnesty! sumber foto cnbcindonesia.com

Komisi XI DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (RUU HPP) yang disampaikan pemerintah untuk disahkan dalam rapat paripurna. Rencananya akan dilakukan pekan depan.

Dilansir dari laman cnbcindonesia.com, adapun RUU KUP adalah nama baru yang diberikan untuk RUU Ketentuan Umum Perpajakan (RUU). Nama RUU ini diubah sejalan dengan pembahasannya dengan anggota dewan.

Namun, secara keseluruhan RUU ini memiliki tujuan yang sama yakni mereformasi sistem perpajakan di Indonesia. RUU ini mencakup pengaturan kembali fasilitas PPN, kenaikan tarif PPh, implementasi pajak karbon, perubahan mekanisme penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai (BKC), pengampunan pajak, dan ketentuan penghapusan sanksi pidana.

Pengaturan kembali fasilitas PPN dilakukan pemerintah dengan menaikkan tarif. Berdasarkan draf RUU HPP yang diterima CNBC Indonesia, dalam Bab IV Pasal 7 dijelaskan secara rinci tarif terbaru PPN.

Untuk tahun 2022, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai menaikkan tarif PPN menjadi 11%. Ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. Setelah berlaku sekitar dua tahun, tarif kemudian dinaikkan lagi menjadi 12%. Kenaikan PPN menjadi 12% ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Kemudian, pemerintah juga menaikan nilai lapisan penghasilan kena pajak dan menambah satu lapisan baru untuk penghasilan Rp 5 miliar ke atas. Dengan ini maka lapisan penghasilan kena pajak menjadi lima layer.

1. Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (sebelumnya Rp 50 juta) kena tarif 5%

2. Penghasilan di atas Rp 60 juta - Rp 250 juta kena tarif 15%

3. Penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta kena tarif 25%

4. Penghasilan di atas Rp 500 juta - Rp 5 miliar kena tarif 30%

5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar kena tarif 35%.

Pemerintah dan DPR juga menyepakati untuk menerapkan pajak karbon sebesar Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon, dan/atau peta jalan pasar karbon.

Selain menetapkan tarif pajak baru, melalui RUU HPP ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menambah fungsi KTP. Ini untuk menguatkan sistem administrasi perpajakan di dalam negeri.

"RUU ini juga akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah, melalui implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP untuk Wajib Pajak orang pribadi," ujarnya melalui keterangan resmi.

Adapun penambahan fungsi NIK ini sejalan dengan rencana awal DJP yang memang ingin mengintegrasikan KTP dan NPWP.

Dari sisi cukai, lewat RUU diberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk menambahkan barang kena cukai cukup lewat Peraturan Pemerintah.

"Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai (BKC) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR RI untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," tulis draf RUU HPP Bab VII Pasal 4.

Selanjutnya yang disepakati dalam RUU ini adalah pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Di mana rencana ini sebelumnya mendapat penolakan dari banyak pihak karena dianggap akan menurunkan kepercayaan publik kepada pemerintah yang sebelumnya berjanji hanya melakukan pengampunan pajak sekali seumur hidup.

Nyatanya, dalam RUU ini, tax amnesty jilid II disepakati dan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022. Dalam RUU HPP ini, terdapat dua skema program pengungkapan sukarela wajib pajak.

Wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

"Harta bersih yang dimaksud merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak," jelas bleid draft RUU HPP tersebut.

Sebagaimana dikutip Pasal 5 draft RUU HPP, harta yang diperoleh dan dilaporkan WP sejak 1 Januari 1985 - 31 Desember 2015, dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Yang ditetapkan sebagai berikut, seperti dikutip Pasal 7:

a. 6% (enam persen) atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan diinvestasikan pada:

1.  Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

2. Surat berharga Negara.

b.  8% (delapan persen) atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diinvestasikan pada:

1.  Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energy terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

2. Surat berharga negara;

c.  6% (enam persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan:

1. Dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

2. Diinvestasikan pada:

a)  Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

b) Surat berharga negara;

d. 8% (delapan persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ketentuan:

1. Dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

2. Tidak diinvestasikan pada:

a) Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

b) Surat berharga negara;

e. 11% (sebelas persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Skema pengampunan pajak kedua yakni mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta yang disampaikan kepada DJP sejak 2016 sampai 2020. Berikut rincian tarifnya:

12% (dua belas persen) atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan diinvestasikan pada:

  • kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau surat berharga negara;

14% (empat belas persen) atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diiventasikan pada:

  • kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau surat berharga negara;

12% (dua belas persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan:

  • dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

  • diinvestasikan pada: kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau surat berharga negara;

14% (empat belas persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ketentuan: dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan tidak diinvestasikan pada: kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau surat berharga negara;

18% (delapan belas persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.

  • Nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan berdasarkan: nilai nominal, untuk harta berupa kas atau setara kas; atau harga perolehan, untuk harta selain kas atau setara kas.

(GA)


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]