Di usia yang hampir satu abad, Abah Kadim tinggal seorang diri dalam sebuah gubuk berukuran 3x4 meter dengan sekat bambu dan atap ala kadarnya. Ini kisahnya.
Lebih nahasnya lagi, dia tak pernah ditengok oleh sang anak, dan hanya diurus oleh tetangganya. Bah Kadim, begitu dia dipanggil, selama ini tinggal di Kampung Cipinang, RT 3 RW 1, Desa Cipinang, Kecamatan Cibatu, Purwakarta. Selain tidur di tempat yang hanya beralaskan kasur kapuk usang, dia menghabiskan seluruh hidupnya mulai dari tidur, makan, hingga buang air di tempat tersebut.
Kehidupan yang memprihatinkan itu terungkap lagi-lagi oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, yang tengah bersepeda pagi dari rumah dinasnya ke Kecamatan Cibatu sejauh kurang lebih 15 KM. Saat setengah perjalanan dia mendapatkan informasi dari SMS Center perihal keberadaan Bah Kadim, dan memutuskan untuk menuju rumahnya.
Sesampai di rumahnya, pria yang akrab disapa Kang Dedi terpana melihat kondisi yang memprihatinkan tempat Bah Kadim tinggal. Dedi masuk ke dalam rumah dan menghampiri Bah Kadim yang tengah berbaring di dalam rumah. Bah Kadim yang matanya sudah tak mampu lagi melihat karena faktor usia itu bertanya kepada Dedi yang tiba-tiba masuk tanpa sepengetahuannya. "Saha eta (siapa itu)," ucap Bah Kadim, Selasa (22/3/2016).
Tak lama Dedi keluar dari rumah dengan mata berkaca karena terharu dengan kondisi Bah Kadim yang sudah lumpuh dan buta ditambah tinggal sebatang kara di dalam gubuk tak layak huni, juga hanya berharap belas kasihan dari para tetangganya.
Saat ditanyai Dedi, Bah Kadim mengaku dari sembilan kali pernikahannya semasa muda dulu dia dikarunia dua orang anak. Namun kedua anaknya yang sudah dewasa dan berkeluarga itu tak pernah datang untuk menjenguk. Bahkan menurut warga, kedua anaknya itu tak pernah datang menemui sang ayah kala hari raya tiba. "Anaknya tinggal di mana? Panggil sekarang juga. Tidak boleh ini menelantarkan orang tuanya seperti ini," tegas Dedi.
Sekira 10 menit menunggu salah seorang anak Bah Kadim bernama Bu Eruk pun datang karena rumahnya tak begitu jauh. Setelah berbicara empat mata dengan Bu Eruk, Dedi menyimpulkan bahwa sang anak memiliki 'dendam' terhadap ayahnya karena merasa ditinggal saat dia masih kecil.
"Edek kumaha oge, hade goreng na iyeu teh bapak sorangan. Kajeun baheulana pernah kecewakeun. Cing atuh saminggu sekali mah longok. Era maenya kudu diurus ku batur (Mau bagaimana pun, bagus jeleknya ini itu bapak kamu. Walau dulunya pernah mengecewakan. Cobalah satu minggu sekali tengok ke sini. Malu masa harus diurus sama orang lain)," ucap Dedi pada Bu Eruk.
Suasana haru sempat tercipta kala Dedi menyuruh Bu Eruk untuk saling memaafkan terhadap Bah Kadim. "Pak hampura abdi (pak maafkan saya)," tutur Bu Eruk dalam posisi sungkem terhadap Bah Kadim seperti dilansir detik.com.
"Nyak sarua, hampura abah oge mun aya kasalahan (Iya sama, maaf Abah juga kalau ada salah)," ucap Bah Kadim terhadap sang anak.
Sebelum meninggalkan lokasi, Dedi memberikan uang Rp 25 juta terhadap Bu Iroh yang selama ini menjadi tetangga Bah Kadim sekaligus orang yang merawatnya. Uang tersebut dipergunakan untuk membeli sebidang tanah yang nantinya akan dibangun tempat tinggal yang layak. Selain itu Dedi membelikan kasur, pakaian, dan sarung baru untuk Bah Kadim.
Namun Dedi mengingatkan kelak Bah Kadim meninggal dunia nantinya tanah tersebut jangan diberikan pada anaknya, dan tanah tersebut harus dipergunakan sebaik-baiknya oleh Bu Iroh sebagai orang yang selama ini mengurus kehidupan Bah Kadim.
Selain itu secara spontan para pejabat dan PNS yang ikut sepeda pagi bersama Dedi mengumpulkan dan memberikan sejumlah uang terhadap Bu Iroh sebagai bekal makan dan pakaian yang layak untuk Bah Kadim.
"Bah abdi pamit. Abah mah ayeuna tos teu kedah mikiran nanaon deui. Abah mah tinggal hidup tenang, menta hampura ka Gusti nu maha kuasa lantaran baheulana teu nyaah ka budak (Bah, saya pamit. Abah sekarang tidak perlu mikir apa-apa lagi. Abah tinggal hidup tenang, minta maaf ke Allah yang maha kuasa karena dulu tidak sayang sama anak)," tutup Dedi berlalu.(*)
Parl-3180