Sah! The Fed Tak Lagi Agresif, Dunia Tak Jadi Resesi?


Kamis,01 Desember 2022 - 10:07:23 WIB
Sah! The Fed Tak Lagi Agresif, Dunia Tak Jadi Resesi? sumber foto cnbcindonesia.com

Pasar keuangan dalam negeri kompak reli pada perdagangan Rabu (30/11/2022), tercermin dari triple rally di pasar ekuitas, rupiah dan pasar obligasi yang kompak ditutup menguat. Sebelum memulai perdagangan, investor perlu mencermati berbagai sentimen hari ini, yang akan dibahas pada halaman 3. Termasuk di dalamnya bank sentral AS (The Fed) yang akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya bulan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat cukup tajam 0,99% ke 7.081,31 pada perdagangan kemarin. Volume saham tercatat sebanyak 30 miliar lembar dan diperdagangkan dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 1,5 juta kali serta nilai kapitalisasi pasar senilai 9,5 triliun.

Indeks sektoral penopang kenaikan IHSG yakni sektor keuangan yang melesat 1,8%, sektor kesehatan naik tajam 1,2% dan sektor barang konsumen primer menguat 0,89%. Ternyata pasar ekuitas Indonesia bukan satu-satunya yang berhasil mempertahankan posisinya di zona hijau, di mana mayoritas indeks di bursa Asia-Pasifik juga kompak berakhir menguat kemarin. Hanya indeks Nikkei 225 Jepang yang ditutup di zona merah pada hari ini, yakni melemah 0,21% ke posisi 27.968,99. Sedangkan sisanya ditutup di zona hijau. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melejit 2,16% ke posisi 18.597,23, Shanghai Composite China naik tipis 0,05% ke 3.151,34, Straits Times Singapura menguat 0,43% ke 3.290,49, ASX 200 Australia bertambah 0,43% ke 7.284,2, KOSPI Korea Selatan melonjak 1,61% ke 2.472,53

Sentimen global dan Tanah Air yang cenderung positif, membuat tekanan terhadap rupiah pun minim, di mana rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS. Menghentikan penurunannya selama tiga hari beruntun. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,13% di Rp 15.720/US$. Setelahnya rupiah sempat berbalik melemah ke Rp 15.748/US$. Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 15.730/US$, menguat tipis 0,06% di pasarspot. Hal serupa terjadi pada pasar obligasi, di mana harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (30/11/2022).

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun menjadi yang paling besar penurunannya pada hari ini yakni merosot 10,9 basis poin (bp) ke posisi 6,318%. Sedangkan, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) menjadi yang paling rendah penurunannya pada hari ini, yakni turun 3,8 bp menjadi 6,909%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Triple rally terjadi seiring dengan sentimen Tanah Air yang positif. Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) tampaknya sukses menjadi penopang pasar keuangan Indonesia.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2022). Dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sederet menteri serta bankir dan pelaku dunia usaha lainnya. "Stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga komitmen tinggi BI terhadap rupiah pada 2023 Insyaallah menghendaki akan menguat apabila gejolak global mulai mereda," jelasnya. Perry memprediksi pertumbuhan ekonomi di Tanah Air akan tumbuh 4,5% hingga 5,3% pada 2023 dan meningkat menjadi 4,7% hingga 5,5% pada 2024. Sementara inflasi akan menurun.

"(inflasi) 3% plus minus 1% pada 2023 dan 2,5% plus minus 1% pada 2024," kata Perry lagi. Bahkan inflasi 2,5% plus minus 1% juga diperkirakan akan terjadi hingga 2027. Perry juga bilang, BI akan terus melanjutkan penjualan SBN tenor jangka pendek dan pembelian SBN jangka panjang di pasar sekunder dalam hal diperlukan. Selain itu, BI juga akan menjaga imbal hasil SBN agar tetap menarik untuk masuknya portofolio untuk mendukung stabilitas rupiah, sekaligus untuk menjaga agar kenaikan yield (imbal hasil) SBN untuk fiskal tidak berlebihan. "Koordinasi erat dengan Kementerian Keuangan."

Beralih ke Negeri Star and Stripes, bursa saham Wall Street akhirnya sukses ditutup di zona hijau pada perdagangan Rabu (30/11/2022), menghentikan penurunnya selama tiga hari beruntun. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 2,2% ke 34.587. Serupa, indeks S&P 500 lompat 2,7% ke 4.079 dan Nasdaq Composite naik tajam 4,2% ke 11.468. Melonjaknya bursa acuan dunia tersebut terjadi setelah pidato Ketua Fed Jerome Powell yang mengindikasikan adanya penurunan terhadap besaran kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan selanjutnya.

"Masuk akal untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga kami saat kami mendekati tingkat pengekangan yang cukup untuk menurunkan inflasi. Waktu untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga mungkin akan datang segera setelah pertemuan Desember" tuturnya dikutip CNBC International. Namun, Powell memperingatkan bahwa Fed kemungkinan tetap memberlakukan kebijakan yang restriktif untuk waktu yang lama sebelum mengakhiri perang inflasi.

"Meskipun ada beberapa perkembangan yang menjanjikan, jalan kita masih panjang untuk memulihkan stabilitas harga," tambanya. Komentar Powell memperkuat optimisme yang berkembang di antaranya beberapa investor memprediksikan bahwa Fed akan menurunkan besaran kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan 13-14 Desember 2022, setelah empat kenaikan agresif sebesar sepertiga persentase poin untuk menjinakkan inflasi. Setelahnya, imbal hasil yield obligasi AS tenor 10 tahun turun sedikit, mengindikasikan bahwa kekhawatiran investor mereda terhadap keagresifan Fed.

Dengan begitu, indeks Dow Jones dan S&P 500 sukses mengakhiri bulan ini dengan naik lebih dari 4%, sementara Nasdaq berada di jalurnya untuk kenaikan sekitar 3%. Bursa saham acuan dunia, yakni Wall Street perlu dicermati oleh investor. Pasalnya, setelah melemah selama tiga hari beruntun, bursa saham AS akhirnya bangkit kemarin, setelah pidato Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell mengindikasikan kenaikan suku bunga acuan yang lebih kecil pada pertemuan selanjutnya.

Namun, Powell memperingatkan bahwa kebijakan moneter kemungkinan akan tetap ketat untuk beberapa waktu, sampai tanda-tanda kemajuan yang nyata muncul pada inflasi. Artinya, suku bunga tinggi akan dipertahankan dalam waktu yang lama, dan resesi masih tetap mengancam dunia. "Meskipun ada beberapa perkembangan yang menjanjikan, jalan kita masih panjang untuk memulihkan stabilitas harga," tutur Powell dalam sambutan yang disampaikan di Brookings Institution."Dengan demikian, masuk akal untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga kami saat kami mendekati tingkat pengekangan yang cukup untuk menurunkan inflasi. Waktu untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga mungkin akan datang segera setelah pertemuan Desember" tambahnya.

Berdasarkan data dari CME Group, sebanyak 74,7% peluang bahwa Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan Desember, setelah empat kali menaikkan sebesar 75 bps dan menjadi kenaikan yang paling agresif sejak awal 1980-an. Posisi tersebut kian menurun dari prediksi sebelumnya. Melesatnya bursa Wall Street menjadi angin segar pasar keuangan pekan ini dan biasanya memiliki efek domino terhadap bursa saham global, tidak terkecuali IHSG. Sebelum memulai perdagangan hari ini, investor juga perlu mencermati sentimen penggerak pasar, di antaranya: Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan merilis data inflasi per November 2022 pukul 11:00 WIB.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi November akan menembus 0,20% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Kondisi ini berbanding terbalik dengan catatan pada bulan lalu di mana Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,11%. Hasil polling juga memperkirakan inflasi secara tahunan (yoy) akan menembus 5,54% pada bulan ini. Inflasi lebih rendah dibandingkan pada Oktober yang tercatat 5,71%. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan merangkak naik menjadi 3,45% pada November (yoy) dibandingkan 3,31% pada Oktober.

Kenaikan inflasi inti menjadi perhatian, sebab mencerminkan harga barang-barang yang sulit naik atau turun. Namun, kenaikan inflasi inti bisa memberikan tekanan bagi rupiah. Polling CNBC juga sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV November 2022, BI memperkirakan inflasi November menembus 0,18% (mtm).

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan inflasi November lebih didorong faktor musiman. Harga pangan mulai merangkak naik menjelang musim tanam serta persiapan Natal dan Tahun Baru. Merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), mayoritas harga pangan merangkak naik pada November. Rata-rata harga beras pada Selasa (29/11/2022) di banderol Rp 12.300 per kg. Harganya sudah naik 0,82% sebulan. Harga beras menyentuh Rp 12.000/kg sejak 9 September 2022, level yang tidak pernah terjadi sejak April 2021 atau 17 bulan sebelumnya.

Kemudian, harga daging ayam naik 3,68% sebulan menjadi Rp 35.200 per kg pada Selasa pekan ini. Harga telur ayam sudah melonjak 5,28% sebulan menjadi Rp 29.900 per kg dan harga minyak goreng menembus Rp 19.150 per kg. Harganya naik 0,52% sebulan. Kenaikan harga pangan merupakan salah satu kekhawatiran besar Presiden Joko Widodo pada tahun ini. Pasalnya, harga kelompok bahan pangan melonjak sejak awal tahun hingga pertengahan tahun. Inflasi pada kelompok pangan bahkan menembus 2,51% (mtm) pada Juni 2022 atau yang tertinggi sejak Desember 2015.

Untuk menekan inflasi pangan, pemerintah kemudian mengeluarkan sejumlah kebijakan seperti memperbolehkan pemerintah daerah menggunakan APBD untuk operasi pasar. Sementara, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan inflasi tahunan pada November akan mencapai 5,50% dan pada Desember akan menyentuh 5,6%. Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan awal yakni 6,27%. "Kami memperkirakan inflasi (yoy) akan tetap bertahan di kisaran 5-6% hingga semester I-2023," ujarnya. Selanjutnya, investor juga akan disuguhkan dengan berbagai data Purchasing Manufacturing Index (PMI) dari sejumlah negara, termasuk dari dalam negeri.

S&P Global akan merilis PMI Indonesia. Seperti diketahui, PMI Indonesia pada Oktober 2022, ekspansinya mulai melambat ke 51,8 dari 53,7 pada bulan sebelumnya. Menarik ditunggu apakah PMI akan kembali melambat pada November sebagai sinyal perlambatan penerimaan atau kembali melonjak. Inflasi seandainya menurun, dibarengi dengan ekspansi PMI manufaktur, plus The Fed yang akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya tentunya menjadi angin segar, RI makin jauh dari resesi. Selain itu, S&P Global juga akan merilis data PMI untuk benua Asia. Indeks PMI China akan menjadi sorotan utama. Caixin China General Manufacturing PMI sudah berada di bawah 50 atau fase non-ekspansif selama tiga bulan beruntun dari Agustus- Oktober 2022. Indeks diperkirakan masih akan melambat karena melonjaknya kasus Covid-19 di China pada bulan ini. Perlambatan manufaktur China akan menjadi alarm bagi negara-negara yang menggantungkan ekspornya ke China, seperti Indonesia dan Korea Selatan.

(IV)


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]