Struktur Baru KPK Dikritik, Kikis Independensi dan Tabrak UU


Kamis,19 November 2020 - 09:02:10 WIB
Struktur Baru KPK Dikritik, Kikis Independensi dan Tabrak UU sumber foto cnnindonesia.com

Perubahan struktur organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kritik dari aktivis antikorupsi hingga eks Pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Penambahan 19 posisi dan jabatan baru disinyalir menyalahi perundangan dan ditengarai mengikis independensi KPK.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, struktur baru yang diatur melalui peraturan komisi tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Ia menjelaskan struktur KPK mestinya tidak dapat diubah sebab Pasal 26 UU Nomor 30/2002 yang mengatur hal tersebut tidak direvisi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Sejumlah bidang yang diatur dalam pasal 26 antara lain Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

"Namun yang tertuang dalam Perkom (Peraturan Komisi) 7/2020 malah terdapat beberapa penambahan seperti Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat dan Bidang Koordinasi dan Supervisi. Ini sudah terang benderang bertentangan dengan UU KPK," terang Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (18/11).

Kurnia pun menganggap struktur baru KPK yang dinilai lebih gemuk itu rentan dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung (MA).

Alih-alih merombak struktur organisasi, ia menyarankan KPK lebih baik fokus pada perbaikan kinerja. Selain berpotensi menyalahi undang-undang, kebijakan ini pun efektivitasnya dipertanyakan.

Independensi Terkikis

Kritik juga diutarakan Mantan Pimpinan KPK, Busyro Muqoddas. Ketua KPK periode 2010-2011 ini curiga perubahan struktur ini merupakan bagian dari 'master plan' pemerintah sejak lama.

"Kami tidak heran dengan struktur yang super gemuk dan terindikasi berlemak itu. Karena itu bagian dari master plan pemerintah dan dampak destruktif UU KPK Revisi Usulan Presiden," kata Busyro kepada wartawan, Rabu (18/11).

Hal tersebut, lanjut Busyro, ditunjukkan dengan ketiadaan naskah akademik dan riset akuntabel yang menyertai perubahan struktur tersebut. Padahal, kedua proses ini mestinya dilakukan sebelum memutuskan penambahan posisi dan jabatan baru di lembaga antirasuah.

Busyro pun menyebut struktur baru itu rentan pemborosan dan tak efektif bagi pemberantasan korupsi. "Boros dan membuka job seeker dan tidak efektif dalam menggempur struktur state capture corruption yang semakin sistemik dalam genggaman dominasi oligarki taipan dan oligarki politik," dia menukas.

"[Perubahan struktur ini] Wujud kepemimpinan top-down komando. Karakter independen KPK semakin dikikis," sambung Busyro lagi.

KPK melakukan perombakan struktur lembaga antirasuah dengan menambah sejumlah posisi dan jabatan baru melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK.

Perkom 7/2020 sekaligus mengganti Perkom sebelumnya lewat Perkom Nomor 3 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penghapusan dan penambahan sejumlah posisi serta bidang baru di lembaga antirasuah pun dilakukan. Total ada 19 bidang mulai kedeputian hingga direktorat yang ditambah, di antaranya Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktur Jejaring Pendidikan, hingga Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi.

Perkom baru tersebut diketahui menghapus tiga bidang atau posisi yakni Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Direktur Pengawas Internal, Unit Kerja Pusat Edukasi Antikorupsi/ACLC. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]