Amicus Curiae Jerinx, ICJR Kritik Logika IDI Sebagai Golongan


Kamis,19 November 2020 - 11:48:41 WIB
Amicus Curiae Jerinx, ICJR Kritik Logika IDI Sebagai Golongan sumber foto cnnindonesia.com

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mempertanyakan tuntutan pasal penghinaan terhadap golongan tertentu terkait kicauan "IDI Kacung WHO" yang dikenakan kepada drummer Superman Is Dead (SID) I Gede Ary Astina alias Jerinx.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, sebab, itu dianggap tak demokratis, tak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta tak terkait dengan perasaan individu dokter. Hal tersebut diungkapkan ICJR dalam Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) atau pendapat hukum dari pihak yang merasa berkepentingan dalam perkara itu ke Pengadilan Negeri Denpasar.

Dalam sidang Selasa (3/11), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Jerinx dengan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Ia menilai pernyataan Jerinx soal IDI (Ikatan Dokter Indonesia) meresahkan masyarakat dan melukai dokter Indonesia.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Gede Ary Astina alias Jerinx dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan," kata JPU Otong Hendra Rahayu.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitulu berujar ada sejumlah kelemahan penggunaan pasal tersebut dalam tuntutan itu. Terutama, terkait istilah 'antar-golongan' bagi IDI. "Menyamakan organisasi dengan golongan jelas kefatalan besar yang dilakukan oleh Penuntut Umum dengan logika Penuntut Umum," cetusnya, dalam Amicus Curiae yang dikirimkan ke PN Denpasar, Kamis (19/11).

"Apakah kalau ada kritik pada lembaga demokratis seperti NU atau Muhamadiyah artinya menghina Islam?" lanjut dia. Alasannya, pertama, putusan Mahkamah Konsitusi No. 76/PUU/XV/2017 menjelaskan bahwa unsur "antargolongan" memang mewadahi istilah yang tak terwakili oleh "suku, agama, dan ras".

"Namun MK pun tidak secara tegas menjelaskan bahwa golongan 'profesi/mata pencaharian' serta merta masuk ke dalam pengertian unsur antar golongan," tuturnya. MK, kata Erasmus, mengembalikan istilah 'antar-golongan' ini ke konteks keberlakuan serta Pasal 156 KUHP yang menjangkau perlindungan tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda terkait ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan, atau kedudukan menurut hukum tata negara.

"Maka seharusnya yang dapat dirujuk adalah golongan [yang dimaksud pada Pasal 156 KUHP] ini," lanjut Erasmus. Kedua, ada pemisahan antara IDI sebagai kelompok dengan dokter secara umum. Sebab, lembaga berbadan hukum yang tidak secara serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya.

"Pernyataan Terdakwa Jerinx harus dipisahkan dengan narasi 'kehormatan dokter', 'ketersinggungan dokter' karena pernyataan Terdakwa berkaitan dengan kebijakan, berkaitan dengan keahlian kumpulan dokter untuk merekomendasikan dan mengkritik suatu kebijakan pemerintah, yang mengandung aspek kepentingan umum," urainya.

"Hal tersebut seharusnya tidak dinilai berkaitan dengan perasaan dokter secara individual," sambung Erasmus. Ketiga, pemidanaan itu tak sesuai dengan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang sudah diratifikasi Indonesia. Pada Komentar Umum Pasal 19 ICCPR tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi dinyatakan bahwa semua tokoh publik adalah subjek dari kritik.

"Sebagai negara demokratis, Indonesia tidak seharusnya melarang kritik pada institusi yang berinteraksi dengan publik. Organisasi profesi IDI bukan kelompok yang tidak bisa dikritik ataupun tidak bisa diajukan pertanyaan," ujarnya. Diketahui, Jerinx akan menghadapi sidang vonis, hari ini, Kamis (19/11). (GA)


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]