Tagih Penuntasan Kasus Angelika

Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia Kunjungi Mapolda Riau


Selasa,24 November 2020 - 11:18:39 WIB
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia Kunjungi Mapolda Riau Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Indonesia, Arist Mardeka Sirait didampingi Ketua Komnas PA Riau, Dewi Arisanty, dan Wakil Ketua Komnas PA Riau, Parlindungan, SH. MH. CLA yang juga seorang pengacara, gelar pertemuan dengan Wakil Kapolda Riau.

Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Indonesia, Arist Mardeka Sirait didampingi Ketua Komnas PA Riau, Dewi Arisanty, dan Wakil Ketua Komnas PA Riau, Parlindungan, SH. MH. CLA yang juga seorang pengacara, gelar pertemuan dengan Wakil Kapolda Riau, Brigjen Pol Tabana Bangun, Selasa (24/11/2020) di Gedung Mapolda Riau, lantai 2, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru. Kedatangan Komnas PA ke Mapolda terkait koordinasi untuk kelanjutan penanganan perkara diduga matinya Angelika Raya Nofrianti (11 tahun) di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.  

Dilansir dari laman gentaonline.com, Arist Mardeka Sirait menyatakan, pihaknya menaruh perhatian kepada Polda Riau terkait meningkatnya masalah anak dan perkara anak diberbagai Polres di Riau. Di hadapan Wakapolda Riau, Ketum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait berjanji akan memberi penghargaan kepada Kapolres yang berprestasi menyelesaikan kasus anak di lingkungannya.

"Kami berjanji akan mengasih penghargaan kepada Polres yang berprestasi mengungkap kasus anak di Riau, " katanya. Lebih lanjut Arist mengatakan bahwa pihaknya tetap akan menagih hutang kasus pembunuhan bocah Anggelika yang hingga saat ini belum berhasil diungkap.

"Saya mendesak agar kasus angelika mendapatkan titik terang, dimana pihak keluarga masih menunggu hasil kerja dari pihak kepolisian" tambahya. Wakapolda Riau, Brigjen Pol Tabana Bangun berjanji akan menuntaskan kasus Anggelika yang sudah menjadi atensi publik secara nasional. Secepatnya pihak Polda akan melakukan gelar perkara, namun saat ini perlu pemeriksaan saksi saksi tambahan terlebih dahulu.

"Sebelum digelar perkara ini, kita akan panggil dulu saksi tambahan," katanya. Ada tambahan saksi seperti bibi korban yg belum diperiksa. Sebagaimana diketahui kasus kejahatan terhadap anak kian marak di wilayah Provinsi Riau. Sang predator sendiri kebanyakan diketahui masih orang terdekat korban. Bahkan masih ada yang bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum.

Seperti yang dialami gadis cilik usia 11 tahun, Anggelika Boru Pardede. Jasadnya ditemukan di semak-semak belukar, daerah Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar medio 2016 silam. Diduga kasusnya belum terungkap Polda Riau.

"Saya gemes kali dengan Riau, kasus ini (Anggelika, red) tak terungkap. Tak ditangani serius oleh Polda Riau. Ini kasus mengerikan sekali," ucap Ketua Umum Komisi Perlindungan Nasional Anak (Komnas Anak) Indonesia, Arist Merdeka Sirait, kepada wartawan.

Sejak kasusnya bergulir, penanganan kasus Anggelika sudah dilimpahkan ke Polda Riau dari Polsek Siak Hulu. Sejumlah temuan di lapangan, telah membuktikan arah pelaku sebenarnya. Sendal, sepatu dan kacamata korban ada di lokasi. "Padahal barang bukti, sendal dan sepatu ditemukan di lokasi temuan mayat korban. Kasus ini hampir 3 tahun lebih, diduga Polda Riau tak mampu mengungkap kasusnya," kesalnya.

Menurut dia, kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur, khususnya di wilayah Provinsi Riau, sudah sangat tinggi. Mirisnya, para pelaku kejahatan seakan kebal dari hukuman pihak kepolisian setempat. Proses penindakan hukum yang dilakukan pihak polisi, bisa dikatakan mandul. Terbukti, diduga belum tuntasnya kasus pembunuhan Anggelika pada tahun 2016, Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

"Saya rasa, Polda Riau saat ini masih berhutang terkait kasus anggelika," tegas Arist, Rabu (26/8) lalu. Menurut Arist, kala itu dirinya tiba di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, saat menangani kasus pembantaian anak. Bahkan kasus ini sempat menjadi isu nasional.

"Tapi sayangnya, tak diteruskan. Bahkan kasus mutilasi terus dilakukan. Singkatnya, selama kurang lebih 5 tahun situasi Riau dalam menangani permasalahan anak tak kondusif," tuturnya.

Belajar dari kasus ini, Arist menyimpulkan sejak 3 tahun lalu, dirinya telah menyatakan Provinsi Riau masuk Zona Merah, terkait kejahatan terhadap anak. Selain kasus penelantaran anak.

"Kesimpulannya, sampai saat ini, Riau masih posisi zona merah kekerasan terhadap anak. Karena 52 persen itu merupakan penganiayaan dan pelecehan seksual. Harus diatasi. Disini juga ada yang dikatakan gang red (perkosaan massal, red) yang dilakukan oleh dua orang lebih terhadap satu korban," terang Arist.

Fakta data yang terjadi di beberapa kabupaten, khususnya kejahatan seksual kepada anak di Riau sudah mencapai 52 persen. Menurut dia, sejak tahun 2018-2019 angka kejahatan seksual terhadap anak di angka 48 - 52 persen. Belum terhitung tahun 2020.

"Ini yang saya sebutkan Riau darurat atau zona merah. Saat ini 52 persen di Riau adalah kejahatan seksual terhadap anak. Makanya saya bilang Riau darurat kejahatan seksual. sehingga Riau zona merah. Ditambah lagi, adanya sosial baru dipengaruhi teknologi, narkoba dan pornografi," ucapnya.

Atas dasar itu, dia minta kepada Kapolda Riau, agar dapat membongkar kasus kejahatan terhadap anak termasuk Anggelika. Kasus serupa juga terjadi di Provinsi Bali yang katanya juga belum terungkap.

"Saya nilai ini telah gagal, setingkat Polda Riau sampai saat ini kasusnya masih belum jelas. Ini prioritas anak. Dan pelakunya sendiri itu sebagaian besar adalah orang-orang terdekatnya," kata Arist.

Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan saat dihubungi beberapa waktu lalu mengatakan tak mengetahui pasti pekembangan kasus tersebut. "Kita tidak tau itu, coba tanya sama pihak polisi. Kasus pidana umum ini ditangai polisi," kata Muspidauan.

Lebih lanjut, saat ditanya sejauh mana kasus ini setelah diterbitkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus Anggelika ini, menurut Muspidauan, pihaknya belum menerima berkas perkaranya. Bahkan, dirinya menyarankan pastikan dari pihak polisi.

"Berkas perkas (limpahan, red) tak tau kita. Banyak perkaranya yang ke kita. Tanya polisi (Polda Riau, red), pastikan dulu, baru ke kita," singkat Muspidauan. Sebelumnya, jasad diduga Anggelika ditemukan pada 23 Maret 2016. Sebelumnya gadis 11 tahun itu dilaporkan menghilang sejak 9 Maret 2016. Saat ditemukan, jasad itu sudah tinggal tulang.

Orang tua korban, Salomon Pardede juga sudah menyatakan yakin jasad yang ditemukan itu adalah anaknya. Sebelum menghilang bocah itu pamit dari rumah untuk meminjam buku. Setelah itu, korban tak pernah pulang ke rumah hingga akhirnya ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. (GA)

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]