Setiap tanggal 21 April, kaum perempuan Indonesia memperingati Hari Kartini. Perayaan ini begitu spesial untuk mengenang sosok pahlawan yang sangat menginspirasi perempuan.
Dilansir dari laman lifestyle.com, sosok Raden Ajeng Kartini memang dikenal cerdas, independen, serta memiliki pendirian yang kuat. Semasa hidupnya, dia dikenal sangat gigih memperjuangkan emansipasi wanita Indonesia hingga setara dengan kaum laki-laki.
Bahkan hingga saat ini, sejumlah kutipan atau kata-kata bijak yang telah dibukukan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" masih sangat relevan di zaman modern seperti sekarang. Berikut quotes inspiratif R.A Kartini yang berhasil dirangkum Okezone, Selasa (21/4/2020).
-
"Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata "Emansipasi" belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup didalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri. (Suratnya kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899).
-
"Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik; orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi lagi, dan mereka itu meniru yang tertinggi pula ialah orang Eropa." (Surat Kartini kepada Stella, 25 Mei 1899).
-
"Sesungguhnya adat sopan-santun kami orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak bila hendak lalu di hadapanku. Kalau adikku duduk di kursi, saat aku lalu, haruslah segera ia turun duduk di tanah, dengan menundukkan kepala, sampai aku tidak kelihatan lagi. Adik-adikku tidak boleh ber-kamu dan ber-engkau kepadaku. Mereka hanya boleh menegur aku dalam bahasa kromo inggil (bahasa Jawa tingkat tinggi). Tiap kalimat yang diucapkan haruslah diakhiri dengan sembah. Berdiri bulu kuduk bila kita berada dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya, harus perlahan-lahan, sehingga orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendengar. Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput, bila berjalan agak cepat, dicaci orang, disebut "kuda liar". (Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899).
-
"Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal soleh, orang yang bergelar Graaf atau Baron? Tidak dapat mengerti oleh pikiranku yang picik ini." (Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899).
-
"Duh, Tuhan, kadang aku ingin, hendaknya tiada satu agama di pun di atas dunia ini. Karena agama-agama ini, yang justru harus persatukan semua orang, sepanjang abad-abad telah lewat menjadi biang-keladi peparangan dan perpecahan, dari drama-drama pembunuhan yang paling kejam." (Kartini, 6 November 1899).
-
"Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih." (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900).
-
"Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa bahagia baginya." (Suratnya kepada Nyonya Van Kool, Agustus 1901).
-
"Bolehlah, negeri Belanda merasa berbahagia, memiliki tenaga-tenaga ahli, yang amat bersungguh mencurahkan seluruh akal dan pikiran dalam bidang pendidikan dan pengajaran remaja-remaja Belanda. Dalam hal ini anak-anak Belanda lebih beruntung dari pada anak-anak Jawa, yang telah memilki buku selain buku pelajaran sekolah." (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 20 Agustus 1902).
-
"Kami berikhtiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih suka daripada menolong orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula." (Suratnya kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1902).
-
"Adakah lebih hina daripada bergantung pada orang lain?," R.A Kartini. (GA)