Di hadapanku, Yuni Kartika melantunan ayat suci Al-quran. Dari ayat ke ayat, suara merdu itu memecah sunyinya malam di tanah kelahiran Yuni, Desa Sungai Alam, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Malam itu sengaja saya datang di kediaman Yuni yang baru berusia 12 tahun. Karena dari pagi hingga siang ia sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Bengkalis dan siang harinya setelah istirahat salat dan makan, ia kembali belajar hafidz Al-quran di Pondok Hafalan Al-quran hingga jelang magrib.
Kedua tempat belajarnya ini berdekatan. Ia berjalan kaki ke tempat belajar sekitar 300 meter dari rumahnya. Rutin Yuni lakukan setiap harinya, kecuali Minggu. Di Madrasah Tsanawiyah, ia duduk di kelas tujuh. Yuni terbilang anak yang berprestasi dan cerdas bila dibandingkan dengan teman-teman seusia di daerahnya.
Saya dari Kota Pekanbaru ke Bengkalis hanya khusus ingin menjumpai Yuni Kartika beberapa waktu lalu. Membutuhkan waktu sedikitnya lima jam ditempuh melalui darat dan laut. Ke Pulau Bengkalis saya harus menyebrang Selat Bengkalis dengan kapal penyebrangan di Sungai Pakning, Kecamatan Bukitbatu, Kabupaten Bengkalis.
Kepenatan saya terobati, ketika Yuni dengan tepat melantunkan Al-quran saat saya menguji untuk melanjutkan sekelumit ayat yang saya bacakan kala itu. Sepenggal surat yang saya bacakan adalah Al Baqarah Ayat 205. Yuni mampu melanjutkan bacaanku hingga aku memerintahkan untuk berhenti. Ia hafal tanpa memegang Al-quran dan tanpa ragu-ragu melafazkannya.
Terdengar fasih dan sesuai setiap makhraj huruf dan tajwid yang diucapkan juara I Tahfidz Al-quran Tingkat Kabupaten Bengkalis ini. Siapa menyangka, di usianya yang terbilang belia, anak dari seorang bapak buruh pengangkut pasir ini sudah mampu menghafal hingga lima juz Al-quran. Ditambah lagi ia berpretasi di berbagai lomba menghafal Al-quran. Menariknya lagi, uang dari hasil juara setiap lomba yang ia ikuti, selalu ditabung untuk menggapai cita-cita mulianya. Sudah puluhan juta rupiah yang ia tabung.
“Cita-cita Yuni ingin membahagiakan kedua orang tua dengan menaikkan haji bapak dan emak. Dan Yuni mau masuk sekolah penghafal Al-quran di luar negeri. Yuni mau menjadi penghafal Al-quran hingga 30 jus,” tegas Yuni ketika saya menanyakan apa cita-citanya kelak.
“Yuni mulai mengaji dan menghafal Al-quran sejak ie kecik. Ketike itu ie masih berumo empat tahon atau masih sekolah setingkat TK,” kata Suryani, ibu kandung Yuni, kepadaku dengan logat kental bahasa Melayu.
Anak pertama dari dua bersaudara pasangan Khairuddin dan Suryani, tinggal di rumah papan berarsitektur Melayu tradisonal. Di ruang keluarga sederhana itu, ada puluhan piala dan piagam penghargaan yang menghiasi lemari dan dinding-dinding hingga terlihat rumahnya kaya. Saya sempat tercengang.
Buah prestasi yang didapat gadis yang ingin menjadi guru ini, sudah ada puluhan piala dan piagam penghargaan serta sertifikat dari berbagai kompetisi yang diikutinya. Semua piala dan piagam penghargaan tersusun rapih di ruang keluarga itu.
Kompetisi menghafal Al-quran pertama yang diikuti Yuni adalah, Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) se Desa Sugai Alam Tahun 2008 lalu. Saat itu, Yuni masih duduk di kelas tiga SD dan berhasil meraih juara pertama. Setelah itu, Yuni terus mengikuti MTQ di tingkat yang lebih tinggi karena prestasinya yang telah dirainya, mulai tingkat kecamatan, se-Kabupaten Bengkalis, hingga tingkat Provinsi Riau. Semua even ini ia berprestasi meraih juara.
Bila sebagian orang menghafal Al-quran dari juz tarakhir ke awal, justru Yuni menghafalnya dari juz pertama, Al Baqarah dan seterusnya. Semuanya berawal dari minat dan keinginanya sendiri sedari kecil, mengajinya lancar dan dia juga sangat suka menghafal Al-quran.
“Emak dan bapak Yuni enggak pernah memaksa agar Yuni bisa menghafal Al-quran. Yuni menghafal Al-quran keinginan Yuni sendiri,” terang Yuni sembari tersenyum.
Sampai saat ini, kompetisi MTQ yang Yuni ikuti hanya sampai tingkat provinsi. Yuni berharap, kelak dapat berkompetisi di MTQ tingkat nasional bahkan sampai tingkat internasional. “Semoga harapan Yuni bisa terwujud,” kataku. “Aamiin,” sambut Yuni si anak pemalu ini.
Khusus di bidang pembelajaran umum, Yuni juga meraih prestasi yang cukup gemilang. Sejak kelas satu SD, ia terus meraih juara pertama di kelasnya hingga menyelesaikan studi kelas enam. Untuk itu, ia berhak mendapatkan bantuan beasiswa dari sekolah khusus untuk anak berprestasi dari keluarga kurang mampu, yang setiap bulanya ditransfer ke rekeningnya langsung.
Pengaruh Semangat Orang Tua Yuni
Orang tua laki-laki Yuni bekerja sebagai buruh angkut pasir di Pelabuhan Utama Bengkalis. Sementara ibu kandung Yuni hanya sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada posisi istimewa dari pekerjaan kedua orang tua Yuni. Cuma dari cara didiknya yang yang luar biasa patut menjadi pelajaran bagiku.
Memang tidak serta merta yang kita harapkan terhadap anak bisa begitu saja terwujud. Peran orang tua berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang kecerdasan anak. Yuni Kartika dididik dengan tangan-tangan sederhana, namun tetap mengedepankan semangat rasa kasih sayang.
“Saye tidak pernah maghah same anak-anak, cume saye tegas. Di kala anak-anak harus belajo, ye belajo, jangan bermain. Saye tak ingen anak saye tak sekolah tinggi seperti saye. Mereke harus bise sarjana semue,” harap Khairuddin, bapak kandung Yuni yang hanya tamatan setara SMP.
Selaku orang tua, Suryani, ibu kandung Yuni punya kiat-kiat khusus dalam menjaga hafalan Al-quran anaknya. Di antaranya, menjaga makanan dan asupan gizi yang diterima sang anak, benar-benar halal lagi baik. “Dengan makanan yang sehat dan halal sangat berpengaghuh terhadap perilaku anak kite,” jelas Suryani.
Peran orang tua mendidik anak, diakui Suryani, juga memang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Bila anak seusia Yuni lebih banyak bermain dan keluyuran ke luar rumah, Yuni malah lebih banyak belajar dan memperbaiki hafalanya setiap selesai salat lima waktu.
Diakui Suryani, meskipun ia dan suami bukanlah penghafal Al-quran, tapi besar harapan keduanya agar sang anak dapat menjaga hafalan yang telah didapatnya. “Kalau bise diselesaikan sampai dapat menghafal isi Al-quran hingge 30 juz. Saran yang saye berikan kepade anak-anak, yaitu mengulang-ulang bacaan Al-quran yang telah dihafal di kale melaksanakan salat fardu,” harapnya.
Meski berasal dari keluarga yang pas-pasan, Khairuddin, sang ayah, tidak patah arang dan terus ikhlas membesarkan kedua anaknya. Lebih-lebih lagi demi harapan menggapai cita-cita anak-anaknya. “Keje keghas yang setiap hari saye lakukan hanyelah demi keluarge. Terutame bagi anak-anak agar mereke jangan putus sekolah,” harapan mulia Khairuddin.(*)
Parl-3180