PSBB, PPKM, serta Kekarantinaan Kesehatan


Kamis,02 September 2021 - 14:15:56 WIB
PSBB, PPKM, serta Kekarantinaan Kesehatan Gusri Putra Dodi SH MH, sumber foto riaubisnis.id

Oleh Gusri Putra Dodi, SH MH

Coronavirus Disease 19 atau yang lebih dikenal dengan nama "Covid-19" saat ini, virus yang berasal dari negeri tirai bambu tepatnya di Wuhan pada tahun 2019 yang lalu. Kehadiran virus yang menurut beberapa kalangan ahli Kesehatan sebenarnya virus tersebut tidak lah mematikan sebagaimana yang diberitakan oleh berbagai media.

Namun, banyak memang yang meregang nyawa Ketika orang-orang yang terpapar oleh covid-19, namun kematian yang dialami oleh banyak orang dari berbagai belahan dunia tersebut Kembali menurut para praktisi Kesehatan bukanlah disebabkan oleh covid-19. Akan tetapi kematian tersebut lebih disebabkan adanya penyakit bawaan dari si penderita, yang dikenal dalam dunia Kesehatan dengan istilah kormobid atau kormobiditas.

Jauh sebelum covid-19 mengunjungi dan hingga saat ini betah untuk tinggal di Indonesia, pemerintah bersama dengan legislatif telah mengesahkan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dari sisi pembangunan politik hukum nasional dapat dilihat, bahwa tunjuan pembuatan undang-undang ini tidak lain adalah untuk memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Namun, seringkali yang jadi masalah adalah pengimplemtasian suatu undang-undang di Indonesia tidaklah seperti yang dicita-citakan oleh undang-undang itu sendiri.

Pemerintah seringkali inkonsistensi dalam pelaksanaan produk yang dibuatnya sendiri, sebagai contoh nyata adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Sebagaimana ditetapkan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah bertanggungjawab dalam melindungi Kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan Kesehatan mayarakat melalui kekarantinaan kesehatan. Artinya, ketika masyarakat mengalami suatu keadaan yang secara faktuil telah memperlihatkan ancaman resiko terserang oleh penyakit seperti adanya saat ini, maka pemerintah wajib menetapkan adanya keadaan darurat kesehatan untuk selanjutnya diberlakukan karantina kesehatan.

Sejak awal tahun 2020, covid-19 masuk ke Indonesia, pemerintah tidak pernah menetapkan keadaan darurat Kesehatan bagi Indonesia. Dalam mengelola keadaan, pemerintah selalu melakukan formulasi kebijakan yang berubah-ubah untuk menekan dan menurunkan angka pertumbuhan covid-19. Mulai dari pemberlakuan PSBB, hingga pemberlakuan PPKM saat ini.

Anehnya, segala peraturan yang dibuat dalam rangka mulai pelaksanaan PSBB, hingga PPKM saat ini, selalu merujuk dan menjadikan UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai salah satu konsiderannya. Istilah PSBB, misalnya, diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, yang mana dalam undang-undang tersebut dinyatakan, bahwa PSBB merupakan respon dari kedaruratan kesehatan masyarakat.

Secara sederhana dapatlah diartikan, bahwa jika pemerintah ingin menerapkan PSBB, maka terlebih dahulu harus ditetapkan keadaan kedaruratan Kesehatan masyarakat. Akan tetapi fakta yang ada saat ini adalah pemerintah menerapkan PSBB tanpa menetap status kedaruratan Kesehatan masyarakat terlebih dahulu, yang mana setelah masa PSBB berakhir pemerintah menerapkan lagi keadaan yang sama sebenarnya namun diubah penyebutannya dengan istilah PPKM, PPKM inilah yang telah diperpanjang berjilid-jilid oleh pemerintah.

Tidak hanya sebatas penggunaan istilah dan penerapan keadaan dari UU Kekarantinaan Kesehatan yang “diselundupkan” pemerintah kedalam pelaksanaan PSBB dan PPKM, tetapi jika terjadi pelanggaran oleh masyarakat dilapangan. Maka aturan hukum dan sangsi yang digunakan adalah sangsi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kerantinaan Kesehatan.

Sudah tidak sedikit lagi masyarakat yang didakwa dan dituntut di muka pengadilan, karena dianggap melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Maka dalam hal ini, terlihat sikap pemerintah yang ambigu terhadap pemberlakuan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, di satu sisi pemerintah tidak mau menerapkan undang-undang tersebut secara komprehensif karena ada resiko anggaran yang harus ditanggung pemerintah, sementara disisi lain undang-undang diterapkan secara parsial tanpa ada pernyataan pemerintah yang menetapkan kedaruratan Kesehatan masyarakat.

PSBB dan PPKM, dijadikan sebagai alat oleh pemerintah untuk melakukan rekayasa sosial kehidupan masyarakat saat ini. Maka apa yang dikatakan oleh Roscoe Pound tentang teorinya yang menyatakan “Law is a tool of social engineering” sedang di praktikkan di Indonesia saat ini, para sarjana hukum tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut.

Mungkin dibeberapa kalangan dan sudah menjadi rahasia umum khusunya bagi pihak-pihak yang sering bersinggungan dengan kalangan masyarakat menengah ke bawah, pertanyaan yang sering timbul dan terdengar tersebut adalah sampai kapan kah kita akan “terkungkung” seperti ini. Maka tidak lain, yang paling pas dan tepat dalam menjawab pertanyaan demikian adalah pemerintah.(*) 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]