16 Tahun Mandek Kasus Munir di Balik Kepentingan Penguasa


Selasa,08 September 2020 - 09:42:14 WIB
16 Tahun Mandek Kasus Munir di Balik Kepentingan Penguasa sumber foto cnnindonesia.com

16 tahun lalu, tepatnya 7 September 2004, aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib meregang nyawa dalam pesawat yang membawanya ke Amsterdam, Belanda. Ia tewas diracun menggunakan arsenik.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, pembunuhnya, Pollycarpus Budihari Priyanto telah divonis 14 tahun, bahkan sudah bebas. Namun, keadilan dinilai belum tiba. Aktor utama di balik kasus belum terendus. Pollycarpus dinilai hanya eksekutor lapangan, bukan aktor intelektual.

Selain proses hukum pidana di kepolisian, pemerintah saat itu juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengetahui secara utuh kasus Munir. TPF dibentuk pada 23 Desember 2004 dan dipimpin Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Marsudi Hanafi.

Hasil investigasi tim itu kemudian diserahkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Namun hingga kini, temuan itu tak kunjung terungkap ke publik.

KontraS kemudian mengajukan gugatan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Tergugatnya adalah Kementerian Sekretariat Negara yang dinilai menyimpan dokumen itu. Pada 10 Oktober 2016, KIP memutuskan dokumen tersebut bukan dokumen rahasia.

Dalam dokumen TPF itu diyakini ada banyak bukti baru yang bisa digunakan untuk membuka kembali kasus pembunuhan Munir. Harapannya, pengungkapan kasus tidak hanya berhenti pada Pollycarpus sebagai pelakunya, tanpa pernah diketahui siapa dalang sesungguhnya.

Alih-alih membuka dokumen tersebut, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara malah mengajukan keberatan atas putusan KIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pada Februari 2017 PTUN memutuskan membatalkan putusan KIP.

Tak tinggal diam, Kontras mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan PTUN tersebut. Lalu pada Juni 2017 MA menguatkan putusan PTUN bahwa dokumen TPF Munir bukan informasi publik dan tidak harus dibuka.

Upaya terus dilakukan. Saat ini KontraS mempersiapkan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan MA terkait dokumen TPF Munir. KontraS menduga penyebab dokumen TPF Munir tak kunjung diungkap ke publik karena menyangkut kepentingan politik para penguasa.

Nama pejabat yang kemudian diduga terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir adalah Muchdi Purwoprandjono, mantan Deputi V Badan Intelejen Negara (BIN).

"Hal tersebut membuat para pejabat saling melindungi kepentingan sehingga tidak berani membuka isi dokumen TPF Munir ke publik," seperti dikutip dari laman kontras.org, Selasa (8/9). Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengingatkan kasus kematian Munir memasuki masa kedaluwarsa dua tahun mendatang, yakni 2022.

"Wajar apabila muncul semacam kekhawatiran bahwa kasus ini terancam tidak bisa dibuka kembali ketika memasuki masa kedaluwarsa yaitu 18 tahun," kata Usman saat menggelar konferensi pers '16 Tahun Pembunuhan Munir' yang disiarkan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting, Senin (7/9).

Menurut Usman, penanganan hukum dalam kasus pembunuhan Munir memang ditangani dengan aturan hukum pidana nasional. Maka dua tahun mendatang kasus ini akan ditutup dan tak akan bisa diusut lagi.

Hal berbeda akan terjadi jika kasus ini kemudian dibawa ke ranah hukum pidana internasional, di mana kasus tersebut tak akan mengalami masa kedaluwarsa dan bisa terus diusut hingga pelaku atau dalang pembunuh Munir benar-benar tertangkap. "Dengan kata lain ketentuan masa kedaluwarsa ini tidak berlaku jika kasus ini digolongkan ke dalam tindak pidana luar biasa atau extraordinary crime," kata Usman. (GA)

 

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]