Harga TBS Sawit Anjlok, Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Bangkrut


Jumat,08 Juli 2022 - 11:39:37 WIB
Harga TBS Sawit Anjlok, Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Bangkrut sumber foto liputan6.com

Asosiasi Petani Kelapa Plasma Sawit Indonesia mengeluhkan pemberlakuan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di tengah anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Dilansir dari laman liputan6.com. Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Plasma Sawit Indonesia MA. Muhammadyah meminta pungutan ekspor CPO ini untuk dihapus. Sebab menurutnya, pungutan ekspor yang mencapai 55 persen dari harga Ekspor CPO membebani petani sawit "Dan dari pungutan ekspor tidak perlu lagi mensubsidi industri biodiesel karena harga Crude Oil (minyak fosil) sudah lebih mahal dari CPO," kata dia.

Selain pungutan ekspor, Muhammadyah menilai ada kebijakan lain terkait sawit yang juga harus dicabut yaitu DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation). Kedua kebijakan ini dinilai mempersulit ekspor CPO yang akhirnya menyebabkan terjadinya over stock di tangki-tangki penimbunan CPO di pabrik pabrik kelapa sawit

"Semua ini memberatkan kehidupan petani sawit karena pungutan ekspor CPO yang mencapai 55 persen dan aturan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation, setelah ekspor CPO di ijinkan kembali membuat harga Tandan buah segar jatuh hingga 200 persen dari harga saat sebelum ada pelarangan ekspor CPO," jelas dia.

Terkait pungutan ekspor CPO atau Levy yang dipungut oleh BPDPKS, Muhammadyah menyatakan jika kebijakan ini hanya memperkaya perusahaan-perusahaan biodiesel dan merugikan perekonomian negara khususnya masyarakat sawit dan juga membuat lemah neraca perdagangan Indonesia karena berkurangnya ekspor dari sektor komoditas CPO dan turunannya. Hal ini pada akhirnya berimbas pada pemasukan devisa negara.

Pungutan Ekspor

Sementara jika kebijakan pungutan ekspor CPO diterapkan secara ekonomis serta ditiadakannya DMO dan DPO dinilai akan membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus.

Hal ini dibuktikan dengan neraca perdagangan Agustus 2021 yang tercatat surplus sebesar USD 4,74 miliar. Capaian ini merupakan hasil kontribusi surplus neraca nonmigas sebesar USD 5,43 miliar, di saat neraca migas tercatat defisit sebesar USD1,23 miliar. Pada Januari-Agustus 2021, surplus neraca perdagangan mencapai total USD 19,17 miliar.

"Jadi saya ingatkan kepada Pak Jokowi dalam situasi ketidakpastian perekonomian Global dan kebutuhan akan pemulihan ekonomi akibat Covid 19 lebih cepat maka Industri Sawit harus dijadikan andalan dalam perekonomian nasional bukan malah membuat kebijakan yang mematikan industri sawit nasional dimana kita sebagai penghasil sawit terbesar di Indonesia," tuturnya.

Terkait harga minyak goreng domestik, Muhammadyah berpendapat jika saat ini harga komoditas tersebut sudah mencapai keseimbangan harga pasar. Bahllan, kini minyak curah sudah banjir di pasar-pasar. "Nah saatnya Jokowi menyelamatkan industri sawit nasional dengan mencabut Pungutan Ekspor CPO, DMO dan DPO," ucapnya.

"Sebab jika dibiarkan seperti ini keadaan industri sawit nasional, maka masyarakat di luar Jawa yang banyak mengandalkan pendapatan rumah tangga dari sektor industri sawit. mereka bisa menjadi masyarakat yang masuk katagori masyarakat miskin nanti akibat hancurnya industri sawit nasional," tutup Muhammadyah.

Luhut Minta Sri Mulyani Pangkas Tarif Pungutan Ekspor CPO

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan minta pajak ekspor minyak kelapa sawit diturunkan. Tujuannya untuk menggenjot tingkat ekspor CPO yang tengah mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) petani lokal. Ia mengaku telah menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati guna merealisasikan tujuannya itu. Ia menyebut ini jadi bentuk insentif bagi pelaku ekspor minyak kelapa sawit.

"Tadi malam saya bicara sama menteri keuangan nanti PE nya mungkin kita bawa sampai kebawah sehingga orang kepaksa dikasih insentif untuk ekspor," katanya dalam Rapat Koordinasi Audit Industri Kelapa Sawit di Hotel Sahid Jakarta, Kamis (7/7/2022). "Kalau ekspor tangkinya kosong kan dia musti ambil TBS, TBS nanti diproses, nanti harganya naik," tambah dia.

Ia meyakini, harga TBS petani yang murah saat ini imbas dari sektor hulu yang masih tersendat. Salah satunya mengenai kegiatan ekspor crude palm oil (CPO) yang masih tertahan. Menko Luhut menaksir, dalam waktu dekat, kegiatan ekspor CPO ini akan kembali menggeliat. Sehingga mempengaruhi stok di tangki-tangki pabrik minyak kelapa sawit.

"Permasalahan masih terjadi di sisi hulu, dari ekspor masih membutuhkan waktu, sekarang kita coba mungkin dua minggu dari sekarang mungkin pertengahan bulan, tanggal belasan atau akhir itu ekspor sudah mulai lancar," katanya. "Kalau itu lancar kita harapkan tbs akan membaik, tapi gak cukup itu aja. Itu lanxar supaya lancar kita mungkin kita akan menurunkan (pajak ekspor)," tambahnya.

Upaya Lainnya

Selain meminta menurunkan biaya pajak ekspor, Menko Luhut juga mengungkap akan melakukan hal yang lain. Salah satunya alokasi ke program B30. "Kemudian kita bikin B30 menjadi B40, itu juga ada setengah juta ton harus masuk kesana, itu juga nanti berarti permintaan naik," katanya. Selanjutnya, ia berniat untuk melakukan ekspor bio solar. Tentunya ini setelah disuplai dengan CPO untuk mempengaruhi kandungannya. "Sehingga kita juga bisa total 3 juta ton terserap disini. Sehingga kemudian harga kita ini bisa makin baik keatas," ujarnya. (RF)

 

 

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]