Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya


Jumat,16 April 2021 - 08:28:44 WIB
Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya sumber foto hukumonline.com

Permasalahan Tunjangan Hari Raya (THR) menarik perhatian publik saat ini seiring pernyataan pemerintah mewajibkan perusahaan memberikan tunjangan penuh kepada seluruh karyawan atau buruh saat lebaran ini.

Dilansir dari laman hukumonline.com, kepastian tersebut tercantum dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Munculnya SE Menaker tersebut menjawab kekhawatiran pekerja mengenai pemberian THR secara dicicil bahkan tertunggak akibat tekanan ekonomi saat pandemi Covid-19. Penting diketahui, pemberian THR berlaku tidak hanya pada pekerja aktif saja melainkan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemberhentian diri atau resign. THR karyawan resign diberikan dengan memenuhi persyaratan yang mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Permenaker 6/2016 mengatur syarat dan besaran THR yang diterima bagi pekerja resign tersebut. Dalam artikel klinik Hukumonline “Ketentuan THR Karyawan yang Mengundurkan Diri” dijelaskan bahwa Permenaker 6/2016 menyatakan karyawan yang berhak menerima THR dengan syarat hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 7 Permenaker 6/2016. Sementara, karyawan yang resign lebih dari 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan maka tidak berhak atas THR.

Perlu dipahami masa 30 hari tersebut untuk pemutusan hubungan kerja berakhir bukan pengajuan pengunduran diri. Sehingga, meski karyawan tersebut mengajukan pengunduran diri 45 hari sebelum hari raya keagamaan dan pemutusan hubungan kerjanya 30 hari sebelum hari raya maka tetap berhak menerima THR.

Lalu berapa jumlah THR yang diterima karyawan resign? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu mengetahui dulu dasar pemberian THR. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan menyatakan THR termasuk kategori pendapatan non-upah. Pendapatan tersebut wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja dan keluarganya upaya memenuhi kebutuhan merayakan hari raya keagamaan.

Besaran dan tata cara pemberian THR Keagamaan mengacu pada Pasal 3 Permenaker 6/2016. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah. Sementara, pekerja yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka THR diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan masa kerja dikali satu bulan upah. THR tersebut wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Upah satu bulan terdiri atas komponen upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Bagi pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan. Sementara, bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Apabila penetapan besaran nilai THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan maka dibayarkan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.

THR Wajib Dibayar Penuh

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE Pelaksanaan THR ini ditujukan kepada para Gubernur di seluruh Indonesia.

"Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. Pemberian THR Keagamaan bagi pekerja/buruh merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan. Secara khusus, dalam masa pemulihan ekonomi ini, THR tentu dapat menstimulus konsumsi masyarkat yang mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Ida dalam keterangan persnya, Senin (12/4).

Dalam surat edaran tersebut, SE pelaksanaan THR berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Perusahaan diminta membayarkan THR Keagamaan dilakukan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

"Saya tekankan bahwa THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan pekerja/buruh yang bersangkutan," jelas Ida.

Adapun dalam pelaksanannya, pembayaran THR Keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. THR Keagamaan juga diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Selain itu, SE tersebut juga menyampaikan dalam hal perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 dan berakibat tidak mampu memberikan THR Keagamaan tahun 2021 sesuai waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, Gubernur dan Bupati/Wali kota diminta memberikan solusi dengan mewajibkan pengusaha melakukan dialog dengan pekerja/buruh untuk mencapai kesepakatan yang dilaksanakan secara kekeluargaan dan dengan iktikad baik.

"Kesepakatan tersebut dibuat secara tertulis dan memuat waktu pembayaran THR Keagamaan dengan syarat paling lambat dibayar sampai sebelum Hari Raya Keagamaan tahun 2021 pekerja/buruh yang bersangkutan," kata Ida.

Ida mengatakan, kesepakatan mengenai waktu pembayaran THR keagamaan tersebut harus dipastikan tidak sampai menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR keagamaan tahun 2021 kepada pekerja/buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Perusahaan yang melakukan kesepakatan dengan pekerja atau buruh agar melaporkan hasil kesepakatan kepada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketenagakerjaan setempat," katanya.

Menaker Ida juga meminta kepada perusahaan agar dapat membuktikan ketidakmampuan untuk membayar THR Keagamaan tahun 2021 sesuai waktu yang ditentukan berdasarkan laporan keuangan internal perusahaan secara transparan.

Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan tahun 2021 dan pelaksanaan koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dan daerah, Ida juga meminta Gubernur beserra Bupati/Wali kota untuk menegakkan hukum sesuai kewenangannya terhadap pelanggaran pemberian THR Keagamaan tahun 2021 dengan memperhatikan rekomendasi dari hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan.

Ia juga meminta Gubernur dan Bupati/Wali kota untuk membentuk Pos Komando Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 (Posko THR) dengan tetap memperhatikan prosedur/protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. "Kami juga meminta Gubernur dan Bupati/Wali kota agar melaporkan data pelaksanaan THR Keagamaan tahun 2021 di perusahaan dan tindak lanjut yang telah dilakukan kepada Kementerian Ketenagakerjaan," ucapnya.

Sementara itu, kalangan pengusaha mengakui kemampuan mereka untuk bisa membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh tahun ini tidaklah sama. "Kondisinya disebut pulih, ya belum, tapi memang sedikit lebih baik dari dulu (tahun lalu)," kata Ketua umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (Jusindo) Sutrisno Iwantono seperti dikutip dari Antara, Jumat (9/4).

Menurut Iwan, ada sejumlah perusahaan yang kondisi keuangan dan arus kas (cashflow) yang telah membaik, tapi ada pula yang kondisi keuanganya masih mengalami kesulitan. Ia mengatakan, perusahaan-perusahaan dengan cashflow yang lebih baik dan kuat, kemungkinan akan membayar THR pegawainya secara penuh tahun ini.

Namun, ia juga tidak bisa mengelakkan kondisi sejumlah perusahaan lain yang masih kesulitan dan mungkin harus mencicil THR pegawainya tahun ini. "Perusahaan yang sudah baik, kuat, maka silakan diselesaikan kewajiban THR. Ada yang memang masih sulit, itu mungkin bisa diberi kesempatan untuk dicicil," katanya.

Iwan mengusulkan agar pemerintah bisa memberikan bantuan sosial atau bantuan langsung tunai kepada pegawai dari perusahaan yang masih mengalami kesulitan membayar THR. "Pemerintah mungkin bisa bantu, misal kasih subsidi ke tenaga kerja dalam bentuk BLT (bantuan langsung tunai) atau yang lain," katanya. (GA)


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]