Penjelasan Advokat dan Konsultan Hukum, Parlindungan SH MH CLA

“Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya”


Senin,30 Agustus 2021 - 15:47:18 WIB
“Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Parlindungan, SH. MH. CLA (Advokat, Konsultan Hukum, & Auditor Hukum) (foto: riaubisnis)

Pertanyaan:

Bapak Pengacara/Advokat dan Konsultan Hukum Parlindungan, SH MH CLA di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau yang saya hormati. Saya sudah menikah selama delapan tahun dengan suami saya di Kabupaten Kampar. Saya menikah secara resmi di KUA. Selama hidup dengan suami saya, kami belum dikaruniai seorang anak. Tidak lama setelah pernikahan, kami tinggal di Kota Batam. Selama hampir enam tahun ini, suami saya meninggalkan saya dan tidak pernah menafkahi saya lahir batin. Saya mau bercerai dengan suami saya. Bisakah saya mengajukan gugatan cerai di Kota Batam, sementara kami menikahnya di Kabupaten Kampar.

Nuraini Febrika, di Kota Batam.

Jawaban:

Ibu Nuraini Febrika, terima kasih sudah mengajukan pertanyaan seputar hukum ke Kantor Hukum Parlindungan, SH MH CLA dan Rekan di Pekanbaru. Secara rinci dapat kami jawab atas permasalahan yang Ibu alami saat ini.

Perceraian Menurut Islam

Setiap perkawinan yang dilangsungkan secara ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku, bagi beragama Islam dapat diajukan permohonan perceraiannya di pengadilan agama, lalu bagi yang beragama non-Islam mengajukan gugatan cerainya di pengadilan negeri. Dari perkawinan yang Ibu langsungkan di KUA dulunya, menandakan Ibu dan suami adalah beragama Islam ditandai adanya buku kawin yang sah. Dapat kami jawab proses pengajuan gugatan cerainya berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Namun, dapat kami jelaskan sebelumnya, kalau “cerai talak” adalah inisiatif yang mengajukan perkara ke pengadilan agama datang dari pihak suami, karenanya suami disebut sebagai Pemohon dan istri sebagai Termohon, dimana cerai yang dijatuhkan suami di depan pengadilan sesuai dengan hukum Islam. Dapat dilihat berdasarkan penjelasan Pasal 14 UU Perkawinan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Talak menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi, “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Sedangkan “cerai gugat” adalah inisiatif yang mengajukan perkara ke pengadilan agama datang dari pihak istri, karenanya istri disebut sebagai Penggugat dan suami sebagai Tergugat. Adapun istilah cerai gugat (gugatan cerai) yaitu diajukan oleh istri, sebagaimana terdapat dalam Pasal 132 ayat (1) KHI, yakni, “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atas kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.

Untuk yang beragama Islam, gugatan diajukan di pengadilan agama tempat tinggal atau domisili istri, kecuali dalam hal istri dianggap meninggalkan rumah tanpa izin suami atau istilahnya “nuzyuz”. Apabila kepergian ini ada alasan tertentu, maka harus dijelaskan pada hakim, agar hakim dapat mempertimbangkan alasan kepergiannya sehingga tuduhan nuzyuz tidak terbukti.

Pengaturan tentang perceraian di Indonesia diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Alasan Apa Gugatan Cerai Diajukan?

Dalam Pasal 116 KHI juncto Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 dinyatakan, “Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
  6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
  7. Suami melanggar taklik talak;
  8. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Dari permasalahan yang Ibu alami, walaupun secara spesifik tidak ditegaskan dalam Pasal 116 KHI, namun pada point “g” dinyatakan, “Suami melanggar taklik talak” atau sighat taklik. Apa taklik talak? Taklik talak adalah talak suami yang digantungkan pada suatu sifat tertentu, yang apabila sifat tertentu itu terwujud maka jatuhlah talak suami itu. Atau dengan kata lain, taklik talak/sighat taklik merupakan pernyataan kehendak suami di hadapan para saksi pada saat perkawinan/akad nikah berlangsung.

Isi taklik talak adalah, “Apabila saya:

  1. Meninggalkan isteri saya 2 (dua) tahun berturut-turut;
  2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
  3. Menyakiti badan/jasmani isteri saya; atau
  4. Membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya 6 (enam) bulan atau lebih;

dan karena perbuatan saya tersebut isteri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada pengadilan agama, maka apabila gugatannya diterima oleh pengadilan tersebut, kemudian isteri saya membayar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan tersebut saya memberi kuasa untuk menerima uang iwadh tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.”

Mekanisme Cerai Gugat

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, terdapat dua mekanisme pengajuan gugatan cerai, berdasarkan agama atau keyakinan yang dianut para pihak yang mengajukan perceraian, termasuk tempat perceraian diajukan.

Pasangan suami-istri yang beragama Islam harus tunduk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Perbedaannya terletak pada pihak yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.

Kali ini akan dijelaskan cara menentukan pengadilan agama yang berwenang memeriksa perkara perceraian Ibu Nuraini ditinjau dari wilayah hukumnya. Bahwasanya, setiap pengadilan agama telah ditentukan wilayah hukumnya yakni suatu kawasan atau wilayah dimana kewenangannya dapat dijalankan, atau wilayah kerja, atau sebut saja wilayah teritorialnya, dikenal dengan kompetensi relatif (relative competentie). Misalnya saja Pengadilan Agama Pekanbaru berwenangan mengadili perkara perceraian di Pekanbaru, Pengadilan Agama Pekanbaru tidak berwenang mengadili perkara peceraian di luar Kota Pekanbaru pula.

Hukum acara peradilan agama, dalam menentukan kompetensi relatif itu lebih melindungi kepentingan wanita atau isteri dibandingkan kepentingan lelaki atau suami, oleh karenanya gugatan ataupun permohonan perceraian secara prinsip diajukan di wilayah hukum tempat kediaman isteri, kecuali dalam kondisi tertentu yang mengharuskan di tempat kediaman suami.

Seperti, jika isteri berkedudukan sebagai termohon cerai bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan cerai talaknya diajukan di wilayah hukum pemohon (suami), inilah contoh kondisi mengizinkan permohonan cerai talak dapat diajukan di wilayah tempat kediaman pemohon (suami).

Penjelasan Pasal 73 Ayat (1) UU No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (sebagaimana telah dirubah sebanyak dua kali yang terakhir dengan UU No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama) menegaskan, “Berbeda dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), maka untuk melindungi pihak istri gugatan perceraian diajukan ke pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.” Penjelasan pasal itu menunjukan perlindungan kepada pihak isteri.

Tata cara menentukan wilayah hukum pengadilan agama (kompetensi relatif) dalam Pasal 73 UU No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (sebagaimana telah dirubah sebanyak dua kali yang terakhir dengan UU No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama) dalam suatu perkara perceraian, maka harus dilihat hal-hal berikut:

  1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat;
  2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat;
  3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Intinya, dari pertanyaan Ibu Nuraini sampaikan, Ibu dapat ajukan gugatan perceraian terhadap suami ibu di Pengadilan Agama Batam. Karena Ibu sebagai calon penggugat tidak meninggalkan tempat kediaman bersama tergugat/suami atau nuzyuz

Perceraian Non-Muslim

Gugatan cerai pasangan non-Muslim dapat dilakukan di Pengadilan Negeri. Sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) PP No. 9/Th 1975, bahwa gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri, atau kuasanya, kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Dengan demikian, jika suami yang menggugat cerai istrinya, suami harus mengajukan permohonan ke pengadilan di wilayah tempat tinggal istrinya saat itu, dan sebaliknya. Namun, jika tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak jelas dan tidak diketahui atau berpindah-pindah, gugatan perceraian dapat diajukan ke pengadilan di wilayah kediaman penggugat.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.(*)

Bagi yang ingin mengajukan pertanyaan seputar hukum, dapat mengirimkan pertanyaan ke email: [email protected]

Kantor Hukum Parlindungan, SH. MH. CLA & Rekan

(Advokat, Konsultan Hukum, Auditor Hukum, dan Perancang Naskah Hukum)

Jl. Soekarno-Hatta, No. 88, Kota Pekanbaru

Handphone/WA: 081268123180

Instagram: @parlindungan.riau

YouTube: Parlindungan Riau


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]