Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja


Rabu,30 Maret 2022 - 16:05:37 WIB
Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Parlindungan, SH. MH. CLA (Advokat, Konsultan Hukum, & Auditor Hukum) (foto: riaubisnis)

Pertanyaan:

Bapak Pengacara dan Konsultan Hukum, Parlindungan, SH MH CLA di Kota Pekanbaru yang kami hormati. Saya adalah seorang karyawan tetap (PKWTT) di salah satu perusahaan pabrik pegelolaan kayu di Sumatera Utara. Saya telah bekerja selama 8 tahun dan jabatan terakhir saya sebagai supervisor. Dalam bekerja, saya terungkap oleh manajemen, telah melakukan penggelapan uang perusahaan. Setelah dilakukan audit internal perusahaan, saya dinyatakan untuk di-PHK (pemutusan hubunga kerja). Namun, atas PHK tersebut, saya tidak diberikan pengasong. Apakah kalau saya di-PHK atas perbuatan saya tersebut, apakah saya tidak berhak mendapatkan pesangon? Atas jawaban Bapak Parlindungan diucapkan terima kasih.

J. Sihombing, di Provinsi Sumatera Utara.

Jawaban:

Bapak J. Sihombing, terima kasih sudah melayangkan pertanyaan kepada Kantor Hukum Parlindungan, SH MH CLA dan Rekan. Terhadap pertanyaan Bapak, kita akan kupas berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Atas pertanyaan Bapak, dapat saya tarik kesimpulan, kalau Bapak diduga telah melakukan kesalahan berat saat bekerja di perusahaan tempat Bapak bekerja, sehingga Bapak di-PHK. Bisa saja, PHK dilakukan akibat pelanggaran bersifat mendesak. Kesalahan berat ini, dulunya diatur melalui Pasal 158 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang selanjutnya dihapus dan diganti dengan Pasal 81 angka 47 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sebagai turunan UU Cipta Kerja dimaksud, mengenai PHK ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang salah satu pembahasan dalam PP ini menyinggung tentang pelanggaran berat atau yang disebut sebagai “pelanggaran bersifat mendesak”.

Pengusaha dapat mem-PHK pekerja karena melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (PKB) (lihat Pasal 52 ayat (2) PP No.35 Tahun 2021). Misalkan pelanggaran berat dimaksud adalah, melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; memberikan keterangan palsu atau dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Dipertegaskan kembali, jika pelanggaran tersebut di atas terjadi, pengusaha dapat langsung mem-PHK pekerja, tanpa perlu adanya putusan pengadilan untuk dibuktikan dinyatakan bersalah. Akan tetapi, ketentuan mengenai pelanggaran tersebut harus diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.

Pengaturan PHK Karyawan yang Melakukan Tindak Pidana

PHK karena melakukan tindak pidana termasuk PHK yang tidak dapat pesangon. Artinya, pesangon karyawan/buruh bermasalah karena tindak pidana tidak perlu dibayar oleh pengusaha. Kendati demikian, pengusaha tetap wajib memberikan hak karyawan/buruh yang melakukan tindak pidana tanpa ada menunggu putusan pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 54 PP Nomor 35 Tahun 2021.

Jika tindak pidana tersebut menyebabkan kerugian perusahaan maka pekerja/buruh berhak atas: uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Ketentuan PHK karena melakukan tindak pidana Pasal 54 ayat (1) menegaskan, pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena alasan pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.

Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana

Apabila memang telah diatur sebagai pelanggaran yang bersifat mendesak akibat karyawan/buruh melakukan pelanggaran berat di perusahaan, jika terjadi PHK, seperti yang ditegaskan Pasal 52 ayat (2) PP Nomor 35 Tahun 2021, maka si karyawan/buruh yang di-PHK tersebuta berhak atas dua hak, yakni uang penggantian hak; dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.

Lebih lanjut, jika pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. Uang penghargaan dan penggantian hak PHK melakukan tindak pidana memang termasuk PHK yang tidak dapat pesangon. Meski begitu, pekerja tetap memiliki sejumlah hak seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Adapun rumus perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (3) adalah sebagai berikut: masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; dan masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

Besaran uang penggantian hak Pasal 43 ayat (4), meliputi: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/ buruh diterima bekerja; dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.(*)

Bagi yang ingin mengajukan pertanyaan seputar hukum, dapat mengirimkan pertanyaan ke email: [email protected]

Kantor Hukum Parlindungan, SH. MH. CLA & Rekan

(Advokat, Konsultan Hukum, Auditor Hukum, dan Perancang Naskah Hukum)

Jl. Soekarno-Hatta, No. 88, Kota Pekanbaru

Handphone/WA: 081268123180

Instagram: @parlindungan.riau


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]