UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan


Jumat,01 November 2019 - 14:44:56 WIB
UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan (foto: riaubisnis)

Pertanyaan:

Yang terhormat Bapak Parlindungan. Saya bertanya, apakah benar Undang-Undang (UU) tentang Perkawinan telah dirubah, yang salah satu pasalnya menyatakan minimal usia pernikahan 19 tahun. Memangnya UU sebelumnya minimal berapa tahun? Terima kasih atas jawabannya.  

Ibu Rachmawati Sundari di Kota Jambi.

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan Ibu Rachmawati Sundari di Kota Jambi kepada Kantor Hukum kami. Diakui, banyak yang belum tahu tentang persoalan ini. Sejak tanggal 15 Oktober 2019, Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah berlaku setelah sebelumnya disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Oktober 2019 di Jakarta. UU ini ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186. Penjelasan Atas UU diundangkan dan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401.

Atas Pertimbangan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah, bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI Tahun 1945.

Kemudian, perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak. Tidak hanya itu saja, lahirnya perubahan UU ini juga atas pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 22/PUU-XV/2017 perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Apa yang diatur dalam ketentuan Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan? Pasal ini menyatakan, ayat (1), “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.” 

Ketentuan tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dalam usia anak pada anak wanita karena dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak didefinisikan, bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Sebahagian kalangan menilai, peraturan terkait pernikahan yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan perlu diubah karena masih mencerminkan diskriminasi terhadap perempuan, khususnya terkait usia minimal yang diperbolehkan untuk menikah. Selain itu, usia minimal 16 (enam belas) tahun seperti yang tertera di Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut dianggap mengekang kesempatan perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang lebih layak. Karena usia tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan perempuan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik, dan umur 16 tahun bagi perempuan merujuk pada sosok perempuan yang masih terkategori sebagai anak menurut Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak.

Usulan ini didasarkan dengan pertimbangan hukum, bahwa dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan, bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Dengan demikian, seseorang yang telah berusia 18 tahun sudah tidak lagi termasuk kategori anak menurut UU tentang Perlindungan Anak dan karena itu maka perkawinan antara pria dan wanita yang telah berusia 18 tahun tidak lagi dapat dikategorikan sebagai perkawinan anak.

Mengenai perubahan norma dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita. Menjawab atas pertanyaan Ibu, berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur tersebut, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

Beberapa pandangan menganggap, batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin.

Beriku ini kutipan dari sebahagian isi UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:

Pasal I (satu romawi)

“Beberapa ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) diubah sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.

Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Di antara Pasal 65 dan Pasal 66 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 65A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 65A

Pada saat UU ini mulai berlaku, permohonan perkawinan yang telah didaftarkan berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal II (dua romawi)

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (Disahkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2019 oleh Presiden Joko Widodo dan Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2019 Plt. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Tjahjo Kumolo).

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.(*)

Bagi yang ingin mengajukan pertanyaan seputar hukum, dapat mengirimkan pertanyaan ke email: [email protected]

 

Kantor Hukum Parlindungan, SH. MH. CLA & Rekan

(Advokat, Konsultan Hukum, dan Auditor Hukum)

Jl. Soekarno-Hatta, No. 88, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru

Handphone/WA: 081268123180

 


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]