PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah?


Jumat,18 September 2020 - 17:31:27 WIB
PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Parlindungan, SH. MH. CLA (Advokat, Konsultan Hukum, & Auditor Hukum) (foto: riaubisnis)

Pertanyaan:

Yang terhormat Bapak Pengacara/Advokat Parlindungan di Pekanbaru. Saya ingin bertanya tentang kontroversial dalam menentukan pilihan kebijakan atas kesalahan berat yang dilakukan oleh karyawan semasa menjadi karyawan yang terbukti melalui hasil Medical Check Up (MCU) atau hasil pemeriksaan kesehatan, pernah mengkonsumsi narkotika atau dalam pengaruh obat-obat terlarang dan minuman keras/alkohol, bolehkah perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan tersebut?

Likwan Syahroni (HRD PT. Vadhana International)

Jawaban:

Jawaban atas pertanyaan Saudara Likwan Syahroni akan dijawab secara sistematis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun masih sifatnya kontroversial, namun dari penjelasan ini dapat ditentukan pilihan hukum sebelum melakukan tindakan atas karyawan yang telah melakukan pelanggaran berat semasa menjalin perjanjian kerja dengan perusahaan.

Pasal 158 UU Nomor 13 Tahun 2003 Vs Putusan MK

Dari berbagai sumber dapat kami sampaikan mengenai pertanyaan di atas, bahwasanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang mengatur tentang “pelanggaran berat” dinyatakan dalam Pasal 158 ayat 1, yang inti pasalnya memuat, pelanggaran berat dimaksud adalah sebahagian besar redaksinya tentang pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di antaranya adalah penyalahgunaan dan mengkonsumsi narkotika atau meminum minuman keras.

Dalam Pasal 158 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 juga menyatakan, pekerja telah melakukan kesalahan berat harus atas dasar pekerja tertangkap tangan, ada pengakuan pekerja yang bersangkutan atau bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang, di perusahaan yang bersangkutan, dengan didukung oleh dua orang saksi. 

Selanjutnya, apabila unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 158 ayat 2 terpenuhi, maka pengusaha diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa wajib membayar uang penggantian hak, uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja.

Berdasarkan permohonan hak uji materi UU Ketenagakerjaan mengenai ketentuan Pasal 158 ini yang dimohonkan oleh pekerja dan serikat pekerja, dinilai telah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melanggar azas praduga tidak bersalah/preassumption of innocence. Secara ringkas dapat ditarik “benang merahnya”,  atas permohonan pekerja dan serikat pekerja tersebut, Mahkamah Konsitusi (MK) membacakan Putusan No. 012/PUU-I/2003, tertanggal 28 Oktober 2004, yang Amar Putusannya pada pokoknya menyatakan, ketentuan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Tidak sampai di sana, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 7 Januari 2005 menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005. Isi pokok dari Surat Edaran Menteri itu adalah, penyelesaian perkara pemutusan hubungan kerja karena pekerja melakukan kesalahan berat harus memperhatikan dua hal, yakni, PHK dapat dilakukan setelah ada putusan pidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau apabila pekerja ditahan dan tidak dapat melaksanakan pekerjaan, maka berlaku ketentuan Pasal 160 UU Ketenagakerjaan, yakni apabila karyawan/buruh ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan perbuatan pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah, melainkan ada bantuan-bantuan yang diberikan kepada keluarga karyawan/buruh (baca selengkapnya Pasal 160 UU Ketenagakerjaan).

Pandangan Berbeda antara Putusan MK dan SE Menteri

Hukumonline.com memuat, perbedaan penafsiran dan pandangan mengenai pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat pasca putusan MK dan SE Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi oleh pengusaha, mediator dan hakim ditafsirkan secara berbeda dengan argumentasi hukum masing-masing. Dapat diidentifikasi bagaimana mereka menerapkan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat, sebagai berikut:

PENGUSAHA

MEDIATOR

PHI

Menerapkan Pasal 158 seperti sebelum adanya putusan MK, yakni melakukan PHK sepihak tanpa membayarkan pesangon dan penghargaan masa kerja.

Menolak melakukan mediasi tanpa memberikan anjuran apabila belum ada putusan pidana.

Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat belum memiliki putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap.

Hanya melaporkan tindak pidana yang dilakukan pekerja ke Polisi sedangkan proses ketenagakerjaanya di biarkan atau menunggu putusan pidana.

Melakukan mediasi dan menerbitkan anjuran, apabila dalam proses mediasi pengusaha menyatakan bersedia memberikan kompensasi sebesar 1 x ketentuan pasal 156 ayat (2), (3) & (4) UU Ketenagakerjaan.

Mengabulkan gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat apabila kesalahan berat diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan pengusaha dapat membuktikanya dalam persidangan.

Melaporkan pekerja terlebih dahulu ke polisi dan apabila di lakukan penahanan setelah 6 (enam) bulan tidak dapat menjalankan pekerjaan atau belum 6 (enam) bulan tetapi telah ada putusan bersalah dari pengadilan pidana maka pengusaha menerbitkan Surat Keputusan PHK sepihak sesuai Pasal 160 UU Ketenagakerjaan.

Melakukan mediasi dan menerbitkan anjuran untuk mempekerjakan pekerja pada posisi semula atau melakukan pemutusan hubungan kerja dengan memberikan kompensasi pesangon sebesar 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2), penghargaan masa kerja sesuai pasal 156 ayat (3) & (4) UU Ketenagakerjaan.

Dalam hal ini pengadilan akan memberikan hukuman kepada pengusaha untuk membayarkan kompensasi sebesar 1 x ketentuan pasal 156 ayat (2), (3) & (4) UU Ketenagakerjaan. Namun sebagian pengadilan ada yang memutuskan tanpa memberikan hak pesangon dan penghargaan masa kerja.

Tidak melaporkan kesalahan berat pekerja ke polisi akan tetapi langsung melakukan proses PHK sesuai UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (bipartite, mediasi, PHI).

-

Mengabulkan gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat meskipun dianggap tidak terbukti. Pada beberapa kasus hakim justru mendasarkan alasan pemutusan hubungan kerja karena efisiensi sebagaimana diatur dalam pasal 164 ayat 3 UU Ketenagakerjaan, dan apabila pengusaha dinilai telah kehilangan kepercayaan dan hubungan kerja menjadi disharmonis maka pengusaha akan dihukum untuk membayarkan pesangon sebesar 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

Tidak melaporkan kesalahan berat pekerja ke polisi asalkan pekerja bersedia mengundurkan diri atau diakhiri hubungan kerjanya tanpa pesangon dan penghargaan masa kerja.

-

-

Membuat pengakhiran hubungan kerja terlebih dahulu dengan pekerja setelah itu melakukan proses pidana dengan melaporkan kesalahan berat pekerja.

-

-

Kesimpulan

Berdasarkan pada praktik penerapan pemutusan hubungan kerja di atas, diketahui bahwa pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat dapat diselesaikan melalui proses hukum acara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Berdasarkan fakta yang terjadi dalam penerapan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat, maka sudah saatnya untuk menyamakan persepsi, bahwa melakukan proses pidana terhadap pekerja yang melakukan kesalahan berat harus ditafsirkan sebagai hak pengusaha, sehingga mediator dan hakim tidak lagi mewajibkan kesalahan berat harus diproses secara pidana terlebih dahulu.(*)

Kantor Hukum Parlindungan, SH. MH. CLA & Rekan

(Advokat, Konsultan Hukum, dan Auditor Hukum)

Handphone/WA: 081268123180


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]