Kajian Berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP Nomor 43 Tahun 2021

Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP?


Kamis,25 Maret 2021 - 17:16:47 WIB
Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Parlindungan, SH. MH. CLA (Advokat, Konsultan Hukum, & Auditor Hukum) (foto: riaubisnis)

Pertanyaan:

Yang terhormat, Bapak Pengacara/Advokat Parlindungan, SH MH CLA. Saya ada kendala pada saat saya akan mengurus alas hak tanah saya dari surat keterangan ganti rugi (SKGR) ditingkatkan menjadi sertifikat hak milik (SHM) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkalis. Dimana, saya tidak bisa mengurus SHM-nya dengan alasan, menurut informasi dari BPN, tanah saya berada di kawasan hutan yang ditetapkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau yang telah dijadikan peraturan daerah (perda) pada 2018 lalu. Kenapa bisa demikian? Padahal, saya sudah miliki dan kuasai tanah saya sudah puluhan tahun lamanya? Bagaimana menurut Bapak Pengacara Parlindungan? Mohon pencerahannya. Terima kasih.

Zulfadil Ilham di Kota Duri, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Jawaban:

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang dilayangkan ke Kantor Hukum Parlindungan, SH MH CLA & Rekan. Permasalahan Bapak, sebenarnya menjadi pertanyaan bagi masyarakat lainnya yang juga mengalami persoalan serupa. Bahkan, ada perusahaan yang juga sudah lama memiliki tanah dan bangunan di sebuah kawasan di Bengkalis, dengan status alas haknya berupa hak guna bangunan (HGB), berdasarkan Perda RTRWP Riau, kawasan perusahaan tersebut berada di kawasan hutan.

Dari permasalahan di atas, ada solusi yang ditawarkan oleh pemerintah berdasarkan  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.

Dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terlihat pada Pasal 36 memuat ketentuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun l999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, kemudian lahirlah PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.

Berdasarkan ketentuan ini, pada Pasal 15 dinyatakan, pengukuhan kawasan hutan harus dilakukan melalui penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan kemudian baru penetapan kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan ini harus dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah dan harus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit. Atas dasar pengukuhan ini, pemerintah pusat akan memprioritaskan percepatan pengukuhan kawasan hutan pada daerah yang strategis. Selanjutnya, pada Pasal 19, apabila perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan mempertimbangkan hasil penelitian terpadu.

Dari dasar hukum ini, sebenarnya sangat jelas dinyatakan, apabila suatu kawasan untuk dinobatkan sebagai kawasan hutan, harus mengacu pada tata cara yang dinyatakan pada Pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, apabila penetapan atau pengukuhan kawasan hutan tidak berdasarkan penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan kemudian baru penetapan kawasan hutan, maka idealnya kawasan ataupun tanah milik Saudara yang ditetapkan sebagai kawasan hutan atas dasar penerbitan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) saja, menurut saya bertentangan dengan UU yang secara hirarki peraturan perundang-undangan lebih tinggi ketimbang perda.    

Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP

Dalam PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah, menegaskan bagaimana permasalahan Saudara bisa diselesaikan. Namun, tidak saja mengenai lahan Saudara berada di kawasan hutan saja, pada Pasal 2 PP Nomor 43 ini juga menekankan juga, dapat dikategorikan masuk dalam batas daerah, konsesi, Hak  Atas Tanah dan/atau hak pengelolaan, perizinan terkait kegiatan yang memanfaatkan ruang laut, RTRW, dan garis pantai.

Pada Pasal 3 PP ini juga menjelaskan tentang ruang lingkupnya yang meliputi, penyelesaian batas daerah, penyelesaian ketidaksesuaian RTRWP, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK), kawasan hutan, izin, konsesi, hak atas tanah, dan/atau hak  pengelolaan, kemudian penyelesaian ketidaksesuaian  garis  pantai  dengan hak  atas tanah, hak pengelolaan, dan/atau perizinan terkait kegiatan yang memanfaatkan ruang laut, lalu penyelesaian ketidaksesuaian antara RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan atau RZWP-3-K dengan perizinan terkait kegiatan yang memanfaatkan ruang laut, dan kelembagaan dan tata kelola penyelesaian ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, izin, konsesi, hak atas tanah, dan/atau hak  pengelolaan.

Menjawab pertanyaan Saudara mengenai solusi penyelesaian ketidaksesuaian kawasan hutan dalam RTRWP, dalam Pasal 7 PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah dinyatakan, penyelesaian ketidaksesuaian RTRWP, RTRWK, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak  Atas  Tanah,  dan/atau  Hak Pengelolaan terdiri atas:

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan;

  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK;

  3. Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak  Pengelolaan di dalam Kawasan Hutan dalam Keterlanjuran;

  4. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dengan RTRWP  dan/atau RTRWK dalam Keterlanjuran;

  5. Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin,  Konsesi, Hak  Atas Tanah, dan/atau Hak  Pengelolaan di  dalam Kawasan Hutan dalam Pelanggaran; dan

  6. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, danjatau Hak Pengelolaan dengan RTRWPdanjatau RTRWK dalam Pelanggaran.

Pada Pasal 8-nya ditegaskan, penyelesaian ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan, dalam hal kawasan hutan ditetapkan lebih awal dari RTRWP dan/atau RTRWK, dilakukan revisi RTRWP dan atau RTRWK dengan mengacu pada kawasan hutan yang ditetapkan terakhir. Kemudian, apabila dalam hal RTRWP dan/atau RTRWK ditetapkan lebih awal dari kawasan hutan, dilakukan tata batas dan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan RTRWP dan/atau RTRWK.

Mengenai, penyelesaian ketidaksesuaian antara RTRWP dan atau RTRWK dengan kawasan hutan dilakukan dengan tahapan, revisi RTRWP dilakukan sejak ketidaksesuaian antara RTRWP dengan kawasan hutan ditetapkan oleh Menteri. Kemudian, revisi RTRWK dilakukan dengan mengacu pada revisi RTRWP. Penyelesaian ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan kawasan hutan dilakukan dengan pengukuhan kawasan hutan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan dalam jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak ketidaksesuaian antara RTRWP dan atau RTRWK dengan kawasan hutan ditetapkan oleh Menteri.

Kemudian, mengenai cara penyelesaian ketidaksesuaian izin, konsesi, hak atas tanah, dan/atau hak pengelolaan di dalam kawasan hutan dalam keterlanjuran, dalam Pasal 11 PP Nomor 43 Tahun 2021 dinyatakan:

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin  atau Konsesi dalam Keterlanjuran yang telah dikuasai dan dimanfaatkan di  dalam Kawasan Hutan sebelum kawasan tersebut ditunjuk sebagai Kawasan Hutan, dilakukan dengan perubahan  peruntukan Kawasan Hutan, peraubahan fungsi Kawasan Hutan, dan/atau penggunaan Kawasan Hutan, dan terhadap Izin  atau Konsesi tetap berlaku hingga jangka  waktunya  berakhir  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian dalam Keterlanjuran terhadap Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan yang telah  dikuasai  dan dimanfaatkan  di  dalam Kawasan Hutan  sebelum  ditunjuknya  atau ditetapkannya  kawasan  tersebut   sebagai Kawasan Hutan, dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari Kawasan Hutan melalui perubahan  batas Kawasan Hutan;

  3. Penyelesaian terhadap  penguasaan  tanah  berupa permukiman, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan garapan, kebun rakyat, lahan  transmigrasi, hutan adat, atau tanah ulayat yang telah dikuasai dan dimanfaatkan secara fisik  dengan iktikad baik oleh Masyarakat di  dalam Kawasan Hutan selama jangka waktu  paling singkat 20 (dua puluh) tahun  secara terus menerus, penguasaan tanah dimaksud tidak dipermasalahkan oleh pihak lainnya, dan dibuktikan dengan historis penguasaan dan pemanfaatannya, diselesaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di  bidang kehutanan  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  4. Dalam hal Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan telah dilakukan perubahan batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, atau  tidak  dipelihara dalam  jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun sejak dilepaskan dari Kawasan Hutan, ditetapkan  sebagai objek tanah telantar oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrariajpertanahan dan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan;

  5. Penyelesaian Ketidaksesuaian  Izin,  Konsesi, Hak  Atas Tanah, dan/atau Hak  Pengelolaan di  dalam Kawasan Hutan dalam Keterlanjuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga)  tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Lalu, bagaimana penyelesaian ketidaksesuaian antara izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK dalam keterlanjuran? Dalam Pasal 12 PP Nomor 43 Tahun 2021 sangat menegaskan, penyelesaian ketidaksesuaian antara  izin, konsesi, dan/atau hak  atas tanah milik  instansi pemerintah, badan usaha, dan/atau Masyarakat dengan RTRWP dan/ atau  RTRWK  dalam  Keterlanjuran  dilakukan dengan cara:

  1. Dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat belum mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan Izin, Konsesi, danjatau Hak Atas Tanah secara efektif  maka terhadap Izin  dan/atau Konsesi dilakukan pengurangan, penciutan, atau pencabutan wilayah kerja Izin atau Konsesi yang  tidak sesuai RTRWP dan/ atau RTRWK, dan  terhadap Hak Atas Tanah dilakukan penyesuaian pemanfaatan tanah dengan RTRWP danjatau RTRWK;

  2. Dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat telah mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah secara efektif dan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup maka Izin, Konsesi, dan/atau Hak  Atas Tanah  tetap  berlaku hingga  jangka waktu berlakunya berakhir dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. Dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat telah mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan izin, konsesi, dan/atau hak  atas tanah secara efektif, namun aktivitas instansi pemerintah, badan usaha, dan/atau masyarakat melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, maka terhadap izin atau konsesi dilakukan pengurangan atau  penciutan  wilayah kerja izin atau  konsesi yang tidak sesuai RTRWP dan/atau RTRWK  dan/atau terhadap hak atas tanah, dilakukan penyesuaian pemanfaatan tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK.

  4. Dalam hal instansi pemerintah, badan usaha, dan/atau masyarakat dengan sengaja tidak mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan tanahnya secara efektif  atau tidak melakukan kegiatan usaha pada tanah tersebut sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui pemberi izin  atau  konsesi dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua)  tahun sejak penerbitan izin atau konsesi, dilakukan penetapan kawasan dan/atau tanah   telantar oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria pertanahan dan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

Lalu, penyelesaian ketidaksesuaian beberapa izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah milik instansi pemerintah, badan usaha, dan/atau masyarakat terhadap RTRWP dan/atau RTRWK dalam Keterlanjuran dilakukan dengan cara:

Terhadap izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah yang terbit lebih awal dari izin, konsesi, dan/atau hak  atas tanah lainnya di lahan yang  sama:

  1. Dalam hal pengusahaan, penggunaan, atau pemanfaatan izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah yang terbit  lebih awal tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup  maka izin, konsesi, danjatau hak atas tanah dimaksud tetap berlaku hingga jangka waktu berlakunya berakhir dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; atau

  2. Dalam hal pengusahaan, penggunaan, atau pemanfaatan izin, konsesi, dan atau hak atas tanah yang terbit lebih awal melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup maka izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah dimaksud dilakukan dengan pengurangan atau penciutan  wilayah kerja  izin atau konsesi ataupenyesuaian pemanfaatan tanah dengan RTRWP dan/ atau RTRWK.

Terhadap izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah yang terbit lebih akhir dari izin, konsesi, dan/atau hak  atas  tanah lainnya di lahan yang sama, dilakukan pengurangan atau  penciutan  wilayah kerja izin dan atau konsesi seluas wilayah yang terjadi ketidaksesuaian dan pembatalan hak atas tanah yang terbit lebih akhir seluas wilayah yang terjadi ketidaksesuaian atau dengan musyawarah mufakat antar pemegang hak atas tanah, dalam hal musyawarah mufakat tidak tercapai maka menggunakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar melakukan pembatalan hak atas tanah seluas wilayah yang terjadi ketidaksesuaian.

Selain penyelesaian ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf b, penerbit atau konsesi dapat mengupayakan mekanisme penyelesaian melalui penyusunan perjanjian pemanfaatan lahan bersama antara beberapa pemegang izin atau konsesi dengan mempertimbangkan nilai manfaat dan keekonomian dan pelaksanannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

Penyelesaian ketidaksesuaian izin, konsesi, dan/atau hak atas tanah dengan RTRWP dan atau RTRWK sebagaimana dimaksud di atas diselesaikan paling lama 3 (tiga)  tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Penyelesaian ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarian pertanahan dan tata ruang dengan Menteri terkait.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.(*)

Bagi yang ingin mengajukan pertanyaan seputar hukum, dapat mengirimkan pertanyaan ke email: [email protected]

Kantor Hukum Parlindungan, SH. MH. CLA & Rekan

(Advokat, Konsultan Hukum, Auditor Hukum, dan Perancang Naskah Hukum)

Jl. Soekarno-Hatta, No. 88, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru

Handphone/WA: 081268123180


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]