Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan?


Jumat,14 Agustus 2020 - 16:35:09 WIB
Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Parlindungan, SH. MH. CLA (Advokat, Konsultan Hukum, & Auditor Hukum) (foto: riaubisnis)

Pertanyaan:

Pak Pengacara Parlindungan di Pekanbaru. Saya akan menjalin kerja sama bisnis pertambangan operasi batubara dengan teman saya. Namun, teman saya ingin buat kesepakatan untuk rencana bisnis tersebut. Saya saat ini bingung membedakan antara “perjanjian”, “kontrak”, dan “kesepakatan”. Menurut Pak Parlindungan, apakah baiknya saya membuat kontrak, atau perjanjian, dan atau kesepakatan saja, agar kami bisa saling mengikat dalam memenuhi hak dan kewajiban kami?

Hendry di Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat.

Jawaban:

Bapak Hendry, terima kasih sudah menghubungi Kantor Hukum Parlindungan, SH MH CLA & Rekan. Atas pertanyaan Bapak, dapat kami jelaskan, sebenarnya pertanyaan ini sering juga banyak salah tafsir yang dilakukan oleh masyarakat, bahkan, tidak hanya sekadar mengenai apa itu “perjanjian”, “kontrak”, dan “kesepakatan” saja, bahkan ada pula yang sempat membuat bingung antara “perjanjian”, “persetujuan”, dan “perikatan” apa sama atau justru berbeda?

Sebagai penjelasan awal, kita jelaskan perbedaan dan persamaan “perikatan”, “perjanjian”, dan “kontrak”. Mengenai “perjanjian” mengandung unsur-unsur seperti essentialia (unsur mutlak), naturalia (tanpa diperjanjikan secara khusus), dan accidentalia (unsur pelengkap). Dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dinyatakan, “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”

Sedangkan makna “perjanjian” ini ditegaskan dalam Pasal 1313  KUHPerdata. Pada Pasal ini disebutkan, bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.” Mengenai “perikatan”, dijelaskan dalam Pasal 1233 KUHPerdata, bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, atau baik karena undang-undang.”

R. Subekti dalam bukunya “Hukum Perjanjian” telah membedakan pengertian antara “perikatan” dengan “perjanjian”. Subekti menyebutkan, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah, perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping ia juga bersumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum.

Secara tegas Subekti menjelaskan tentang “perikatan”, yakni “Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”

Sedangkan “perjanjian” didefinisikan sebagai berikut, “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”

Selanjutnya dapat pula didefinisikan tentang “kontrak” (contract). Kontrak dapat diartikan, “sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus.”

Menurut Ricardo Simanjuntak dalam bukunya “Teknik Perancangan Kontrak Bisnis”  menyatakan, “bahwa kontrak merupakan bagian dari pengertian perjanjian.” Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.

Kalau dapat disimpulkan, persamaan “persetujuan” sama dengan “perjanjian”, lalu “persetujuan/perjanjian”, “perikatan”, maupun “kontrak” melibatkan setidaknya 2 (dua) pihak atau lebih. Kemudian, mengenai dasar hukum persetujuan/perjanjian, perikatan maupun kontrak, sama-sama mengacu pada KUHPerdata.

Mengenai perbedaannya, dari definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, kita dapat melihat perbedaannya adalah pada tahapan dan implikasinya. Lalu, perjanjian-lah yang menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian disebut sebagai kontrak, apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait dengan kekayaan. Perbedaannya juga, setiap kontrak adalah perjanjian dari beberapa macam, namun setiap perjanjian bukanlah kontrak.

Kontrak biasanya dibuat antara mitra bisnis, perusahaan dan semacamnya. Sedangkan, perjanjian sering dibuat antara teman dekat dan anggota keluarga. Kontrak mengikat secara hukum, sedangkan perjanjian tidak mengikat secara hukum. Umumnya, perjanjian dibuat untuk hal-hal kecil, sementara kontrak ditandatangani berkaitan dengan masalah-masalah besar.

Secara singkat, perjanjian/persetujuan menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian disebut sebagai kontrak apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait dengan kekayaan dan mengikat para pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian. Menurut Ricardo, sebelum memiliki konsekuensi hukum, suatu perjanjian tidak sama artinya dengan kontrak.

Tentang Kesepakatan dan Perjanjian

Selanjutnya lagi mengenai “kesepakatan” adalah salah satu syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan merupakan pernyataan kehendak yang sesuai antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya yang terlibat dalam perjanjian. Artinya para pihak telah menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Kata sepakat diperoleh dari proses penawaran yang sesuai dengan kehendak-kehendak yang mengandung usul, dan proses penerimaan merupakan kehendak tanpa syarat untuk menerima penawaran tersebut.

Kesepakatan sendiri dapat diberikan secara lisan dengan menggunakan tanda-tanda tertentu maupun secara tertulis, yakni dengan menggunakan akta otentik atau akta di bawah tangan. Terjadinya kesepakatan bisa disebabakan karena beberapa teori, diantaranya:

a. Teori Ucapan, yakni kata sepakat terjadi saat pihak yang menerima penawaran untuk menulis surat jawaban yang berisi sebuah pernyataan bahwa ia telah menerima surat pernyataan. Kelemahan dari teori ini yaitu tidak adanya kepastian hukum sebab pihak yang memberikan tawaran tidak mengetahui secara pasti kapan pihak yang menerima tawaran membuat surat jawaban;

b. Teori Pengiriman, yakni kesepakatan terjadi jika pihak yang menerima penawaran telah mengirimkan surat jawaban atas penawaran tersebut. Kelemahan dari teori ini adalah kadang terjadi perjanjian yang terjadi di luar pengetahuan orang yang mengadakan penawaran tersebut, pun muncul persoalan jika penerima menunda-nunda mengirimkan jawaban tersebut;

c. Teori Penerimaan, yakni teori yang terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung surat jawaban dari pihak yang menerima tawaran tersebut; dan

d. Teori Penawaran, yakni kesepakatan ini dilakukan saat pihak yang menerima penawaran mengetahui penawaran yang ditawarkan oleh pihak yang melakukan penawaran tersebut. Kelemahan teori ini adalah adanya kemungkinan keterlambatan lahirnya perjanjian dan mengabaikan tujuan pembangunan nasional karena menunda-nunda untuk membuka surat penawaran atau kita sulit menentukan kapan penerima mengetahui isi penawaran tersebut.

Kalau dilihat perbedaan “perjanjian” dan “kesepakatan” adalah:

1. Pengertian, “perjanjian” adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk mengikatkan dirinya satu sama lain, sedangkan “kesepakatan” adalah pernyataan kehendak antara satu orang dengan yang lainnya dalam suatu perjanjian;

2. Bentuk, kesepakatan dapat dibuktikan dengan lisan menggunakan tanda-tanda tertentu ataupun tulisan yang memakai bukti otentik atau akta di bawah tangan, sama dengan perjanjian yang dapat diberikan dengan lisan menggunakan simbol-simbol yang menyatakan kesepakatan, namun dalam suatu perjanjian, bukti secara tertulis di bawah badan hukum lebih diutamakan;

3. Sifat, unsur penting dalam suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan, sehingga sifat perjanjian tersebut tetap dan bukan pada tahap berunding. Dalam tahap perjanjian ini, tawaran apa pun yang ditawarkan telah diterima tanpa syarat oleh pihak lainnya. Sementara kesepakatan merupakan syarat sahnya perjanjian. Berbeda dengan tahap perjanjian, dalam kesepakatan masih terjadi proses penawaran, artinya kemungkinan diterima atau ditolak suatu penawaran masih dapat terjadi;

4. Tujuan, tujuan diadakannya kesepakatan adalah untuk mencapai suatu perjanjian, yakni para pihak telah menyepakati sesuatu secara timbal balik. Sedangkan tujuan diadakannya perjanjian adalah untuk memenuhi visi dan misi dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Tujuan dari kesepakatan dan perjanjian tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila dan manfaat UUD Negara Republik Indonesia;

5. Waktu, waktu untuk mencapai sebuah kesepakatan adalah tergantung seberapa lama pihak penerima untuk mengirimkan jawaban atas tawaran yang diberikan oleh pemberi penawaran. Sebab hal ini akan berpengaruh pula pada tercapainya suatu perjanjian. Jika semakin pendcek waktu mengambil kesepakatan, maka perjanjian yang terjadi pun akan semakin cepat.

Syarat Sah Perjanjian

Mengenai syarat sah suatu perjanjian, yang menjadi landasan hukumnya adalah Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian dianggap sah dan punya kekuatan mengikat secara hukum jika memenuhi syarat-syarat: a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu pokok persoalan tertentu; d. Suatu sebab yang halal/tidak terlarang.

Lalu, mengenal beberapa asas penting sebagai berikut:

1. Asas Kebebasan Berkontrak. Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja. Hanya, kebebasan itu dibatasi oleh tiga hal. Pertama, tidak terlarang oleh undang-undang. Kedua, tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Ketiga, tidak bertentangan dengan kesusilaan;

2. Asas Pelengkap. Ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja;

3. Asas Konsensual. Jika perjanjian telah mencapai kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak, maka sejak itu perjanjian tersebut telah mengikat dan punya akibat hukum;

4. Asas Obligator. Maksud dari asas ini bahwa perjanjian yang dibuat pihak pihak masih dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Artinya, hak milik baru berpindah apabila dilakukan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).(*)

Dasar hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan berbagai sumber buku serta referensi lainnya.

 

Bagi yang ingin mengajukan pertanyaan seputar hukum, dapat mengirimkan pertanyaan ke email: [email protected]

Kantor Hukum Parlindungan, SH. MH. CLA & Rekan

(Advokat, Konsultan Hukum, dan Auditor Hukum)

Jl. Soekarno-Hatta, No. 88, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru

Handphone/WA: 081268123180


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]