Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK


Rabu,27 Oktober 2021 - 17:14:35 WIB
Kajian Singkat tentang Banding, Kasasi, dan PK Parlindungan, SH. MH. CLA (Advokat, Konsultan Hukum, & Auditor Hukum) (foto: riaubisnis)

Oleh Parlindungan, SH MH CLA

(mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung dan juga Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum)

Tentang “Banding, Kasasi, dan Penjiauan Kembali (PK)” sebagai bentuk upaya hukum bagi si pencari keadilan yang secara pemanfaatan kesempatannya diatur oleh undang-undang dalam hal tertentu terhadap putusan hakim.

Upaya ini adalah, cara lain dalam melakukan perlawanan terhadap putusan hakim, baik hakim di tingkat pertama (pengadilan negeri), tingkat banding (pengadilan tinggi), tingkat kasasi dan PK (pengadilan mahkamah agung), yang dianggap putusannya belum berpihak kepadanya.

Secara teori dan praktik, dikenal 2 (dua) macam upaya hukum yaitu, “upaya hukum biasa” dan “upaya hukum luar biasa”. Perbedaan keduanya adalah, bahwa pada asasnya, upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi kecuali bila terhadap putusan itu dikabulkan tuntutan serta mertanya, sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi sama sekali.

Banding

Secara singkat dapat diartikan, “Banding” merupakan salah satu cara upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu pihak yang berperkara terhadap ketidakpuasannya sehingga menolak putusan pengadilan negeri/tingkat pertama melalui majelis hakim yang menangani perkara itu. Pihak yang mengajukan banding berdasarkan ketentuannya, diajukan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri dimana putusan tingkat pertama itu dijatuhkan.

Bila dalam perkara salah satu pihak “dimenangkan” oleh majelis hakim di tingkat pengadilan negeri, sepanjang ada pengajuan banding oleh salah satu pihak “yang kalah”, maka pelaksanaan isi putusan pengadilan negeri belum dapat dilaksanakan/belum dapat dieksekusi akibat putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, kecuali terhadap putusan hakim yang menyatakan “Putusan Pengadilan ini dapat segera dilaksanakan setelah di ucapkan, walaupun ada perlawanan atau banding” (uitvoerbaar bij voeraad).

Adapun dasar hukum tentang banding ini dapat dilihat dalam Pasal 188 sampai dengan Pasal 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan Pasal 199 sampai dengan Pasal 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Selanjutnya, dapat dilihat pada Pasal 3 Jo Pasal 5 UU Nomor 1 Tahun 1951 (Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951), Pasal 188 sampai dengan Pasal 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.

Perlu menjadi catatan, yang dapat dimintakan banding adalah berupa keputusan pengadilan berbentuk “putusan” bukan “penetapan”, karena terhadap “penetapan” upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi. Pengajuan banding bisa terkait perkara perdata maupun perkara pidana.

Tenggat Waktu Ajukan Banding

Tenggat waktu menyataan/ajukan banding adalah 14 (empat belas) hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir, atau 14 (empat belas) hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Lalu, bagaimana apabila telah lewat dari 14 (empat belas) namun pernyatan permohonan banding belum diajukan atau sama sekali tidak diajukan, maka terhadap permohonan banding tidak dapat dilakukan kembali ke pengadilan tinggi karena terhadap putusan pengadilan negeri dianggap mempunyai kekuatan hukum tetap (incracht) dan dapat dieksekusi.

Namun, apabila permohonan banding yang diajukan melampaui tenggat waktu menurut undang-undang, tidak dapat diterima dan segala surat-surat yang diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat dipertimbangkan. Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 46 k/Sip/1969 tertanggal 5 Juni 1971 pernah memuat, bila dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan bandingnya tidak dapat diterima.

Kasasi

Sama seperti banding, “kasasi” adalah upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau para pihak yang berperkara terhadap putusan pengadilan tinggi. Kasasi diajukan akibat merasa tidak terima terhadap isi putusan pengadilan tinggi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Memori kasasi adalah merupakan catatan-catatan pemohon kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung, sementara memori kontra kasasi adalah jawaban atas memori kasasi yang disampaikan oleh termohon kasasi. Secara kajiannya, apabila permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan di bawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap terdapat kesalahan dalam putusannya.

Pemeriksaan kasasi oleh Mahkahah Agung, meliputi seluruh putusan hakim mengenai dasar-dasar hukumnya, jadi tidak perlu dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh atau justru dapat dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.

Umumnya mengenai alasan-alasan mengajukan kasasi, pertama, akibat pemohon kasasi menganggap tidak berwenang atau melampaui batas wewenang atau berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.

Kedua, alasan selanjutnya, bisa saja akibat putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Dimaksud di sini adalah, kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil. Sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh putusan tingkat pertama dan putusan tingkat banding (judex facti) salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.

Ketiga, bisa saja memori kasasi diajukan akibat majelis hakim yang memutus lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan tersebut. Contohnya, dalam putusan tidak terdapat irah-irah.

Tenggat Waktu Ajukan Kasasi

Pasal 46 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dinyatakan, “Permohonan kasasi harus sudah disampaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon, bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak dapat diterima”.

Apabila permohonan kasasi yang diajukan melampaui tenggat waktu menurut undang-undang, tidak dapat diterima dan segala surat-surat yang diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan kasasi tidak dapat dipertimbangkan. Pengajuan kasasi bisa terkait perkara perdata maupun perkada pidana.

Ajukan permohonan kasasi sama seperti halnya mengenai tenggat waktu ajukan banding, yakni 14 (empat belas) hari setelah putusan. Kalau permohonan kasasi ini juga dapat diajukan ketika terdapat penetapan (bukan putusan) hakim di tingkat pertama yang dinilai terdapat cacat hukum dalam menerbitkan penetapan. 

Peninjauan Kembali (PK)

Peninjauan kembali (PK) adalah merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh satu pihak atau lebih yang berperkara terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Permohonan PK ini dapat dilakukan dalam perkara perdata maupun pidana.

Dalam perkara pidana, putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1)UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi adalah, putusan yang tidak diajukan upaya banding, putusan yang tidak diajukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung, atau putusan kasasi Mahkamah Agung. PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan tersebut menyatakan, “bahwa terdakwa bebas”.

Tenggat Waktu Ajukan PK

Tenggat waktu ajukan permohonan PK didasarkan atas alasan di atas adalah 180 (seratus delapan puluh) hari sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim memperoleh kekuatan hukum tetap serta telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

Mengenai jawaban atas permohonan Memori PK/Kontra Memori PK, terhitung selama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengadilan negeri yang memeriksa perkaranya menerima permohonan PK. Kemudian, pihak panitera berkewajiban menyampaikan salinan permohonan PK kepada pihak lawannya. Pihak lawan yang akan mengajukan jawaban atau permohonan Kontra Memori PK. Baiknya, diajukan dalam tempo selama 30 hari. Jika jangka waktu tersebut terlampaui, permohonan PK segera dikirimkan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

PK sebagai Upaya Hukum Luar Biasa

PK merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. Upaya hukum luar biasa dimaksudkan di sini, adalah merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa, yaitu persidangan di pengadilan negeri, sidang banding pada pengadilan tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.

Dalam upaya hukum biasa, kasasi di Mahkamah Agung merupakan upaya hukum terakhir yang dapat ditempuh untuk mendapatkan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Putusan kasasi Mahkamah Agung bersifat akhir, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap.

PK dapat diajukan terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung apabila pada putusan sebelumnya diketahui terdapat kekhilafan atau kesalahan hakim dalam memutus perkara, ataupun terdapat bukti baru atau fakta-fakta atau juga keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan segala upaya hukum yang dahulu tidak tampak atau memperoleh perhatian  yang belum pernah diungkapkan dalam persidangan (novum).

Idealnya, yang dimohonkan dalam putusan PK terdapat penilaian dasar kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan dalam putusan sebelumnya. Artinya, ditemukannya kebohongan atau tipu muslihat itu setelah perkara sebelumnya diputuskan hakim. Salah satu pihak menilai, atas dasar selama proses pemeriksaan berlangsung, yakni dari tingkat pertama, banding dan kasasi, kebohonan atau tipu muslihat itu tanpa disadari, dan baru diketahui setelah putusan berkekuatan hukum tetap (incraht).

Alasan PK diajukan akibat terdapatnya kebohongan atau tipu muslihat, sangat jarang ditemukan, sebab sulit menentukan secara objektif adanya kebohongan atau tipu muslihat dalam putusan hakim. Lain hal, terdapatnya putusan pengadilan yang telah incrahct tersebut menyatakan alat bukti yang digunakan salah satu pihak adalah dipastikan palsu setelah putusan incraht.

Intinya, apabila setelah perkara diputus berkekuatan hukum tetap, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan dan pada saat pemeriksaan perkara sebelumnya tidak dapat ditemukan novum. Pengertian novum sama dengan “alat bukti baru”.

Kemudian, bisa saja permohonan PK diajukan akibat sesuatu bagian dari tuntutan lalai belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebab hukumnya. Misalnya, dalam putusan hakim tidak diputus “apakah ditolak” atau “dikabulkan gugatan provisi”, dan atau akibat permintaan sita atau permintaan putusan serta merta tanpa dipertimbangkan sebab-sebab hukumnya. Namun, dalam praktiknya, kasus yang seperti ini jarang terjadi.(*)

Penulis adalah PARLINDUNGAN, SH MH CLA (seorang mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung dan juga seorang Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum di Pekanbaru, Provinsi Riau)

HP/WA: 081268123180 | Ig: @parlindungan.riau


Akses riaubisnis.co Via Mobile m.riaubisnis.co
Baca Juga Topik #Konsultasi Hukum
Capim Alexander Marwata Beberkan Voting Penetapan Tersangka KPK Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Perdata Tanpa Pengacara? Masalah Ketenagakerjaan dan Konsistensi UU Ketenagakerjaan UU Perkawinan Dirubah, Sekarang Ini Dia Syarat Minimal Usia Pernikahan Ini Dia Daftar UMP 2020 di 34 Provinsi Perbedaan Tenaga Kerja dengan Serikat Pekerja Di dalam Perusahaan, Apa Perbedaan PP dengan PKB? Kenapa Gugatan Saya Cacat Hukum? Ini Sebabnya! Kuasa Hukum Vadhana International Laporkan Bukopin ke OJK dan YLKI Aspek Hukum yang Harus Diketahui bagi Penanam Modal Asing di Indonesia Hanya Ingin Meeting di Indonesia, Bagaimana Status Izin Orang Asing? Dalam Sektor Bisnis, Apa itu DNI? Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Perkebunan Benarkah Izin Mendirikan Bangunan Dihapus? Apakah Bisa Dipidana Akibat Tidak Mampu Membayar Utang? Apakah Benar PP Nomor 35 Tahun 2002 Juga Mengatur tentang HPK dan APL? Sengketa Tanah, Digugat karena Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Kapan Berlakunya Penyelenggaraan Tapera bagi Perusahaan? Apakah Boleh Memiliki Airsoft Gun? Bingung Membedakan Perjanjian, Kontrak, dan Kesepakatan? Perbedaan Penyelidikan, Penyidikan? Dan Apa Pula Tahap II? Pajak Kendaraan Alat Berat, Masih Boleh Dipungut atau Tidak? PHK akibat Kesalahan Berat, Bolehkah? Kantor Hukum Parlindungan Somasi Dua Money Changer di Kota Pontianak Bea Meterai Rp10.000 Berlaku, Meterai Rp6.000 dan Rp3.000 Masih Bisa Dipakai? Bagaimana Cara Penyelesaian Ketidaksesuaian Kawasan Hutan dalam RTRWP? Wajibkah Perusahaan Beri THR Kepada Karyawan Resign? Ini Penjelasan Hukumnya Apakah Karyawan PKWT Berhak Mendapatkan THR Keagamaan? Apakah Boleh Seorang Karyawan Difasilitasi Senjata Api? Mencuri Uang Ibunya, Bisakah Anak Kandung Dituntut? Ini Hak Karyawan Jika Mengundurkan Diri Bisakah Jalan Putus Dijadikan Alasan Force Majeur? Siapa Menentukan Jabatan dan Gaji Dewan Komisaris? PPKM Rugikan Masyarakat, Bisakah Presiden Digugat Class Action “Saya Mau Ajukan Gugatan Cerai di Kota Bukan Tempat Perkawinan Saya” Pengaturan Sanksi Pidana Menurut KUHP dan di Luar KUHP Tidak Melunasi Sisa Pembayaran, Bisakah Uang Muka Hangus? Parlindungan jadi Narasumber Teknik Penyusunan Gugatan Class Action Hak Karyawan di-PHK Akibat Pelanggaran Berat/Pidana menurut UU Cipta Kerja Apa itu Nafkah Iddah dan Muth'ah Pascacerai? Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup di Indonesia
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA

KANTOR PUSAT:
Jl. Arifin Ahmad/Paus Ujung (Komp. Embun Pagi), B 13, Pekanbaru, Riau – Indonesia
CP : 0812 6812 3180 | 0853 7524 1980
Email: [email protected]